Pemerintah melihat ada peluang besar untuk mengembangkan koperasi menjadi lebih modern dengan memanfaatkan teknologi digital. Koperasi diarahkan untuk dikelola secara profesional agar mampu bersaing dan berdaya tahan.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengelola koperasi didorong untuk lebih modern dan memiliki daya tahan di tengah perkembangan zama. Pemerintah melihat ada peluang besar untuk mengembangkan koperasi menjadi lebih modern dengan memanfaatkan teknologi digital.
Saat ini belum semua koperasi dapat memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan usahanya. Apalagi, persoalan riil yang dihadapi koperasi sangat beragam dan tidak seluruhnya dapat diselesaikan dengan memanfaatkan teknologi digital.
Sekretaris Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Devi Rimayanti, dalam webinar ”Korporasi Petani dan Nelayan Melalui Wadah Koperasi” di Jakarta, Minggu (12/12/2021), mengatakan, pemerintah dalam program kerjanya berupaya mewujudkan koperasi modern secara bertahap dan mendorong koperasi untuk tidak kalah dengan korporasi.
Pemerintah berencana menjadikan tahun 2024 sebagai tahun pemantapan bagi koperasi modern, yaitu melalui publikasi koperasi modern Indonesia. ”Ini harus dipublikasikan secara masif dan besar-besaran. Koperasi sudah bisa sejajar dengan perusahaan lain atau dengan BUMN (badan usaha milik negara) yang bagus-bagus selama ini,” kata Devi.
Menurut Devi, strategi yang bisa dilakukan untuk memodernisasi koperasi, antara lain dengan mengembangkan koperasi multipihak. Kementerian Koperasi dan UKM saat ini sudah mengeluarkan peraturan mengenai koperasi multipihak, yakni koperasi yang memiliki minimal dua jenis kelompok anggota berbeda untuk mengagregasi kepentingan serta memberi manfaat yang wajar dan berkeadilan.
Sebenarnya, kata Devi, banyak koperasi di luar sektor riil, terutama koperasi simpan-pinjam yang sudah modern. Namun, pemerintah ingin fokus memodernisasi koperasi sektor riil, terutama pertanian dan perikanan.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Saroyo Cilacap Untung Jayanto, saat berbagi pengalaman dalam webinar tersebut mengungkapkan, KUD Mina Saroyo masih ditunjuk Pemerintah Kabupaten Cilacap untuk mengelola tempat pelelangan ikan (TPI). Beberapa waktu lalu, persoalan yang dihadapi koperasi ini berkutat pada persoalan konsep retribusi. Sebab, dengan konsep tersebut, koperasi harus memberikan masukan kas daerah.
Akan tetapi, dari hasil konsultasi dengan pihak berwenang di Provinsi Jawa Tengah, konsep retribusi atau pungutan resmi itu harus diubah menjadi biaya administrasi lelang (BAL). Walaupun konsep BAL ini sudah dilaksanakan pada Februari 2010, KUD Mina Saroyo tetap berupaya mengelola secara professional dan memerhatikan kesejahteraan nelayan. ”Mendekati akhir tahun 2021, kami masih diberi kepercayaan,” ujar Untung.
Dari catatan KUD Mina Saroyo, pada 2008-2009, TPI ini masih diserahkan kepada Puskud Mina Baruna dan bekerja sama dengan KUD Mina Saroyo. Produksinya hanya mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 22 miliar. Begitu dikelola oleh KUD Mina Saroyo, pengelolaan TPI ini pernah mencapai nilai tertinggi sebesar Rp 93 miliar.
Sejak keberhasilan tersebut, perubahan konsep retribusi menjadi BAL akhirnya disahkan. Awalnya, pembagian BAL itu secara rinci terdiri nelayan dikenakan sebesar 3 persen dan bakul ikan 2 persen sehingga total BAL sebesar 5 persen. Dari persentase itu, peruntukannya ditujukan untuk pengembangan KUD Mina Saroyo (0,45 persen), perawatan TPI (0,20 persen), biaya penyelenggaraan lelang (1,5 persen), tabungan nelayan (1 persen), tabungan bakul ikan (0,25 persen), dana sosial (0,50 persen), santunan kematian (0,30 persen), dana paceklik (0,50 persen), operasional Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (0,10 persen), dan operasional produksi (0,20 persen).
Tahun 2015, BAL ini ditingkatkan lagi 0,5 persen untuk komponen biaya nelayan. Hal itu disetujui dalam rapat anggota tahunan (RAT) KUD Mina Saroyo untuk membantu operasional HNSI yang selama ini dipandang banyak membantu perjuangan kebutuhan nelayan. Sejak itulah, rincian BAL yang sebagian besar tetap sama, hanya mengalami sedikit perubahan pada santunan kematian (0,35 persen) dan operasional HNSI (0,50 persen).
”Adapun pengelolaan dana-dana kesejahteraan nelayan tersebut dibagikan menjelang Hari Raya Idul Fitri atau H-15, kecuali dana santunan diserahkan kepada ahli waris paling lambat satu minggu setelah anggota koperasi meninggal,” kata Untung.
Sementara itu, Ketua Koperasi Gunung Luhur Berkah Miftahudin Shaf menjelaskan, koperasinya bergerak dalam bidang pertanian dan perkebunan, khususnya budi daya kopi. Koperasi ini bermitra dengan Perum Perhutani.
Kegiatan produksi kopi ini sekaligus menjadi pembeda karena membantu konservasi lingkungan. Bukan hanya membantu ekonomi bagi petani kecil, tetapi juga turut andil dalam konservasi lingkungan.
”Kami juga menciptakan kolaborasi bisnis dengan mitra-mitra pelanggan lokal dan internasional yang berkelanjutan. Dalam visi, kami juga memperkuat sumber daya manusia di bidang teknologi informasi, bahasa, dan pemasaran,” ujar Miftahudin.
Untuk mengarah pada korporasi, lanjut Miftahudin, koperasinya juga sudah memiliki legalitas usaha, di antaranya legalitas izin ekspor terdaftar kopi dari Kementerian Perdagangan. Selain itu ada legalitas koperasi pengelola gudang dalam sistem resi gudang untuk komoditas kopi dan izin jasa pengelolaan gudan lainnya. Gudang koperasi ini bahkan memiliki izin tempat karantina dari Balai Karantina Tanjung Priok untuk memperlancar komoditas yang akan diekspor.