Harga Kedelai Impor Meroket, Kedelai Lokal Jadi Buruan
Selama ini, pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri didominasi kedelai impor. Namun, dengan kenaikan harga pangan dunia, termasuk kedelai impor, harga kedelai lokal kini dapat bersaing dengan kedelai impor.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya harga pangan dunia, yang mendorong kenaikan harga kedelai impor menjadi berkah bagi petani kedelai lokal. Kondisi itu membuat harga kedelai lokal kini bisa bersaing dengan kedelai impor.
Hal itu antara lain dirasakan petani kedelai di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa tersebut sejak 2018 mengembangkan kedelai lokal dengan memanfaatkan lahan bekas galian C.
”Alhamdulillah, saat harga kedelai impor sedang naik, kedelai lokal permintaannya makin baik. Harga pun baik. Saat ini Rp 8.000 per kilogram di petani dan Rp 8.500 per kg untuk konsumsi (pembuatan tahu dan tempe). Terasa lebih baik lebih dari setahun terakhir. Sebelumnya sekitar Rp 6.000 per kg di petani dan Rp 6.500 per kg di konsumsi,” ujar Kepala Desa Cibulan Iwan Gunawan saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (5/1/2022).
Iwan mengakui, selama ini keberadaan kedelai impor sulit digantikan oleh kedelai lokal. Namun, pihaknya tetap berkomitmen untuk mengembangkan luas tanam setiap tahun. Pada akhir 2021, di bawah CV Agro Sinar Jaya, pihaknya menanam kedelai di atas lahan seluas 25 hektar.
Ia meyakini, kualitas kedelai lokal bisa lebih baik daripada kedelai impor selama perlakuan dan budidaya dilakukan dengan tepat. Meski saat ini masih dalam skala desa, ia berharap hal itu berkontribusi bagi kedaulatan kedelai lokal. ”Saya melihat, ini adalah momentum untuk kembali ke Merah Putih,” katanya.
Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, juga telah lama dikembangkan kedelai lokal. Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan sejak 2015 mengoperasikan Rumah Kedelai Grobogan (RKG). Di Grobogan, 1 kg kedelai bisa untuk membuat tempe sebanyak 1,6 kg tempe, padahal rata-rata di tempat lain 1 kg kedelai lokal hanya dapat dijadikan 1,3 kg tempe.
Manajer RKG Rarastianevi Annisa menuturkan, saat ini, harga kedelai lokal dari petani yang masih kotor berkisar Rp 10.500-Rp 11.000 per kg. ”Namun, masih bisa lebih tinggi lagi setelah dibersihkan. Kini, dengan naiknya harga kedelai impor, dan tidak jadi jauh berbeda, mudah-mudahan banyak perajin yang beralih ke kedelai lokal,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Balai Penyuluh Pertanian Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Ucu Rohillah, dalam webinar yang digelar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Selasa (4/1/2022), menuturkan, tidak adanya jaminan harga kedelai lokal selama ini kerap memicu rendahnya gairah petani dalam menanam kedelai.
Dampaknya, penggunaan kedelai impor sangat mendominasi pada industri tempe dengan pangsa pasar sekitar 80 persen.
Namun, pengembangan kedelai lokal tetap didorong dengan konsep kemitraan. ”FKDB (Forum Komunikasi Doa Bangsa) menawarkan kerja sama dari hulu sampai ke hilir. Ada output yang diinginkan, yakni mengubah sikap, perilaku, dan keterampilan petani agar mau kembali menanam kedelai,” katanya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi, dalam webinar itu, mengatakan, kondisi saat ini membawa berkah pada kedelai lokal. Pasalnya, kini harga kedelai impor saat tiba di Indonesia berkisar Rp 12.000-Rp 13.000 per kg.
”(Kondisi itu) Mengerek juga permintaan kedelai lokal atau dalam negeri. Pasar, seperti di Wonokromo (Surabaya), harganya Rp 9.000-Rp 12.000 per kg. Artinya, kompetitif harga (kedelai) dunia dan lokal. Bahkan, lebih bagus. Maka, kita berharap betul terwujudnya tahun kebangkitan kedelai (lokal),” kata Suwandi.