Pemerintah Integrasikan Hulu-Hilir Sawit Berbasis Sistem Digital
Sektor hulu-hilir sawit yang terkait dengan minyak goreng akan diintegrasikan secara digital. Pendistribusian minyak goreng curah itu akan menggunakan sistem ”closed loop”.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengintegrasikan sektor hulu-hilir industri sawit berbasis sistem digital. Hal itu guna mempermudah pengawasan dan mendorong transparansi penerapan kebijakan kewajiban pemenuhan kebutuhan pasar domestik atau DMO minyak kelapa sawit mentah dan produk turunan serta distribusi minyak goreng curah.
Langkah itu merupakan tindak lanjut dari kebijakan pemerintah membuka kembali ekspor minyak kepala sawit mentah (CPO); refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil; RBD palm olein, dan used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah per Senin (23/5/2022). Pada 28 April-22 Mei 2022, pemerintah melarang minyak goreng beserta bahan bakunya diekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Bersamaan dengan relaksasi ekspor tersebut, pemerintah juga akan menerapkan DMO 20 persen dan harga patokan DMO untuk keempat komoditas yang mencakup 12 pos tarif (HS) tersebut. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan UCO.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Senin, mengatakan, kebijakan DMO itu bertujuan untuk menjaga pasokan 10 juta ton minyak goreng selama setahun bagi rumah tangga, serta usaha mikro dan usaha kecil. Jumlah itu terdiri dari 8 juta ton untuk pasar dalam negeri dan 2 juta ton untuk stok atau cadangan.
Untuk penerapannya, eksportir terkait harus memenuhi DMO sebesar 20 persen dari total volume ekspor. Pemenuhan DMO itu akan dicatat secara digital di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah) yang akan dikoneksikan dengan Indonesia National Single Window (INSW) dan Inatrade atau sistem layanan perizinan terpadu Kementerian Perdagangan (Kemendag).
”Jadi, Simirah yang dikelola oleh Kementerian Perindustrian akan dikoneksikan dengan INSW dan Inatrade. Setelah tercatat dalam sistem yang terintegrasi itu dan semua persyaratan telah terpenuhi, baru persetujuan ekspor akan dikeluarkan,” ujarnya.
Simirah yang dikelola oleh Kementerian Perindustrian akan dikoneksikan dengan INSW dan Inatrade. Setelah tercatat dalam sistem yang terintegrasi itu dan semua persyaratan telah terpenuhi, baru persetujuan ekspor akan dikeluarkan.
Dalam Permendag itu disebutkan, persetujuan ekspor hanya berlaku selama enam bulan. Eksportir yang diizinkan mengekspor adalah eksprotir yang telah memiliki bukti pelaksanaan distribusi DMO CPO dengan harga patokan DMO kepada produsen minyak goreng curah.
Hal itu juga berlaku bagi eksportir yang memiliki bukti pelaksanaan distribusi DMO minyak goreng curah dengan harga patokan DMO kepada pelaku usaha jasa logistik eceran dan membeli CPO dengan tidak menggunakan harga patokan DMO. Begitu juga eksportir yang telah bermitra dengan produsen pelaksana distribusi DMO wajib memiliki bukti pelaksanaan distribusi DMO dengan produsen tersebut.
Sementara ini, Kemendag juga baru menetapkan harga patokan DMO CPO, yaitu Rp 9.250 per kg. Harga patokan tersebut hanya akan diberlakukan di sejumlah titik tertentu yang telah ditetapkan. Dalam kebijakan DMO yang lama, harga patokan DMO CPO Rp 9.350 per kg dan RBD palm olein Rp 10.350 per kg.
Menurut Lutfi, Kemendag juga akan mengeluarkan permendag tentang penerapan sistem kontrol siklus tertutup (closed loop system) bagi pelaku usaha jaringan logistik yang mendistribusikan minyak goreng curah hasil DMO atau program Minyak Goreng (Migor) Rakyat. Melalui sistem itu, pelaku usaha logistik yang berkontribusi dalam program Migor Rakyat akan mendapatkan pasokan minyak goreng curah dari produsen dan pendistribusiannya juga terdata atau tercatat secara digital.
Sistem ini merupakan penyempurnaan dari Simirah yang akan dilengkapi dengan fitur pencatatan kartu tanda penduduk (KTP) bagi pengecer. Pengecer tersebut termasuk pemilik Warung Pangan yang dikembangkan oleh ID Food atau Holding BUMN Pangan.
”Sistem ini diterapkan guna mendukung program Migor Rakyat sebanyak 200 liter minyak goreng curah per titik yang ditargetkan di 10.000 titik di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sistem closed loop diterapkan guna mendukung program Migor Rakyat sebanyak 200 liter minyak goreng curah per titik yang ditargetkan di 10.000 titik di seluruh Indonesia.
Di tingkat konsumen, Lutfi menambahkan, pembelian minyak goreng curah seharga Rp 14.000 per liter itu akan dibatasi 2 liter per pembeli dengan syarat KTP. KTP tersebut akan tercatat secara digital di aplikasi Warung Pangan milik ID Food dan Gurih milik Indomarco.
Dengan integrasi sistem itu akan terbentuk sistem distribusi dan pencatatan digital dari hulu hingga hilir sawit. Sistem tersebut akan dimonitor oleh Kemendag, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bea dan Cukai, dan Satuan Tugas Pangan Kepolisian RI.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) dan juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR Federation) Suroto berpendapat, pemerintah tidak boleh melupakan petani sawit swadaya atau mandiri. Selama ini mereka tidak memiliki daya tawar menyangkut harga tandan buah segar (TBS) dan banyak yang belum terafiliasi dengan pabrik pengolahan kelapa sawit.
Pemerintah sebenarnya dapat membangun holding atau induk koperasi publik sawit nasional bekerja sama dengan BUMN. Koperasi tersebut dapat mengintegrasikan semua petani sawit mandiri untuk menjamin serapan dan harga TBS.
”Untuk meningkatkan nilai tambah TBS, koperasi tersebut perlu memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit dan minyak goreng mini. Setelah itu, buat jalur distribusi khusus yang merupakan bagian dari holding melalui pengembangan logistik,” kata Suroto.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto juga berpendapat serupa. Dalam pengembangan ekosistem hulu-hilir sawit, petani sawit sawadaya perlu dilibatkan. Hal itu bisa dilakukan dengan memetakan kembali jumlah dan sebaran petani sawadaya, kemudian mendirikan kelembagaan petani. Melalui lembaga-lembaga petani tersebut, pemerintah dapat mendorong kemitraan petani dengan perusahaan-perusahaan kelapa sawit swasta dan BUMN.