Forum Ekonomi Dunia Apresiasi Presidensi G-20 Indonesia
Pendiri Forum Ekonomi Dunia, Klaus Schwab, menilai fokus presidensi Indonesia di G-20 menunjukkan tentang bagaimana Indonesia akan memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial secara internal. Ini dianggap tujuan yang besar.
JAKARTA, KOMPAS — Pemimpin ekonomi dunia yang tergabung dalam Forum Ekonomi Dunia menyatakan apresiasi terhadap presidensi Indonesia di G-20. Melalui kepemimpinan tersebut, masyarakat dunia melihat kepemimpinan Indonesia untuk menciptakan pemulihan yang adil dari pandemi Covid-19 serta kepemimpinan dalam mengatasi ketegangan geopolitik.
Hal itu diungkapkan pendiri dan Executive Chairman Forum Ekonomi Dunia, Klaus Schwab, dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia yang dihadiri secara virtual oleh Presiden Joko Widodo dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/1/2022).
”Untuk masa depan kita, saya berharap di bawah kepemimpinan Anda dapat membawa dampak konkret yang dapat dirasakan hingga tahun ini,” ujar Schwab kepada Presiden Jokowi.
Menurut Schwab, prioritas fokus presidensi Indonesia di G-20 menunjukkan tentang bagaimana Indonesia akan memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial secara internal. ”Saya juga mendengar keinginan Anda untuk bermitra dengan para pemimpin bisnis. Ini merupakan tujuan yang sangat besar, yaitu kerja sama publik dan swasta,” tambahnya.
Dalam sesi tanya jawab pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia, Schwab juga bertanya tentang cara Presiden Jokowi membangun sistem kolaborasi yang tangguh dan berkeadilan dalam mengatasi kesenjangan antarnegara. Schwab menambahkan, diperlukan pendekatan sistemik global yang kuat dengan memperkuat arsitektur global di berbagai sektor, termasuk kesehatan dan perdagangan.
Menurut dia, transisi energi berkelanjutan juga perlu dilakukan di semua negara. ”Bersama negara berkembang lainnya, Indonesia masih sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga batubara. Apa pendorong utama bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi?” tambahnya.
Baca juga: Kepemimpinan G-20
Presiden Jokowi menyebutkan, krisis Covid-19 menunjukkan rapuhnya ketahanan infrastruktur kesehatan global di semua negara. Kolaborasi saat ini, seperti Covax Facility, hanyalah solusi sesaat. Selain itu, peran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga belum mencakup banyak hal strategis bagi kehidupan dunia.
”Oleh karena itu, ke depan, kita perlu solusi permanen agar dunia mampu menghadapi permasalahan kesehatan yang tidak terduga,” ujar Presiden Jokowi.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Mengusung tema Presidensi G-20 ”Recover Together, Recover Stronger”, Presiden Jokowi menegaskan akan mengedepankan kemitraan dan inklusivitas serta menyediakan platform terobosan dalam upaya transformasi di berbagai bidang.
Menurut Presiden Jokowi, masyarakat dunia merasa khawatir dan resah terhadap keadaan dunia. ”Kecemasan ini harus kita jawab dengan aksi nyata. Indonesia berusaha agar presidensi G-20 tahun 2022 bisa menjadi bagian penting untuk menjawab keresahan tersebut dengan menjadi katalis bagi pemulihan ekonomi global yang inklusif,” ucap Presiden.
Mengusung tema Presidensi G-20 ”Recover Together, Recover Stronger”, Presiden Jokowi menegaskan akan mengedepankan kemitraan dan inklusivitas serta menyediakan platform terobosan dalam upaya transformasi di berbagai bidang. Presidensi G-20 Indonesia akan fokus pada tiga prioritas utama yang sejalan dengan prioritas nasional dan kondisi global.
Baca juga : G-20 Aroma ”Dangdut”
Perkuat kerja sama
Prioritas utama presidensi G-20 adalah penataan kembali arsitektur kesehatan global agar lebih inklusif dan tanggap terhadap krisis. Produksi vaksin harus ditingkatkan dengan distribusi yang merata. ”Investasi dan pendanaan yang dibutuhkan harus dapat dimobilisasi secara cepat (sebagai) upaya untuk mencegah krisis selanjutnya,” ungkap Presiden.
Prioritas kedua adalah optimalisasi teknologi digital untuk transformasi ekonomi yang dampaknya harus dirasakan oleh masyarakat, terutama UMKM. Selain itu, literasi dan kemampuan digital masyarakat juga harus turut ditingkatkan dan keamanan data harus tetap dijaga. Prioritas ketiga adalah transisi energi yang ramah lingkungan.
”Saya mengundang seluruh pemimpin ekonomi dunia untuk berkontribusi pada presidensi di G-20 untuk memastikan pemulihan global yang lebih kuat, yang lebih inklusif, dan kerja sama tidak hanya antarpemerintah, not only G to G, but also G to B or even B to B. Presidensi Indonesia ingin memperkuat kerja sama dengan pelaku ekonomi dunia,” tambah Presiden.
Presiden Jokowi meyakini Presidensi G-20 Indonesia akan memberikan dampak konkret bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, presidensi Indonesia harus memanfaatkan kerja sama G-20 untuk meningkatkan perdagangan, industrialisasi, hingga penguasaan teknologi, baik di Indonesia maupun dunia internasional.
”Presidensi Indonesia ingin memperkuat kerja sama dengan pelaku ekonomi dunia. Interaksi dengan pelaku ekonomi akan saya intensifkan selama presidensi Indonesia,” ungkap Presiden.
Selain interaksi secara intensif, berturut-turut dengan KTT G-20, Indonesia juga akan menyelenggarakan WEF Roundtable on Downstream Industries, Bloomberg CEO Forum, dan Digital Transformation Expo.
Presiden Jokowi juga mengundang sektor swasta untuk berkontribusi nyata pada tiga sektor prioritas, yaitu kesehatan, digital, dan transisi energi. Pemerintah Indonesia, antara lain, telah memperbaiki ekosistem investasi, mempermudah perizinan, memberikan kepastian hukum, dan memberikan insentif khusus bagi sektor-sektor investasi prioritas.
Kolaborasi dengan pihak swasta akan diperkuat. Kesempatan investasi akan dibuka seluas-luasnya untuk enam sektor prioritas, antara lain industri padat karya yang berorientasi ekspor, energi terbarukan, infrastruktur, otomotif, pariwisata, dan pertambangan yang memiliki nilai tambah. Sejumlah prioritas pembangunan juga telah ditetapkan, seperti peningkatan produksi pangan melalui pengembangan lumbung pangan (food estate) dan penerapan konsep pembangunan rendah karbon (green recovery).
Transformasi menuju ekonomi digital dilakukan melalui perluasan, pemerataan, serta peningkatan kualitas infrastruktur dan layanan digital. Indonesia juga terus menggali sumber-sumber pertumbuhan baru, terutama ekonomi hijau. Pemerintah akan terus mengembangkan ekosistem industri kendaraan tenaga listrik dan membangun kawasan industri hijau terbesar di Kalimantan Utara.
”Saya mengajak para pemangku kepentingan dalam forum ini untuk bermitra dengan Indonesia, maju bersama tumbuh bersama,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga : G-20 dan Momentum Transformasi
Transisi energi
Presiden Jokowi kembali menegaskan, Indonesia berkomitmen memulai transisi ke energi ramah lingkungan. Pada KTT COP-26 di Glasgow, Indonesia telah berkomitmen untuk secara bertahap memulai transisi energi. Namun, transisi energi ini memerlukan pembiayaan yang sangat besar dan akses terhadap teknologi hijau.
”Bagi negara berkembang seperti Indonesia, harus didukung teknologi dan pendanaan agar tidak terlalu membebani masyarakat, industri, dan keuangan negara. Indonesia membutuhkan 50 miliar dollar AS untuk transformasi menuju EBT dan butuh 37 miliar dollar AS untuk sektor kehutanan, guna lahan, dan karbon laut,” jelasnya.
Presiden menjelaskan, Indonesia dan negara-negara berkembang meminta kontribusi negara maju untuk pembiayaan serta transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden meyakini sumber pendanaan dan alih teknologi akan menjadi game changer. ”Pengembangan skema pendanaan inovatif harus dilakukan. Pertanyaan semacam ini adalah pertanyaan dari banyak negara berkembang dan negara miskin,” ujarnya.
Menurut Presiden, hasil konkret dari upaya-upaya tersebut hanya bisa dibuktikan oleh kuatnya kerja sama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan perlu bekerja sama secara domestik dan global. Di dalam negeri, pemerintah bekerja sama dengan BUMN energi dan pihak swasta untuk mendesain transisi energi yang adil atau terjangkau.
”Kerja sama di tingkat internasional, pemerintah telah bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) memulai Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism) dari batubara ke energi terbarukan,” katanya.
Indonesia dan negara-negara berkembang meminta kontribusi negara maju untuk pembiayaan serta transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden meyakini sumber pendanaan dan alih teknologi akan menjadi game changer.
Presiden juga memaparkan sejumlah strategi kebijakan dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau, seperti pembangunan rendah karbon, kebijakan net zero emission, dan pemberian stimulus hijau untuk mendorong peningkatan realisasi ekonomi hijau. Menurut Presiden, upaya konservasi dan restorasi lingkungan menunjukkan keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir.
Laju deforestasi turun signifikan sampai ke 75 persen pada periode 2019-2022, di angka 115.000 hektar. Selain itu, kebakaran hutan juga turun drastis. Jumlah titik panas (hotspot) pada tahun 2021 mencapai 1.369 titik, menurun jauh dari tahun 2014 sebanyak 89.214 titik. Demikian pula dengan luas lahannya yang pada tahun 2021 mencapai 229.000 hektar, turun dari tahun 2014 yang mencapai 1,7 juta hektar.
Baca juga: Signifikansi Presidensi G-20 Indonesia 2022
Restorasi lahan gambut juga berjalan dengan baik seluas 3,74 juta hektar pada 2016-2021. Rehabilitasi mangrove dilakukan besar-besaran. Pada 2020-2021, Indonesia telah merehabilitasi 50.000 hektar hutan mangrove dan menargetkan 600.000 hektar sampai tahun 2024. ”Saya kira ini terluas di dunia dengan daya serap karbon empat kali lipat dibandingkan hutan tropis, bahkan dengan below ground mangrove dapat mencapai 10-12 kali lipat,” tambahnya.
Menurut Presiden, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon dunia. Indonesia bahkan diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon di Peru, Kenya, dan Brasil sebagai sesama negara yang memiliki luasan hutan tropis terbesar di dunia. Pembentukan harga carbon by country di Indonesia juga relatif bersaing dibandingkan negara pionir perdagangan karbon lainnya, seperti Brasil, Peru, dan India.
Indonesia juga telah memiliki beberapa proyek percontohan REDD+ dengan skema Result-Based Payment (RBP), seperti Green Climate Fund (GCF), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), dan Bio Carbon Fund (BCF) dengan total nilai komitmen sekitar 273,8 juta dollar AS.