Koperasi Multipihak Bisa Jadi Alternatif Baru
Kementerian Koperasi dan UKM membuka peluang pendirian koperasi model multipihak. Koperasi dengan model ini diharapkan menjawab kebutuhan pengembangan usaha dengan model bisnis terkini, seperti usaha rintisan teknologi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F04%2F20180430_KOPI-KERINCI_3_web.jpg)
Anggota Koperasi Solok Radjo menjemur kopi arabika di fasilitas pengeringan milik koperasi di Desa Aie Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Sabtu (27/1/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana memberlakukan model koperasi multipihak mulai April 2022. Koperasi model ini dinilai dapat mengagregasi para pihak yang terlibat dalam suatu bisnis di bawah satu payung koperasi.
Model koperasi multipihak juga dapat digunakan oleh usaha rintisan (start up)digital dan alternatif bisnis baru bagi kelompok milenial dalam membangun perusahaan. Kini bahkan sangat terbuka peluang badan usaha koperasi bertransformasi menjadi koperasi multipihak.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (4/1/2022), menyatakan, Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (Permenkop) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multipihak sebenarnya sudah disahkan pada 21 Oktober 2021. Namun, dengan berbagai pertimbangan, pemerintah baru memberlakukan pendirian koperasi multipihak mulai April 2022.
Menurut Teten, regulasi baru ini ingin menjawab kebutuhan dunia bisnis yang terus berkembang melalui lembaga bisnis berbentuk koperasi. Model-model bisnis baru dapat membentuk koperasi multipihak, seperti start up digital yang sedang berkembang saat ini.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di sela-sela rapat koordinasi nasional ”Transformasi Digital Koperasi dan UMKM” di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (12/11/2021).
”Tren perubahan dalam model bisnis sekarang mengarah pada bentuk-bentuk sharing economy atau collaborative economy. Pendekatan bisnis dilakukan dengan mengagregasi para pelaku pada semua rantai nilai dari industri tersebut. Hal ini yang kemudian disikapi pemerintah dengan terobosan berupa regulasi koperasi multipihak,” kata Teten.
Baca juga : Lembaga Penjamin Simpanan untuk Koperasi Dinilai Perlu Direalisasikan
Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi menjelaskan, model koperasi multipihak bertujuan memperbesar volume dan keberlanjutan bisnis bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, seperti di industri kopi. Banyak pihak dapat terlibat di komoditas ini, mulai dari petani, pengepul, roastery, wirausaha, hingga investor dapat dikolaborasikan dalam suatu wadah koperasi. ”Keunggulan koperasi multipihak adalah kemampuannya mengagregasi berbagai modal menjadi daya ungkit bagi perusahaan,” ujarnya.
Keunggulan koperasi multipihak adalah kemampuannya mengagregasi berbagai modal menjadi daya ungkit bagi perusahaan.
Menurut Zabadi, pola seperti itu tidak bisa dilakukan melalui koperasi konvensional yang anggotanya seragam, seperti koperasi petani yang semua anggotanya tentu petani. Padahal, kenyataannya, bisnis ini membutuhkan pengolah produk, wirausaha yang memiliki kepakaran tertentu, serta akses pasar.
Model koperasi multipihak dinilai memiliki sejumlah kekhasan, antara lain, setiap anggota yang berbeda latar belakang dan peran tersebut dinaungi dalam kelompok. Dalam Permenkop Nomor 8 Tahun 2021, hal itu disebut sebagai Kelompok Pihak Anggota.

Kekhasan berikutnya adalah pada pengambilan keputusan. Pada koperasi konvensional keputusan dilakukan secara voting atau pengambilan suara terbanyak dengan prinsip satu orang satu suara. Pada koperasi multipihak, voting tetap ada, tetapi sudah berada pada Kelompok Pihak Anggota. Lalu, keputusan final berada di rapat anggota paripurna. Mekanismenya bisa proportional right voting atau cara-cara lainnya. Dengan cara demikian, koperasi multipihak bisa menjaga dan melindungi kepentingan semua pemangku kepentingan.
Aplikasi Koperasi Multi Pihak pada usahawan perusahaan rintisan digital menjadi lebih mudah. Pembentukan koperasi pada sektor usaha ini bisa dalam bentuk kelompok-kelompok, misalnya kelompok pendiri (founder dan co-founder), kelompok pekerja/karyawan, kelompok mitra, dan kelompok investor.
”Apabila menghendaki pengguna, yang jumlahnya jutaan, untuk terlibat, mereka bisa dilibatkan dalam kelompok sendiri. Meski demikian, pengguna yang jumlahnya jutaan tidak mendominasi kelompok lain yang jumlahnya sedikit, seperti founder, pekerja, mitra, investor, atau sebaliknya,” kata Zabadi.
Menurut Zabadi, di negara lain, koperasi multipihak dimanfaatkan untuk kebutuhan segala bisnis. Di Indonesia, koperasi model ini memang masih menjadi terminologi baru. Koperasi ini dimulai dari Hebden Bridge Fustian Manufacturing Co-operative Society di Inggris yang bertransformasi menjadi koperasi multipihak pada tahun 1870.
Baca juga : Tahun Berbenah Koperasi dan UMKM

Model koperasi multipihak secara legal berkembang di Italia pada tahun 1991, Kanada (1997), Portugal (1998), Perancis (2001), dan sebagainya. Italia dianggap sebagai praktik terbaik (best practice) koperasi multipihak di dunia yang saat ini memiliki sekitar 14.000 koperasi dan sebagian besar bergerak di sektor sosial.
Model ini dapat dipraktikkan untuk kebutuhan bisnis apa pun, mulai dari jasa, produksi, konsumsi, distribusi, digital, pertanian, sosial, dan sebagainya, sehingga sangat fleksibel dan terbuka bagi pengembangan aneka inovasi yang dikehendaki anggota koperasi.
Menurut Zabadi, dengan terbitnya Permenkop Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak, masyarakat sudah bisa mendirikan atau mengubah koperasi yang ada menjadi koperasi multipihak dengan mengubah Anggaran Dasar. Namun, apabila model koperasi konvensional masih dianggap lebih tepat, mereka dapat mempertahankan model tersebut.
”Pemerintah tetap memfasilitasi model koperasi yang ada sesuai pilihan masyarakat atau koperasi masing-masing,” ujar Zabadi.
Baca juga : Peta Jalan Transformasi Digital Koperasi Amat Diperlukan
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan, koperasi multipihak perlu benar-benar dipahami. Tidak sekadar melemparkan gagasan pembentukannya.
Suroto menjelaskan, setiap musim panen tiba, harga hasil pertanian pangan, baik padi maupun palawija, selalu jatuh. Akibatnya, petani kehilangan motivasi untuk bertani. Tak jarang harga jatuh seperti pada cabai dan tomat. Bukan hanya di bawah harga pokok produksi, ongkos panen pun bisa lebih mahal ketimbang harga jual hasil panen.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F07%2Fbb460905-4b12-4d0b-9e82-731a051755e5_jpg.jpg)
Tambak koperasi petani di Desa Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (26/6/2021).
Jatuhnya harga menandakan lemahnya kelembagaan petani. Para petani yang hanya bergerak di sektor produksi tunduk pada kekuatan para pemilik modal besar, sebut saja jaringan mafia pangan, yang biasanya bergerak di sektor seperti pembelian, perkreditan, pengolahan, pengepakan, dan pemasaran.
Para petani kecil dari sejak musim paceklik sudah dijerat oleh pengijon dan tengkulak. Saat panen tiba, mereka tidak lagi dapat menikmati panenannya. Apabila gagal panen, mereka juga tidak ditopang asuransi. Alhasil, mereka makin dalam terjerat utang dari para pengijon.
Suroto menjelaskan, koperasi unit desa adalah masa lalu, produk gagal yang mesti diganti dengan inovasi baru untuk memperkuat kelembagaan petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka. ”Kita harus berani membangun sesuatu yang baru untuk memperkuat organisasi petani melalui konsep koperasi pertanian basis multipihak,” ujarnya.
Koperasi ini, lanjut Suroto, melibatkan berbagai pihak, baik produsen, pekerja, konsumen, maupun investor, menghubungkan kepentingan seluruh pendukung kedaulatan pangan dalam satu organisasi. Koperasi diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh bisnis pertanian, baik di sektor on farm maupun off farm.
Agar tak mengulangi kesalahan masa lalu, koperasi pertanian multipihak ini mesti diberdayakan dalam kerangka pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat yang mengedepankan partisipasi dan prakarsa masyarakat. Mereka tidak boleh hanya menjadi obyek program, tetapi juga harus diperkuat kapasitasnya untuk turut mengawasi berjalannya usaha dari koperasi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2F20210119GER_Ficer-Koperasi-Sang-Timur5_1611041072.jpg)
Petani buah naga Wiyono (39) memasang lampu di kebun buah naga miliknya di Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, Kamis (7/1/2021).
Hal terpenting adalah program pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan yang mesti menjadi landasan kekuatan koperasi pertanian multipihak. Program pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan tidak hanya menyangkut teknik manajemen, tetapi juga aspek substansial nilai-nilai dan prinsip yang jadi landasan operasional koperasi.
”Secara operasional, manfaat ekonomi koperasi harus dihitung dan didistribusikan secara jelas sesuai dengan besaran partisipasi setiap pihak. Hal ini penting untuk menjaga prinsip resiprokatif koperasi. Model bisnis koperasi mesti menggunakan asas subsidiaritas,” kata Suroto.
Ia menambahkan, konsep baru koperasi pertanian multipihak ini ke depan juga dapat dikembangkan ke dalam basis bisnis yang lebih luas. Misalnya perkulakan/pasar kebutuhan sehari-hari, simpan pinjam, perasuransian, dan pemasaran produk bersama.
Koperasi ini juga dapat beroperasi menyalurkan sarana produksi pertanian di setiap desa. Melalui koperasi pertanian multipihak, jalur distribusi kepemilikan dan pengawasannya dapat dilakukan anggota secara dinamis.
Baca juga : Koperasi Didorong Lebih Modern dan Berdaya Tahan