Pasar perkantoran masih menghadapi tantangan. Namun, fleksibilitas selama dua tahun masa pandemi menjadi kunci bertahan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
Tantangan pasar perkantoran diprediksi masih berlanjut. Meningkatnya kembali kasus Covid-19 galur Omicron seakan menegaskan pola kerja perusahaan untuk mengusung konsep hibrida, yakni perpaduan antara bekerja di kantor (work from office/WFO) dan bekerja dari mana saja, termasuk dari rumah (work from home/WFH).
Pola kerja hibrida diprediksi akan bertahan selama beberapa tahun ke depan. Dampaknya mulai terlihat dari sisi bisnis. Dari data Colliers Indonesia, pada tahun 2021 muncul kecenderungan sejumlah perusahaan yang habis masa sewa tidak memperpanjang atau mengurangi sewa ruang kantor hingga 10-30 persen di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta. Adapun ekspansi ruang kantor oleh beberapa perusahaan teknologi, e-dagang, telekomunikasi, logistik, serta instansi pemerintah di pengujung tahun lalu belum mampu menekan tingkat kekosongan ruang kantor.
Pada 2022, suplai baru ruang kantor bakal semakin bertambah dengan selesainya konstruksi. Pasokan perkantoran di CBD dan non-CBD Jakarta akan mencapai 550.000 meter persegi, berasal dari tujuh gedung di CBD dan tujuh gedung di non-CBD. Di Surabaya, penambahan suplai ruang kantor diprediksi mencapai 125.000 meter persegi hingga tiga tahun ke depan.
Senada dengan itu, JLL Indonesia, lembaga konsultan properti, memprediksi pasokan yang berlebih menyebabkan okupansi kantor melandai. Tarif sewa berpotensi masih tertekan akibat banyaknya suplai yang masuk. Tantangan okupansi dan tarif sewa juga akan dialami perkantoran grade A dan premium yang siap masuk pada 2022. Tahun lalu, tarif sewa perkantoran grade A di CBD Jakarta turun atau minus 8,1 persen, turun lebih dalam dibandingkan dengan tahun 2020, yakni minus 1,7 persen.
Melubernya pasokan ruang perkantoran menyebabkan kondisi ”tenants market” yang telah berlangsung dua tahun terakhir, di mana daya tawar penyewa lebih baik ketimbang pengembang, melalui diskon tarif sewa dan kelonggaran cara bayar diprediksi masih berlanjut. Namun, keringanan tarif saja tidak cukup bagi pengembang perkantoran untuk bisa bertahan pada masa kompetisi ketat dan ”perang tarif”.
Tuntutan efisiensi
Kebutuhan ruang kantor yang berkurang menuntut sejumlah efisiensi operasional sebagai salah satu solusi manajemen biaya. Utilitas dan pengelolaan gedung perkantoran perlu kian adaptif dengan pergeseran kebutuhan ruang serta teknologi yang memenuhi standar ruang kerja sehingga dapat memberikan layanan optimal sesuai dengan perkembangan kebutuhan perusahaan.
JLL Asia Pasifik pada tahun lalu memperkirakan masih ada 40 persen dari aset kantor saat ini, yakni aset gedung perkantoran grade A yang sudah berumur 10 tahun tanpa perbaikan, perlu sejumlah renovasi agar tetap relevan. Tren permintaan terhadap ruang yang ramah lingkungan dan nyaman akan menjadi prioritas strategis yang lebih penting di dunia pascapandemi Covid-19.
Perkantoran hibrida pada masa depan akan sangat bergantung pada teknologi serta mensyaratkan konektivitas lancar antara kantor dan rumah. Di sinilah peluang bagi gedung perkantoran untuk menyiapkan fasilitas dan menata aset gedung lebih produktif yang mencerminkan standar protokol kesehatan yang optimal.
Untuk mengisi ruang-ruang kosong, pengembang juga dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan beberapa area untuk ruang kerja yang fleksibel, baik dikelola oleh pengembang (land lord) maupun bekerja sama dengan operator ruang kerja bersama (co-working space).
Pola hibrida tetap memungkinkan adanya ekspansi ruang-ruang kantor, terutama untuk perusahaan yang bertumbuh pesat selama masa pandemi. Karyawan tetap dapat memilih untuk WFO demi menjaga interaksi dengan sejumlah pihak dan menjaga kesehatan mental. Tempat kerja akan menjadi lebih fleksibel. Namun, perusahaan perlu memiliki strategi untuk mengakomodasi kebutuhan dan perubahan cara kerja mengingat ruang perkantoran akan tetap berperan sebagai pusat kolaborasi dan sosialisasi bagi para karyawan.
Dua tahun masa pandemi telah menjadi masa yang cukup menantang bagi pengembang perkantoran. Properti perkantoran yang menawarkan solusi yang lebih baik punya lebih banyak peluang dan keunggulan dalam menghadapi kompetisi pasar yang masih akan ketat dalam beberapa tahun mendatang. Fleksibilitas menjadi kunci bertahan.