Industri Kembali Berjaga-jaga Hadapi Potensi Lonjakan Covid-19
Ketidakpastian di ujung tahun membuat pelaku industri kembali berhati-hati. Selain potensi lonjakan Covid-19 akibat mobilitas di dalam negeri, rantai pasok global dikhawatirkan semakin terganggu oleh varian baru Omicron.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja baik industri pengolahan selama beberapa bulan terakhir ini bisa kembali terganggu jika kasus Covid-19 melonjak lagi di tengah ancaman varian baru Omicron dan peningkatan mobilitas pada akhir tahun. Pelaku industri di sejumlah sektor kembali mewaspadai dampak potensi lonjakan kasus Covid-19.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada November 2021 tercatat berada di level 53,9. Meski sektor manufaktur masih berada di zona ekspansif, yakni dengan level PMI Manufaktur di atas 50, capaian itu menurun dari level 57,2 pada Oktober 2021.
Sebelumnya, kinerja industri manufaktur sempat terpukul saat varian Delta merebak pada Juni-Agustus 2021. Saat itu, PMI Manufaktur terkontraksi ke level 40,1 pada Juli 2021 dan 43,1 pada Agustus 2021, tetapi dengan cepat kembali ke level 52,2 pada September 2021 setelah penularan virus melandai dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dilonggarkan pemerintah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan, industri alas kaki sudah mulai tumbuh pesat lagi setelah sempat terdampak gelombang kedua varian Delta. Beberapa pabrik sepatu kini kembali berencana menambah kapasitas produksi dan karyawan.
”Kondisi sekarang sudah bagus lagi. Sejak pandemi mulai melandai lagi, kapasitas beroperasi pabrik-pabrik sudah kembali di atas 50 persen setelah sebelumnya sempat turun sampai 20-30 persen,” kata Firman saat dihubungi, Kamis (9/12/2021).
Akan tetapi, ketidakpastian di pengujung tahun membuat pelaku industri kembali berhati-hati. Selain potensi lonjakan kasus Covid-19 akibat pergerakan masyarakat yang diprediksi naik selama periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, ada pula ancaman varian baru Omicron yang sekarang mulai ditemukan di negara-negara tetangga.
”Ada pabrik-pabrik yang bersiap mau kembali menambah investasi, merekrut karyawan, membeli bahan baku, tapi saat ini harus wait and see lagi melihat efek libur panjang Nataru (Natal dan Tahun Baru) dan kemunculan Omicron,” katanya.
Menurut dia, situasi saat ini serupa dengan momen hari raya Idul Fitri, ketika industri sempat mengalami pertumbuhan pada Mei-Juni 2021, tetapi akhirnya terpaksa ”menginjak rem” karena kasus Covid-19 melonjak setelah hari raya.
Keputusan pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPKM level 3 saat Natal dan Tahun Baru di satu sisi baik untuk kondisi pasar, tetapi dikhawatirkan bisa memunculkan lagi lonjakan kasus, yang pada akhirnya berdampak juga pada aktivitas operasional industri.
”Peluang sebenarnya sudah ada di tangan, tinggal bagaimana kita menjaga protokol kesehatan agar jangan sampai ada gelombang ketiga. Semoga pelonggaran Nataru bisa membawa berkah, tapi tidak sampai membuat pandemi memburuk,” ujar Firman.
Secara umum, menurut dia, pelaku industri sudah lebih siap. Rata-rata 70 persen pekerja di di sektor alas kaki sudah divaksinasi dengan dua suntikan dosis. Industri juga sudah mempunyai prosedur standar untuk melakukan telusur, tes, dan tindak lanjut (3T). ”Industri mulai terbiasa dengan naik turun pandemi,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono. Vaksinasi terhadap pekerja terus digenjot hingga di atas 70 persen karyawan sudah disuntik satu kali dosis. Industri masih mengupayakan vaksinasi bagi keluarga karyawan lewat berbagai jalur.
”Belajar dari pengalaman waktu Delta, karyawan kami banyak yang kena di kluster keluarga. Hampir runtuh itu di Juli. Sekarang, kami ketar-ketir juga karena vaksinasi di daerah luar Jawa belum merata, khususnya untuk keluarga karyawan,” ujarnya.
Saat ini, utilitas industri olefin, aromatik, dan plastik di hulu mencapai 95 persen dan di hilir sudah membaik hingga 75-80 persen. Permintaan plastik kemasan untuk kebutuhan pariwisata dan pesta juga sudah membaik sehingga utilitas industri hilir untuk pariwisata dan pesta sudah kembali di 60 persen.
”Waktu Delta, itu sempat menurun sampai 40 persen. Sekarang ini, karena kasus melandai, sektor pariwisata dan pesta sudah mulai ramai lagi. Jadi, permintaan mulai meningkat lagi,” kata Fajar.
Rantai pasok
Untuk saat ini, dampak dari kemunculan Omicron belum signifikan dirasakan karena varian baru dari Afrika itu belum merebak di China. ”Kalau China sudah kena, dampaknya ke mana-mana. Rantai pasok yang sekarang sudah macet bisa semakin terganggu. Kontainer semakin langka, pasokan bahan baku dan komponen untuk mesin produksi juga,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman tidak terlalu khawatir dengan kemunculan mutasi varian baru di akhir tahun. ”Sepertinya dampaknya lebih ringan daripada Delta sehingga konsumen juga tidak terlalu khawatir. Di triwulan IV ini, permintaan masih tinggi,” ujarnya.
Kendati demikian, gangguan sistem rantai pasok global masih menjadi kekhawatiran pelaku industri. Biaya logistik di dalam negeri saat ini naik hingga 30 persen, sementara untuk ekspor melonjak ekstrem mencapai 300-500 persen.
”Ini susah diatasi karena urusannya dengan sistem global. Pertama, kontainer susah dicari. Kedua, kalaupun ada, harganya mahal sekali. Akhirnya, banyak industri yang tidak bisa memenuhi kontrak. Default. Untuk sekarang ini, rata-rata buyer masih bisa mengerti. Tetapi, kalau berlama-lama, bisa kehilangan pasar,” tutur Adhi.