Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) menandatangani pernyataan bersama tentang Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-EFTA) di Sekretariat EFTA, Geneva, Swiss, Jumat (23/11/2018). Penandatanganan dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Ekonomi Swiss Johann N Schneider Ammann, Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Eksternal Islandia Guðlaugur Þór Þórðarson, Menteri Luar Negeri, Hukum, dan Kebudayaan Liechtenstein Aurelia Flick, serta Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia Torbjørn Røe Isaksen.
GENEVA, KOMPAS — Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) sepakat mengakhiri perundingan substansial Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-CEPA). Kendati perundingan telah rampung, ada sejumlah kendala yang perlu diselesaikan, terutama terkait kebijakan Uni Eropa dan domestik Indonesia.
Jumat (23/11/2018), Indonesia dan empat negara anggota EFTA, telah menandatangani pernyataan bersama tentang Perjanjian Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-CEPA) di Sekretariat EFTA, Geneva, Swiss. Keempat negara itu adalah Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia.
Penandatanganan dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita; Menteri Ekonomi Swiss Johann N Schneider Ammann; Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Eksternal Islandia Guðlaugur Þór Þórðarson; Menteri Luar Negeri, Hukum, dan Kebudayaan Liechtenstein Aurelia Flick; serta Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia Torbjørn Røe Isaksen.
Penandatanganan itu menandai diselesaikannya secara substansial perjanjian perdagangan barang, jasa, dan investasi antara Indonesia dengan EFTA. Perundingan IE-CEPA telah berlangsung selama tujuh tahun.
Enggartiasto Lukita mengatakan, melalui perjanjian itu Indonesia akan mendapatkan manfaat tidak hanya di sektor perdagangan, tetapi juga jasa dan investasi. EFTA akan menjadi pintu masuk produk-produk ekspor unggulan Indonesia, salah satunya adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya.
Belakangan ini, CPO mulai kesulitan mengakses pasar negara-negara Uni Eropa (EU), karena ada kampanye negatif dan kebijakan energi terbarukan UE. UE mengeluarkan CPO dari daftar energi terbarukan.
”Di sektor jasa, Indonesia akan mendapatkan fasilitas magang di sejumlah sektor di empat negara itu. Misalnya magang jasa pariwisata dan perhotelan di Swiss dan perikanan di Norwegia,” kata Enggartiasto.
Adapun di sektor investasi, kata Enggartiasto, perusahaan-perusahaan dari empat negara itu akan meningkatkan investasi dan transfer teknologi. Dengan begitu, akan ada tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja di Indonesia.
”Kami akan menandatangani dan meluncurkan mulai berlakunya IE-CEPA secara resmi pada Desember 2018 di Jakarta,” kata Enggartiasto.
KOMPAS/HENDRIYO WIDI
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin delegasi Indonesia. Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa atau EFTA menandatangani pernyataan bersama tentang Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-EFTA) di Sekretariat EFTA, Geneva, Swiss, Jumat (23/11/2018).
Ammann mengemukakan, EFTA berharap perjanjian itu dapat menguntungkan lima negara. EFTA juga menginginkan ekspor meningkat karena selama ini neraca perdagangan EFTA dengan Indonesia masih defisit.
”Kami juga berkomitmen untuk meningkatkan investasi dan transfer teknologi ke Indonesia. Kami juga siap menerima peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia di berbagai sektor melalui pendidikan dan pelatihan,” katanya.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, nilai investasi negara-negara anggota EFTA di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 621 juta dollar AS. EFTA merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-23 dan negara asal impor nonmigas ke-25 terbesar bagi Indonesia.
Pada tahun 2017, perdagangan Indonesia-EFTA mencapai USD 2,4 miliar. Nilai ekspor Indonesia ke EFTA sebesar 1,31 miliar dollar AS dan impor Indonesia dari EFTA sebesar 1,09 miliar dollar AS. Indonesia masih mengalami surplus perdagangan dengan EFTA sebesar 212 juta dollar AS.
Ekspor utama Indonesia ke EFTA antara lain perhiasan, perangkat optik, emas, perangkat telepon, dan minyak esensial. Sementara impor utama Indonesia dari EFTA adalah emas, mesin turbo jet, obat-obatan, pupuk dan campuran bahan baku industri.
KOMPAS/HENDRIYO WIDI
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin delegasi Indonesia dalam forum dialog dengan para pelaku usaha EFTA bertema ”Optimizing the Benefits of Indonesia-EFTA CEPA Agreement”. Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa atau EFTA menandatangani pernyataan bersama tentang Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-EFTA) di Sekretariat EFTA, Geneva, Swiss, Jumat (23/11/2018).
Tantangan
Dalam forum dialog dengan para pelaku usaha EFTA bertema ”Optimizing the Benefits of Indonesia-EFTA CEPA Agreement” berbagai persoalan dan tantangan terungkap. Perwakilan pelaku usaha masih ragu meningkatkan impor CPO dan produk turunan dari Indonesia karena EFTA masih terikat dengan kebijakan UE.
Sejumlah pelaku usaha juga menanyakan tentang regulasi investasi. Perwakilan perusahaan farmasi menanyakan tentang kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor farmasi, karena akan kesulitan menyedaiakan bahan baku dari Indonesia.
Adapun perakilan pelaku usaha ban, berharap agar Indonesia membangun industri manufaktur yang terintegrasi dengan pelaku usaha kecil dan menengah. Khususnya dalam penyediaan karet mentah yang berkualitas untuk bahan ban atau komponen otomotif lain. Hal itu juga dalam rangka menerapkan kebijakan TKDN.