Siap-siap, Implementasi IE CEPA Mulai November Tahun Ini
Per 1 November 2021, Indonesia akan memulai babak baru kerja sama dengan negara-negara anggota EFTA melalui IE CEPA. Sejumlah peluang perlu dimanfaatkan dan sejumlah tantangan perlu diantisipasi.
Oleh
Hendriyo widi
ยท4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (1/9/2021).
JAKARTA, KOMPAS - Sebentar lagi, tepatnya pada 1 November 2021, Indonesia bersama Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss mengimplementasikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) atau IE CEPA. Jika dimanfaatkan dengan baik, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan ekspor, melainkan juga perdagangan jasa dan investasi.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, per 1 November 2021, Indonesia akan memulai babak baru kerja sama dengan negara-negara anggota EFTA melalui IE CEPA. Perjanjian ini akan meningkatkan akses pasar barang dan jasa, termasuk fasilitasi arus barang dan kepabeanan, serta tenaga kerja; investasi; dan pengembangan sumber daya manusia.
"Indonesia juga dapat meningkatkan program-program kerja sama ekonomi lainnya dengan empat negara tersebut," kata Lutfi melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (29/10/2021) malam.
Perjanjian ini akan meningkatkan akses pasar barang dan jasa, termasuk fasilitasi arus barang dan kepabeanan, serta tenaga kerja; investasi; dan pengembangan sumber daya manusia.
Khusus sektor perdagangan barang, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2021 tentang Ketentuan Asal Barang (KAB) Indonesia dan Ketentuan Penerbitan Deklarasi Asal Barang (DAB) untuk Barang Asal Indonesia.
DAB merupakan dokumen yang membuktikan barang yang akan diekspor telah memenuhi KAB Indonesia dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Keterangan Asal (SKA).
DBA dapat digunakan sebagai pengganti SKA untuk mendapatkan tarif preferensi di negara tujuan ekspor. Agar dapat menggunakan DAB, eksportir harus tergistrasi terlebih dahulu sebagai Eksportir Terigistrasi (ER) dan atau Eksportir Tersertifikasi (ES) melaui sistem e-SKA.
"Dengan begitu, arus barang ekspor dan efektivitas pelaksanaan penerbitan DAB Indonesia ini diharapkan akan semakin lancar dan meningkat," kata Lutfi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi beserta jajarannya berkunjung ke Harian Kompas di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (28/4/2021).
IE CEPA juga diharapkan dapat dimanfaatkan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) melalui fasilitasi tarif preferensi. Indonesia akan mendapatkan tarif 0 persen atas penghapusan 7.042 pos tarif atau 81,74 persen dari total pos tarif dari Swiss dan Liechtenstein, 8.100 pos tarif (94,28 persen) dari Islandia, dan 6.388 pos tarif (99,94 persen) dari Norwegia.
Swiss, misalnya, mengenakan tarif 0 persen untuk emas dan perhiasan, tekstil, alas kaki, kendaraan roda dua, dan minyak esensial. Begitu juga dengan Islandia yang mengenakan tarif 0 persen bagi Indonesia untuk produk kopi, alas kaki, minyak ikan, ikan, udang, kertas, dan furnitur.
Kemendag mencatat, total ekspor Indonesia ke empat negara EFTA pada Januari-Agustus 2021 senilai 1,11 miliar dollar AS. Adapun total impor Indonesia dari negara-negara itu senilai 504,5 juta dollar AS.
Dalam IE-CEPA, Swiss juga sepakat menerima sertifikasi sawit berkelanjutan Indonesia, yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Syaratnya, pemberian tarif preferensial khusus minyak kelapa sawit mentah (CPO) harus memenuhi standar keberlanjutan dan kedua negara dapat bekerja sama memperbaiki dan memperkuat ISPO. Semula, Swiss dan negara-negara Eropa yang lain hanya menerima sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
Berbeda dengan Islandia dan Norwegia yang mengenakan tarif 0 persen pada CPO, Swiss memberlakukan syarat penurunan tarif. Untuk kuota bervariasi dalam kontainer maksimal 2 ton mendapat penurunan tarif 20 persen-40 persen hingga tahun ke-5. Adapun kuota 100 ton dengan kemasan botol maksimal 2 liter dan untuk konsumsi dikenai tarif 0 persen.
Di sektor investasi, Indonesia telah menawarkan komitmen di lima sektor investasi potensial yang terdiri atas 182 subsektor. Kelima sektor itu adalah pertanian, pertambangan, manufaktur, energi, dan penyediaan air bersih.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Shinta Widjaja Kamdani, menuturkan, Indonesia harus benar-benar memanfaatkan IE-CEPA untuk meningkatkan ekspor dan investasi. Masih banyak produk Indonesia yang potensial atau belum optimal dipasarkan ke negara-negara EFTA, seperti nikel, udang, dan ikan air tawar.
Di sektor investasi, Indonesia harus bisa menangkap investasi di sektor pertanian dan manufaktur, terutama dalam penerapan teknologi tinggi untuk mendukung pengembangan industri 4.0 Indonesia. Swiss memiliki potensi tersebut. Adapun Islandia, Indonesia bisa bekerja sama dalam pengembangan energi baru terbarukan.
Hambatan itu terutama terkait kualitas produk, baik mencakup standardisasi maupun aspek lingkungan hidup atau berkelanjutannya, juga perlunya pendampingan UKM untuk meningkatkan kualitas produk.
Shinta juga mengingatkan masih ada hambatan nontarif yang bakal dihadapi dalam pengembangan perdagangan dengan negara-negara EFTA. Hambatan itu terutama terkait kualitas produk, baik mencakup standardisasi maupun aspek lingkungan hidup atau berkelanjutannya. Hal ini juga berlaku bagi UKM sehingga mereka perlu mendapatkan pendampingan untuk meningkatkan kualitas produk.
โSelain itu, beban biaya produksi dan pembiayaan selalu menjadi pertimbangan eksportir untuk mengekspor produknya. Kedua hal ini penting dicarikan solusi lantaran kita berkompetisi dengan negara-negara lain yang juga mengekspor produk-produk tersebut ke negara-negara EFTA,โ katanya.