Pemerintah akan mengantisipasi kenaikan harga jagung dan kedelai baik melalui operasi pasar maupun impor gandum dan kedelai. Impor gandum untuk bahan baku pakan ternak pengganti jagung direncanakan sebanyak 300.000 ton.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga pangan global mulai berimbas terhadap harga sejumlah komoditas pangan nasional. Pemerintah perlu mengantisipasi hal ini dengan memperkuat stok pangan minimal untuk satu tahun ke depan serta menstabilkan harga agar tidak menggerus daya beli konsumen.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan adanya kenaikan harga pangan global, terutama minyak nabati, daging, gula, dan serealia. Hal itu tidak lepas dari imbas pandemi Covid-19, La Nina, biaya pengapalan, serta lonjakan permintaan bahan pangan dari negara-negara importir pangan sepanjang 2020-2021.
Pada 3 Juni 2021, FAO merilis Indeks Harga Pangan pada Mei 2021 sebesar 127,1 atau tumbuh 4,8 persen dari April 2021 dan 39,7 persen dibandingkan Mei 2020. Kenaikan tersebut menempatkan Indeks Harga Pangan dunia pada posisi tertinggi sejak September 2011. FAO juga menyebutkan, nilai impor pangan dunia, termasuk biaya pengiriman, diproyeksikan mencapai 1,715 triliun dollar AS pada 2021, naik 12 persen dari 1,53 triliun dollar AS pada 2020.
Adapun IMF pada 24 Juni 2021 melaporkan, rata-rata harga pangan global telah meningkat sebesar 47,2 persen pada Mei 2021 atau mencapai level tertinggi sejak 2014. Khusus untuk kedelai dan jagung antara Mei 2020 dan Mei 2021, harganya masing-masing naik 86 persen dan 111 persen. IMF memperkirakan rata-rata harga pangan global akan meningkat 25 persen sepanjang tahun ini.
Peneliti Bidang Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, Selasa (29/6/2021), mengatakan, kenaikan harga pangan global akan berimbas pada komoditas pangan yang masih kita impor, seperti kedelai, gandum, daging, dan gula mentah. Hal itu juga akan memengaruhi kenaikan harga jagung di dalam negeri yang merupakan bahan baku pakan ternak.
Yang perlu dicermati saat ini dan ke depan adalah kenaikan harga kedelai dan jagung. Selama ini ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor masih sangat besar. Sementara terkait jagung, produksi dalam negeri masih belum bisa mencukupi kebutuhan domestik.
”Kenaikan harga kedelai global bisa menyebabkan kenaikan harga tempe dan tahu seperti kejadian awal tahun ini. Adapun kenaikan harga jagung dapat berimbas pada melonjaknya harga ayam ras dan telur ayam ras,” kata Rusli saat dihubungi di Jakarta.
Kenaikan harga kedelai global bisa menyebabkan kenaikan harga tempe dan tahu seperti kejadian awal tahun ini. Adapun kenaikan harga jagung dapat berimbas pada melonjaknya harga ayam ras dan telur ayam ras.
Kementerian Perdagangan mencatat, rata-rata harga kedelai eceran secara nasional per Juni 2021 sudah tembus Rp 12.400 per kilogram (kg). Harga kedelai ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga pada Januari 2021 yang sebesar Rp 11.283 per kg. Untuk kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe, harganya rata-rata Rp 10.848 per kg atau naik 8,71 persen dibandingkan Mei 2021.
Sementara itu, harga jagung di tingkat peternak rata-rata sudah di atas Rp 5.000 per kg. Harga tersebut jauh di atas harga acuan jagung pakan di tingkat peternak yang telah ditentukan pemerintah, yaitu sebesar Rp 4.500 per kg.
Untuk komoditas pangan lain, seperti beras, gula, dan daging, lanjut Rusli, Indonesia akan terbantu dengan produksi di dalam negeri. Di tengah perlombaan negara-negara importir pangan mengamankan stok pangannya, ia berharap Indonesia bisa memastikan ketersediaan pasokan dari produsen untuk jangka panjang minimal satu tahun ke depan.
Impor dan operasi pasar
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pemerintah memang terus mencermati pergerakan harga kedelai impor dan jagung pakan ternak lantaran stoknya terbatas. Stok kedelai impor per 29 Juni 2021 sebanyak 470.000 ton atau cukup untuk kebutuhan dua bulan ke depan, sedangkan kekurangannya ke depan akan dipenuhi melalui impor.
Selain menjaga stok, pemerintah juga berupaya mengendalikan harga kedelai di tingkat importir Rp 9.200-Rp 9.300 per kg sehingga harga kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe berada di kisaran Rp 9.600-Rp 10.000 per kg.
”Dengan begitu, harga tempe akan mengalami penyesuaian menjadi Rp 17.000 per kg dari sebelumnya Rp 16.000 per kg, sedangkan harga tahu menjadi Rp 700 per potong dari sebelumnya Rp 650 per potong,” katanya.
Kementerian Perdagangan juga telah meminta Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) untuk melakukan operasi pasar (OP) terbatas bagi perajin tempe dan tahu dalam tiga bulan ke depan. Target penyalurannya sebanyak 5.000 ton per bulan, sedangkan harganya Rp 10.000 per kg di tingkat importir dan di tingkat perajin paling tinggi Rp 10.000 per kg.
Pemerintah juga berupaya mengendalikan harga kedelai di tingkat importir Rp 9.200-Rp 9.300 per kg sehingga harga kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe berada di kisaran Rp 9.600-Rp 10.000 per kg.
Untuk jagung, lanjut Oke, stoknya diperkirakan akan terus bertambah karena sudah mulai panen di sejumlah daerah. Namun, untuk mengantisipasi kekurangan stok, pemerintah akan mengimpor gandum untuk pakan ayam sebanyak 300.000 ton. Gandum impor ini dikhususkan bagi peternak ayam pedaging, bukan petelur.
Berdasarkan data prognosis neraca pangan strategis periode Mei-Agustus 2021 Kementerian Pertanian, stok jagung pada April 2021 sebanyak 2,28 juta ton dan produksi sepanjang Mei-Agustus sebanyak 7,59 juta ton. Kebutuhan jagung dalam periode tersebut diperkirakan sebanyak 6,4 juta ton.
Oke menambahkan, untuk komoditas pangan lain, seperti gula dan beras, stok di dalam negeri masih berlimpah. Untuk gula, saat ini tengah musim giling tebu dan jumlah stoknya per 29 Juni 2021 sebanyak 434.360 ton atau cukup untuk dua bulan ke depan. Adapun untuk beras, Perum Bulog masih memiliki stok sebanyak 1,39 juta ton, cukup untuk 18 bulan mendatang.