Pada Forum Ekonomi Dunia 2022, Indonesia menyerukan pentingnya mengambil peluang dengan mengembangkan nilai tambah di tengah tingginya harga komoditas global. Dunia dinilai sedang menghadapi hipervolatilitas komoditas.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
DAVOS, KOMPAS — Indonesia melihat ketidakpastian kondisi geopolitik atau perekonomian global sebagai peluang untuk menciptakan nilai tambah atas komoditas yang dimiliki. Suasana ketidakpastian itu juga dimaknai oleh Indonesia untuk menggali potensi pertumbuhan atas kegiatan ekonomi baru, seperti ekonomi hijau atau pertumbuhan ekonomi yang kuat, tetapi juga ramah lingkungan dan inklusif.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan pandangan Pemerintah Indonesia tersebut di pertemuan bilateral ataupun panel dalam acara Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022 (Annual Meeting World Economic Forum/WEF 2022) di Davos, Swiss. Dia menyebut telah menghadiri sekitar 19 pertemuan bilateral atau panel.
”Pembahasan sejumlah ekonom di dunia mengarah kita sedang di ambang resesi dunia. Ada juga menyebut rantai pasok dunia sudah terganggu dan apa pun intervensi pemerintah akan menyulitkan sektor keuangan. Kami justru melihatnya sebagai peluang,” ujar Lutfi saat ditemui, Rabu (25/5/2022) malam, di Davos, Swiss.
Lutfi menambahkan, harga komoditas yang meroket merupakan dampak dari ketidakpastian kondisi global. Negara-negara yang memiliki basis komoditas semestinya berinovasi dan semakin kreatif menciptakan nilai tambah dari komoditas. Pemerintah Indonesia pun memaknainya sebagai kesempatan untuk menggenjot nilai tambah sehingga Indonesia bisa ”naik kelas” dalam rantai pasok global.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, akan menggali peluang ekonomi baru, misalnya ekonomi hijau. Ada berbagai terobosan kegiatan ekonomi hijau yang bisa dimaksimalkan oleh Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah.
”Kami juga mengajak semua negara membahas pentingnya sistem perdagangan multilateral menghadapi ketidakpastian kondisi geopolitik ataupun pertumbuhan ekonomi global. Kita harus kembali ke perdagangan (menggunakan sistem multilateral) untuk melawan kemiskinan,” kata Lutfi.
Lutfi menambahkan, dirinya bertemu dengan perwakilan beberapa negara penghasil komoditas dalam acara Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022. Salah satunya adalah Kementerian Ekonomi Brasil. ”Sudah saatnya kerja sama kooperatif dengan sesama negara berkembang dikuatkan. Agar kita (negara berkembang) tetap bergerak maju,” ucap Lutfi.
Saat penutupan Paviliun Indonesia dalam acara Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022 pada hari yang sama, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia kembali menegaskan kepada calon investor bahwa Indonesia akan fokus pada hilirisasi, termasuk hilirisasi komoditas tambang.
Bahlil Lahadalia kembali menegaskan kepada calon investor bahwa Indonesia akan fokus pada hilirisasi, termasuk hilirisasi komoditas tambang.
Dia mencontohkan bijih nikel dilarang ekspor demi untuk memenuhi pengembangan hilirisasi baterai kendaraan listrik. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan pengembangan baterai di dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mewacanakan akan mengenakan pajak ekspor lebih tinggi terhadap material tambang mentah yang belum diolah menjadi barang jadi/setengah jadi.
Dalam panel Absorbing the Commodity Shock yang merupakan bagian dari Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022, Selasa (24/5/2022), Dosen The Paris School of International Affairs, Sciences Po, Arancha Gonzalez Laya, memandang, dunia sekarang sedang menghadapi hipervolatilitas komoditas. Untuk bertahan, setiap negara harus tetap mengejar kepentingan nasional, seperti memberikan nilai tambah terhadap komoditas dan tetap menjadi negara dengan pendekatan ekonomi yang terbuka.
Pada saat bersamaan, Menteri Ekonomi dan Keuangan Peru Oscar Miguel Graham Yamahuchi mengatakan, 50 persen ekspor Peru adalah tembaga. Tren harga tinggi komoditas internasional membuat Peru mendapat berkah. Akan tetapi, di sisi lain, Peru merupakan negara pengimpor bersih minyak mentah dan jagung.
”Situasi sekarang sangat kompleks. Sangat berat bagi negara-negara berpenghasilan rendah. Kami memperoleh pendapatan banyak dari tingginya harga komoditas tembaga, tetapi uang tersebut kami pakai untuk bantuan sosial,” ujarnya.
Managing Director Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva, dalam panel Global Economy Outlook, bagian dari Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022, Senin (23/5/2022), mengatakan, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 sebesar 4,4 persen. Akan tetapi, proyeksi ini sedang direvisi ke bawah karena konflik Rusia-Ukraina dan dampak sanksi sejumlah negara kepada Rusia.
Sejak pertumbuhan ekonomi global diperkirakan semakin menyerupai ”cakrawala telah gelap”, dia prihatin dengan guncangan harga pangan dan kecemasan seluruh dunia atas akses makanan yang terjangkau. Ditambah lagi, tindakan mengatasi krisis iklim sempat terhenti dan penurunan aset uang digital semakin ”menggelapkan” prospek pertumbuhan ekonomi global.
Georgieva sangat khawatir tentang negara-negara yang tergelincir ke dalam resesi yang sudah melemah sebelum pandemi Covid-19 dan negara yang bergantung pada impor dari Rusia untuk energi dan makanan. Hanya saja, dia bersikeras belum melihat resesi itu.
”IMF memperkirakan pertumbuhan 2022 masih berkisar 3,6 persen, yang ini berarti jalan panjang menuju resesi global,” ujarnya seperti dikutip dari AP.