Industri Manufaktur Diyakini Masih Kuat Hadapi Tekanan
Industri manufaktur diproyeksi tetap tumbuh positif di kisaran 4-5 persen pada triwulan III-2021. Sistem IOMKI yang disiplin dan vaksinasi menjadi kunci agar industri tidak terpuruk terlalu dalam selama pengetatan PPKM.
Oleh
Agnes Theodora, Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja industri manufaktur menjadi sumber pendorong pertumbuhan ekonomi terbesar pada triwulan II-2021. Kendati kini sedang lesu akibat terdampak ledakan kasus Covid-19 dan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat, industri manufaktur dinilai masih memiliki resiliensi tinggi sehingga akan pulih kembali dengan cepat.
Badan Pusat Statistik mencatat, kinerja industri manufaktur nonmigas tumbuh 6,91 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Dengan capaian tersebut, dibandingkan dengan sektor lapangan usaha lainnya, industri pengolahan menjadi pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi pada periode April-Juni 2021 dengan kontribusi 1,35 persen.
Lima sektor industri manufaktur nonmigas yang pertumbuhannya paling tinggi sepanjang April-Juni 2021 adalah industri alat angkutan (tumbuh 45,7 persen), industri logam dasar (18,03 persen), industri mesin dan perlengkapan (16,35 persen); industri karet, barang dari karet dan plastik (11,72 persen); dan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional (9,15 persen).
Hampir semua sektor mengalami pertumbuhan positif secara tahunan, kecuali industri tekstil dan pakaian jadi yang masih terkontraksi minus 4,54 persen dan industri pengolahan tembakau yang minus 1,07 persen.
Gambaran kinerja manufaktur selama triwulan II-2021 itu sejalan dengan Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI Manufaktur) oleh IHS Markit, yang mencatat bahwa aktivitas industri pengolahan sejak November 2020 terus melaju di zona ekspansif (di atas angka 50). Pada periode Maret-Mei 2021, PMI Manufaktur berturut-turut menyentuh rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir sejak survei IHS Markit dimulai.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada konferensi pers virtual, Kamis (5/8/2021), meyakini, meskipun kinerja manufaktur mulai menurun pada Juli 2021 akibat terdampak ledakan kasus Covid-19 dan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), kondisi itu hanya sementara.
”Resiliensi industri manufaktur dalam negeri tidak perlu dikhawatirkan. Kita tinggal menunggu vaksinasi pekerja industri yang lebih gencar agar industri bisa kembali menjalankan proses produksi secara normal,” kata Agus.
Penurunan industri manufaktur itu tampak dari PMI Manufaktur Indonesia yang turun ke level 40,1 pada Juli 2021, setelah 8 bulan sebelumnya terus berada di zona ekspansif.
Agus menilai penurunan pada Juli 2021 mau tidak mau pasti terjadi karena pasokan bahan baku oksigen untuk sejumlah sektor industri sedang menipis. Industri memprioritaskan produksi oksigen untuk keperluan medis sebanyak 90 persen, sementara untuk keperluan industri ditekan hingga 10 persen. Hal itu memengaruhi kinerja sejumlah sektor.
Selain itu, ada pula pengaruh dari kelangkaan cip semikonduktor di level global untuk sejumlah sektor, seperti otomotif, yang akhirnya ikut berdampak pada sektor pendukung lainnya. ”Kalaupun ada tekanan terhadap industri yang berkaitan dengan hadirnya varian Delta ini, tekanannya tidak terlalu berat,” kata Agus.
Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, indikator impor bahan baku dan barang modal yang masih meningkat tinggi pada triwulan II-2021 menunjukkan bahwa geliat sektor manufaktur masih cukup tinggi. ”Kita percaya sektor manufaktur resiliensinya masih tinggi. Untuk sementara ini memang turun karena adanya lonjakan kasus akibat varian Delta. Namun, secara keseluruhan diharapkan tidak akan terpengaruh terlalu banyak,” katanya.
Oleh karena itu, ujar Sri, faktor dasar yang harus dipastikan adalah pengendalian Covid-19. ”Kita masih bisa melakukan kegiatan manufaktur jika vaksinasi terus digencarkan dan kegiatan industri dilakukan dengan mengedepankan protokol kesehatan,” ujar Sri Mulyani.
Proyeksi pertumbuhan
Agus Gumiwang memprediksi, industri pengolahan tetap tumbuh positif pada triwulan III-2021 di kisaran 4-5 persen dan pada triwulan IV-2021 di kisaran 5-6 persen. Kinerja industri diyakini tetap kuat dengan implementasi sistem izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), yang masih memungkinkan industri tertentu beroperasi meski di tengah pengetatan PPKM.
Data Kemenperin, pada periode 30 Juli-2 Agustus 2021, pemerintah mengeluarkan 21.788 IOMKI kepada 19.903 perusahaan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 300 IOMKI dicabut. ”Itu dicabut bagi perusahaan yang tidak menegakkan protokol kesehatan di lingkungan industrinya masing-masing,” ujar Agus.
Secara total, ada 5,7 juta orang yang terdaftar bekerja di perusahaan-perusahaan yang mengantongi IOMKI tersebut. Pada periode 30 Juli-2 Agustus, sebanyak 62,85 persen atau 1,98 juta karyawan sudah divaksin. Sementara sebanyak 24.491 karyawan terpantau terpapar Covid-19.
Selain menjaga aktivitas industri lewat IOMKI, pemerintah juga akan memperluas pemberian kebijakan harga gas bumi tertentu senilai 6 dollar AS per MMBTU. Saat ini, baru tujuh sektor industri yang bisa menikmati kebijakan itu. Namun, pemerintah sedang mendorong agar 13 sektor lainnya juga bisa mendapat keringanan itu.
”Intinya agar semua industri yang butuh gas sebagai bahan baku bisa ikut terlayani. Karena sudah terbukti bahwa kebijakan ini sangat membantu industri, memberi daya saing, dan mendorong ekspor,” kata Agus.
Kendati demikian, secara terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Industri Arsjad Rasjid meminta, untuk menggerakkan ekonomi tanpa mengabaikan penanganan Covid-19, pemerintah perlu membuka penuh industri esensial, terutama sektor yang berorientasi ekspor.
Namun, syaratnya, perusahaan harus disiplin protokol kesehatan di lingkungan kerja dan telah memvaksinasi semua karyawan. ”Kalau tidak, akan sulit sekali. Karena kita harus melihat bahwa sekarang ini sedang ada permintaan global yang tinggi. Kita harus mengambil posisi untuk bisa menjadi salah satu pemain utama di rantai pasok dunia,” ujarnya.