Keuangan Digital Topang Pemulihan Ekonomi Indonesia
Untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan digital, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan peraturan di sektor jasa keuangan dalam rangka menjaga, mendukung, dan mengembangkan ekonomi digital di Indonesia.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas meyakini inovasi terhadap layanan keuangan digital dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi Indonesia yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Terlebih lagi, saat ini layanan keuangan digital terus meningkat seiring masifnya aktivitas digital masyarakat di masa pandemi.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menyebutkan, inovasi keuangan digital memiliki peran besar terhadap percepatan pemulihan ekonomi. Pasalnya, layanan keuangan digital yang ditawarkan penyelenggara teknologi finansial (tekfin) terus berkembang seiring masifnya aktivitas digital.
”Saat ini terdapat lebih dari 20 jenis layanan keuangan digital yang ditawarkan oleh 369 penyelenggara tekfin yang diawasi OJK. Akselerasi ini dipicu pola konsumsi dan kehidupan masyarakat yang semakin berorientasi pada layanan digital,” ujar Nurhaida saat membuka hari kedua gelaran OJK Innovation Day 2021, Selasa (12/10/2021).
Akselerasi industri keuangan digital, lanjut Nurhaida, tecermin dengan adanya pertumbuhan outstanding pinjaman yang disalurkan oleh penyelenggara tekfin. Hingga Agustus 2021, nilai outstanding pinjaman tekfin mencapai Rp 26,09 triliun atau tumbuh 70,36 persen dibandingkan posisi Agustus 2020.
Pertumbuhan tersebut selaras dengan peningkatan volume transaksi digital banking yang berdasarkan data Bank Indonesia (BI) hingga Agustus 2021 telah mencapai Rp 3.468,4 triliun, atau tumbuh 61,8 persen dibandingkan Agustus 2020.
Hingga Agustus 2021, nilai outstanding pinjaman tekfin mencapai Rp 26,09 triliun atau tumbuh 70,36 persen dibandingkan posisi Agustus 2020.
”Untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan digital, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan peraturan di sektor jasa keuangan dalam rangka menjaga, mendukung, dan mengembangkan ekonomi digital di Indonesia,” kata Nurhaida.
Langkah OJK diawali dengan mengeluarkan Peta Jalan Inovasi Keuangan Digital dan Rencana Aksi 2020-2024 yang berisi tentang strategi, regulasi, dan supervisi yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan digital di Indonesia.
Sebagai payung kebijakan dari peta jalan tersebut, OJK telah menyusun Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025. Adapun tema utama dalam MPSJKI ini adalah memulihkan perekonomian nasional serta meningkatkan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan.
Untuk sektor perbankan, OJK juga telah menyiapkan peta jalan Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025 dan peta jalan Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (RP2SI) 2020-2025. Kedua peta jalan ini ditujukan untuk mengoptimalisasi peran perbankan dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional dari krisi akibat pandemi Covid-19.
Melengkapi dua kebijakan tersebut, lanjut Nurhaida, OJK juga menaruh perhatian besar terhadap kapasitas atau kompetensi pelaku sektor jasa keuangan dengan menerbitkan Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.
Langkah OJK diawali dengan mengeluarkan Peta Jalan Inovasi Keuangan Digital dan Rencana Aksi 2020-2024 yang berisi tentang strategi, regulasi, dan supervisi yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan digital di Indonesia.
”Pengaturan inovasi keuangan digital oleh OJK tentu tidak akan bisa berjalan apabila dilakukan secara sendiri dan ini diperlukan harmonisasi dengan lembaga-lembaga terkait serta sejalan dengan rencana strategis pemerintah dan kebijakan dari regulator lain,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, untuk menopang sektor ritel di bidang pembiayaan digital, bank sentral akan segera meresmikan platform BI Fast sebagai pengganti Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
”BI Fast ini nantinya bertujuan untuk mewujudkan aktivitas transaksi digital agar berjalan real time (waktu riil), baik di bank maupun lembaga keuangan nonbank guna mempercepat sistem kliring transaksi keuangan,” ucap Perry.
Perry menegaskan, BI akan terus memperkuat integrasi ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran dan koordinasi kebijakan dengan otoritas terkait. Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terkait pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial dan elektronifikasi transaksi pemerintah untuk mendorong realisasi belanja pemerintah.
Adanya akselerasi keuangan digital juga terlihat dari kenaikan nilai transaksi uang elektronik sebesar 43,66 persen secara tahunan menjadi Rp 24,8 triliun pada Agustus 2021. Pada periode waktu yang sama, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu, seperti kartu anjungan tunai mandiri (ATM), kartu debet, dan kartu kredit, tercatat Rp 633 triliun atau tumbuh 5,85 persen dibandingkan Agustus 2020.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menambahkan, modal pembangunan ekonomi digital di Indonesia didukung pengguna internet yang mencapai 202,6 juta orang per Januari 2021. Menurut dia, selama pandemi Covid-19, pengguna layanan digital di Indonesia naik 37 persen.
Pemerintah memperkirakan valuasi ekonomi digital Indonesia ke depan akan terus meningkat mencapai 124 miliar dollar AS pada 2025 dan menjadi 315,5 miliar dollar AS pada 2030. ”Konsolidasi penyelenggara platform e-dagang yang saat ini tengah populer diharapkan mampu memperkuat ekosistem digital nasional melalui upaya-upaya kolaboratif,” kata Johnny.