Terapkan UU Cipta Kerja, Pemerintah Beri Sinyal Kenaikan Upah
Dewan Pengupahan Nasional diminta berperan aktif untuk memastikan pekerja digaji sesuai standar dan aturan yang berlaku. Masih banyak pekerja yang digaji di bawah standar serta tidak berdasarkan struktur dan skala upah.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Jakarta, Kompas -- Penetapan upah minimum tahun 2022 resmi mengikuti ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah memberi sinyal adanya kenaikan upah minimum tahun depan. Namun, kenaikan itu kemungkinan tidak memenuhi ekspektasi sebagian pihak karena disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19.
Kementerian Ketenagakerjaan menggelar dialog bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Badan Pekerja Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (BP LKS Tripnas) pada 21-22 Oktober 2021 di Jakarta. Dalam forum itu, unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh menyamakan pandangan mengenai mekanisme penetapan upah minimum yang sesuai dengan UU Cipta kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan, upah minimum tahun 2022 akan mengalami kenaikan, meski belum memenuhi ekspektasi sebagian pihak.
Menurutnya, hal itu adalah langkah maju, mengingat kondisi perekonomian masih dalam proses pemulihan akibat Covid-19. Kenaikan upah minimum ini masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2021 lalu ketika Menaker memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum.
“Bagi pihak yang tidak puas, mereka bisa menggunakan mekanisme gugatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Putri, Minggu (24/10/2021) dalam keterangan resmi.
Sebelumnya, serikat pekerja dan buruh berharap tetap ada kenaikan upah yang proporsional tahun depan. Besaran kenaikan upah yang diajukan buruh berkisar antara 5-10 persen dari upah minimum tahun ini, dan disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah (Kompas, 30/9/2021).
Ia mengatakan, penetapan upah minimum pada prinsipnya bertujuan untuk mewujudkan sistem pengupahan yang berkeadilan serta demi kesejahteraan pekerja. Namun, penetapan itu tetap perlu memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi perekonomian nasional.
“Tidak hanya berpikir kesejahteraan pekerja, tapi juga memperhatikan kemampuan perusahaan agar kelangsungan bekerja dapat terjaga dan mendorong perekonomian nasional,” ujar Putri.
Lebih lanjut, tantangan ke depan adalah memastikan para pekerja benar-benar digaji sesuai dengan standar upah minimum serta berdasarkan struktur dan skala upah.
Pasal 24 PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan menyebut, upah minimum berlaku hanya untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Untuk pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun, besaran upahnya harus berpedoman pada struktur dan skala upah.
Struktur dan skala upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai tertinggi yang disesuaikan dengan masa kerja dan golongan jabatan seseorang di perusahaan.
Kepatuhan rendah
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar meminta Depenas lebih aktif berperan untuk memastikan pekerja digaji sesuai standar upah minimum. Sebab, masalah utama dalam upah minimum adalah tidak adanya kepastian pekerja untuk digaji sesuai standar yang berlaku.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2021, sebanyak 49,67 persen pekerja masih digaji di bawah upah minimum. Hampir setengah dari total pekerja di Indonesia dibayar di bawah standar. Hasil olahan data Sakernas Februari 2021 menunjukkan, dari total 34 provinsi, masih ada 11 provinsi yang rata-rata upah riil bersihnya di bawah standar upah minimum yang berlaku.
Ini persoalan klasik yang terus berulang. Dalam empat tahun terakhir, kepatuhan pengusaha untuk menggaji pekerjanya sesuai standar upah minimum yang berlaku selalu ada di kisaran 49-57 persen.
Timboel mengkritisi dialog sosial di forum Depenas dan LKS Tripartit Nasional yang dinilai hanya sebatas menyamakan pandangan dan mengikat komitmen terkait penentuan upah minimum 2022. Forum itu perlu dimanfaatkan lebih intens dan kontinu untuk memastikan regulasi diterapkan dengan baik pasca penetapan upah minimum.
“Apa strategi pemerintah bersama Depenas untuk memastikan ke depan aturan ini dipatuhi pengusaha, agar tidak ada lagi pekerja yang dibayar di bawah standar? Ini masalah klasik yang terus dibiarkan. Semua seperti diam seribu bahasa ketika harus bicara pengawasan dan penegakan hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, selama ini tingkat kepatuhan pengusaha untuk menggaji sesuai upah minimum rendah karena beberapa faktor. Pertama, besaran upah minimum yang dinilai terlalu besar sehingga sulit diikuti. Kedua, lebih banyaknya jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang tidak mampu membayar upah sesuai standar.
Menurutnya, hal-hal itu yang kini diubah melalui UU Cipta Kerja agar sistem pengupahan lebih realistis, meski akhirnya dengan besaran kenaikan yang lebih kecil. "Kemarin-kemarin itu (kenaikannya) tinggi sekali, sehingga kepatuhan di lapangan pasti rendah," katanya.
Ia memprediksi, setelah sistem penetapan upah minimum mengikuti UU Cipta Kerja, tingkat kepatuhan pengusaha akan perlahan menyesuaikan. "Sekarang ini dicoba lebih realistis, jadi seharusnya bisa lebih baik. Ini proses menuju titik keseimbangan," ujar Hariyadi.