Permudah Modal Usaha, Perkuat Bantalan Sosial
Keyakinan dan ekspektasi konsumen, serta mulai menggeliatnya ekspansi pelaku usaha, perlu dijaga pada 2022. Kemudahan mendapatkan modal usaha perlu dijamin dan jaring pengaman sosial tetap perlu digulirkan.
Ekonomi nasional pada triwulan IV-2021 hingga awal 2022 terindikasi menggeliat usai terjatuh kembali pada triwulan III-2021 akibat merebaknya virus korona varian Delta. Kendati begitu, risiko lonjakan pandemi akibat penyebaran virus korona varian Omicron dan inflasi masih ada.
Untuk itu, pelaku usaha yang mulai berupaya meningkatkan kembali usahanya perlu dimudahkan memperoleh modal usaha. Bersamaan dengan itu, jaring pengaman sosial bagi masyarakat rentan tetap perlu digulirkan.
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada November 2021 mengindikasikan, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat. Hal ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2021 sebesar 118,5, lebih tinggi dari 113,4 pada Oktober 2021.
Ekspektasi konsumen pada enam bulan ke depan terhadap penghasilan, lapangan kerja, dan kegiatan usaha juga meningkat. BI mencatat, ketiga komponen penghitungan Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK) itu pada November 2021 masing-masing 137,9, 134,9, dan 140,7.
Indeks-indeks tersebut berada di atas 100. Ini menunjukkan optimisme dan ekspetasi konsumen tinggi. Namun, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini masih di area pesimistis atau di bawah 100, meskipun perlahan-lahan meningkat. Hal itu ditunjukkan oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) November 2021 sebesar 99,2, meningkat dari Oktober 2021 yang sebesar 91,8.
Sementara itu, IHS Markit menunjukkan, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia pada Desember 2021 meningkat ke level 51,3, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 50,6. Level PMI di atas 50 berarti menunjukkan ada geliat ekspansi usaha.
”Keyakinan dan ekspektasi konsumen, serta mulai menggeliatnya ekspansinya pelaku usaha, perlu dijaga pada 2022. Kemudahan mendapatkan modal usaha perlu dijamin dan jaring pengaman sosial tetap perlu digulirkan,” kata Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, Sabtu (8/1/2022).
Keyakinan dan ekspetasi konsumen, serta mulai menggeliatnya ekspansinya pelaku usaha, perlu dijaga pada 2022.
Menurut Yose, modal usaha sangat dibutuhkan berbagai kalangan usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah. Di saat permintaan kembali tinggi dan lonjakan sejumlah harga bahan baku, mereka yang terpuruk selama pandemi Covid-19 pasti membutuhkan modal usaha.
Oleh karena itu, pemerintah dan perbankan perlu menggulirkan program perkuatan dan pinjaman/kredit modal kerja. Jangan sampai mereka kesulitan memulihkan usahanya lantaran tidak memiliki modal kerja.
Selain itu, lanjut Yose, program jaring pengaman sosial juga tetap perlu digulirkan. Masih banyak masyarakat, terutama kelas menengah bawah atau berpendapatan rendah, yang membutuhkan bantuan sosial, bahkan pangan pokok murah.
”Mereka masih ada yang menganggur atau masih dikurangi jam kerjanya. Di tengah lonjakan harga sejumlah kebutuhan pokok dan penerapan sejumlah kebijakan baru pemerintah di sektor energi dan pajak, bisa membuat perbaikan daya beli tumbuh lambat,” ujarnya.
Sejumlah kebijakan itu, antara lain, kenaikan cukai rokok, tarif listrik, dan elpiji nonsubsidi, serta pengalihan penggunaan bahan bakar minyak yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, ada juga rencana pengenaan pajak karbon dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen.
Baca juga: Perbaikan Daya Beli Dibayangi Inflasi
Bayang-bayang tren kenaikan harga sejumlah komoditas global juga diperkirakan berlanjut pada tahun ini. Beberapa di antaranya, minyak kelapa sawit mentah (CPO), gas, jagung, dan bahan pakan impor, sudah tertransmisi ke kenaikan harga minyak goreng, elpiji 12 kilogram, telur dan daging ayam ras.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, harga pangan dunia melonjak 28 persen pada 2021 mencapai level tertinggi dalam satu dekade. Sepanjang 2021, rata-rata Indeks Harga Pangan FAO (FFPI) sebesar 125,7, tertinggi sejak 2011 yang kala itu sebesar 131,9.
Sepanjang 2021 itu, komoditas pangan yang harganya melonjak tinggi, antara lain, aneka minyak nabati, termasuk minyak sawit, gandum, jagung, dan gula. Tren kenaikan harga pangan itu masih berpeluang terjadi tahun ini baik akibat imbas terganggunya suplai akibat pandemi Covid-19 maupun gangguan cuaca atau perubahan iklim.
”Harga pangan tinggi biasanya diharapkan memberikan jalan bagi peningkatan produksi. Namun, tingginya ongkos produksi, pandemi global yang sedang berlangsung, dan kondisi iklim yang semakin tidak pasti menyisakan sedikit ruang untuk optimistis bahwa kondisi pasar akan lebih stabil pada 2022,” kata ekonom senior FAO, Abdolreza Abbassian, Kamis (6/1/2021), melalui keterangan tertulis (Kompas, 7/1/2022).
Baca juga: Harga Pangan Global Capai Rekor Tertinggi Satu Dekade
Sebelumnya, FAO juga meminta setiap negara memperkuat rantai pasok dan kelembagaan pangan agar tidak terjadi krisis pangan. Hal itu mencakup peningkatan produktivitas, diversifikasi sumber, stok, dan jaringan distribusi pangan.
”Holding” pangan terbentuk
Sementara itu, pemerintah berupaya menjaga stabilitas dan harga pangan baik melalui operasi pasar penyediaan bahan pokok harga terjangkau hingga memperkuat lembaga pangan. Untuk menstabilkan harga minyak goreng, misalnya, pemerintah akan menggelontorkan minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi seharga Rp 14.000 per liter selama enam bulan ke depan di pasar-pasar tradisional.
Adapun untuk memperkuat kelembagaan pangan, pemerintah telah membentuk Badan Pangan Nasional yang akan membawahi Perum Bulog sebagai ujung tombaknya. Di sisi lain, Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan juga resmi terbentuk pada 7 Januari 2022.
Kementerian BUMN telah mengalihkan saham lima BUMN kluster pangan kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI, selaku perusahaan induk (holding). Kelima BUMN itu adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Sang Hyang Seri, PT Perikanan Indonesia, PT Berdikari, dan PT Garam.
Baca juga: Trisula Pangan Nusantara
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan, pembentukan Holding BUMN Pangan ini bertujuan untuk merealisasikan visi kemandirian dan ketahanan pangan Indonesia pada 2045 untuk merealisasikan visi Indonesia 2045. Melalui holding ini, sektor pangan dari hulu hingga hilir akan semakin terintegrasi dan akan diperkuat dengan jaringan distribusi atau logistik dan digitalisasi bisnis.
Selain memperkuat ekosistem rantai pasok dan ketahanan pangan Indonesia, holding ini juga akan meningkatkan kesejahteraan produsen hulu pangan.
”Selain memperkuat ekosistem rantai pasok dan ketahanan pangan Indonesia, holding ini juga akan meningkatkan kesejahteraan produsen hulu pangan. Holding ini berkomitmen untuk memperkuat kemitraan dengan petani, peternak, nelayan, dan petambak,” kata Pahala melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Direktur RNI Arief Prasetyo Adi menambahkan, holding ini merepresentasikan kekuatan sektor pertanian, kelautan, dan perikanan, serta logistik dan perdagangan di Indonesia. Arahnya adalah mendukung ketahanan pangan nasional, serta inklusivitas petani, peternak, petambak, dan nelayan.
”Dalam waktu dekat ini, kami akan meluncurkan brand nama dan logo baru,” ujarnya.
Baca juga: Lampu Kuning Harga Pangan