Presiden: Indonesia Bisa Jadi Raksasa Digital Dunia
Presiden Joko Widodo menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi raksasa digital dunia. Namun, perlu ekosistem digital yang inklusif dan mendorong pertumbuhan bagi semua kalangan guna mewujudkan harapan itu.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menilai Indonesia memiliki potensi besar menjadi salah satu raksasa digital dunia. Guna mewujudkan hal itu, diperlukan ekosistem digital yang inklusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi semua kalangan.
”Jika kita kawal secara cepat dan tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi raksasa digital setelah China dan India, dan bisa membawa kita menjadi ekonomi terbesar dunia ketujuh di 2030,” ujar Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada pembukaan ”OJK Virtal Innovation Day 2021” dengan tema ”Building Robust and Sustainable Digital Finance Ecosystem Amid Covid-19 Pandemic”, Senin (11/10/2021).
Menurut Presiden, gelombang digitalisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir dan dipercepat oleh pandemi Covid-19 harus disikapi dengan cepat dan tepat. Saat ini bermunculan bank berbasis digital, asuransi berbasis digital, berbagai macam pembayaran elektronik/digital (e-payment), hingga perusahaan tekonologi finansial syariah.
”Inovasi-inovasi finansial teknologi semakin berkembang, fenomena sharing economy semakin marak dari ekonomi berbasis peer-to-peer hingga business-to-business,” ujar Presiden.
Akan tetapi, pada saat yang sama, Presiden memperoleh informasi banyak penipuan dan tindak pidana keuangan. ”Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online yang ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya. Oleh karena itu, perkembangan yang cepat ini harus dijaga, harus dikawal, dan sekaligus difasilitasi untuk tumbuh secara sehat untuk perekonomian masyarakat kita,” ujar Presiden.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 menjadi momentum percepatan transformasi digital. Perkembangan teknologi merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dan bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dunia.
Selain kemudahan komunikasi, perubahan preferensi dan perilaku masyarakat ke arah digital juga mendorong tumbuhnya usaha rintisan (start-up) di sektor-sektor prioritas, seperti sektor kesehatan (HealthTech), pertanian (AgriTech), pendidikan (EduTech), dan keuangan (FinTech), yang memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam berproduksi dan bagi masyarakat luas dalam memperoleh produk dan layanan secara digital.
Hingga saat ini terdapat lebih dari 2.100 start-up di Indonesia, dan sampai September 2021 terdapat 7 unicorn dan 2 decacorn yang telah merambah ke pasar ASEAN.
Pada sektor jasa keuangan, OJK terus bekerja sama dengan otoritas keuangan negara lain, seperti Monetary Authority of Singapore (MAS), Securities Commission (SC) Malaysia, dan Banko Sentral Ng Pilipinas (BSP). Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Kerja sama ini merupakan bentuk mekanisme koordinasi antarnegara dalam aspek perizinan dan pengawasan.
”Lembaga jasa keuangan di Indonesia didorong untuk terus relevan dan responsif dengan perkembangan teknologi sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam mendukung inklusi keuangan dan menciptakan stabilitas sektor keuangan,” ujar Wimboh.
Inklusi
Practice Manager East Asia Pacific for Finance Competitiveness and Innovations World Bank, Cecile T Niang, mengatakan, digitalisasi layanan jasa keuangan bisa memperluas inklusi keuangan di masyarakat. Layanan digital bisa menjangkau masyarakat yang sebelumnya tidak memahami layanan jasa keuangan atau masyarakat yang tidak bisa mengakses layanan jasa keuangan (non bankable).
”Akses kepada layanan jasa keuangan itu merupakan salah satu kunci menciptakan kesejahteraan. Ini seharusnya inklusif atau bisa dinikmati semua orang. Digitalisasi memampukan hal itu terjadi,” ujar Cecile.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan, selain penguatan ekosistem digital, upaya edukasi kepada masyarakat untuk peningkatan literasi pada masyarakat juga menjadi salah satu faktor pendorong perluasan inklusi keuangan di masyarakat. ”OJK juga bercita-cita untuk terus-menerus memperluas inklusi layanan jasa keuangan kepada masyarakat,” ujar Sarjito.
Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif menyebutkan, target inklusi keuangan pada 2024 adalah sebesar 90 persen. Artinya, pada tahun itu, sebanyak 90 persen penduduk Indonesia diharapkan sudah dapat mengakses layanan jasa keuangan.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2019 yang dirilis OJK pada Desember 2020, indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan pada 2016 yang sebesar 67,8 persen.
Inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan jasa layanan keuangan sesuai dengan kebutuhan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Guna mencapai target itu, OJK menetapkan bulan Oktober sebagai bulan inklusi keuangan. Ia berharap pelaku industri jasa keuangan bisa terlibat dengan membuat program edukasi dan mengeluarkan produk yang bisa memperluas inklusi keuangan