Kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah, yakni sebesar 14,37 persen. Pemerintah menargetkan di tahun 2024 kontribusi produk UMKM di dalam komoditas barang ekspor dapat mencapai angka 21,6 persen.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan membidik peluang untuk meningkatkan kontribusi produk usaha mikro, kecil, dan menengan atau UMKM sebagai komoditas barang ekspor nasional. Di balik ambisi tersebut, sejumlah tantangan menghadang produk UMKM untuk dapat menembus pasar ekspor.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban dalam webinar bertajuk ”UMKM Naik Kelas dengan Ekspor Berkelas”, Kamis (12/8/2021), mengatakan, dari banyaknya jumlah UMKM yang memproduksi produk berkualitas, baru sebagian kecil yang berkontribusi terhadap ekspor nasional.
Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, lebih dari 65 juta UMKM yang telah beroperasi dan mampu membuka lapangan kerja baru serta menggerakkan roda ekonomi nasional. Namun, kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah, yakni hanya sebesar 14,37 persen.
”Padahal, jika dilihat dari potensi yang ada, produk-produk yang dihasilkan UMKM cukup inovatif dengan daya produksi yang mumpuni dan mampu bersaing dengan produk asing,” kata Rionald.
Dari banyaknya jumlah UMKM yang memproduksi produk berkualitas, baru sebagian kecil yang berkontribusi terhadap porsi ekspor nasional.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah di tahun 2024 berupaya mendorong kontribusi produk UMKM di dalam komoditas barang ekspor bisa mencapai angka 21,6 persen. Salah satu upaya yang ditempuh ialah dengan menggandeng Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank untuk turut mendukung dari sisi pembiayaan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif LPEI Daniel James Rompas menyampaikan, hingga Juni 2021, LPEI sudah menyalurkan pembiayaan ekspor sebesar Rp 90,2 triliun, dengan jumlah pendanaan untuk UMKM Rp 14,5 triliun. Hingga saat ini, pembiayaan ekspor yang disalurkan LPEI mayoritas mengalir untuk sektor perkebunan dan perdagangan kelapa sawit.
Pendanaan ekspor UMKM tersebut termasuk di dalamnya program penugasan khusus ekspor (PKE) yang hingga 30 Juni 2021 sebesar Rp 408 miliar untuk 59 debitor.
Program PKE, lanjut James, baru dilincurkan pada 2020. Hasil dari penugasan khusus tersebut disebutkan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 8.730 orang dengan bidang usaha yang cukup variatif. Adapun tujuan negara ekspor program ini cukup luas, mencakup Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Timur Tengah, China, Thailand, dan Australia.
”Pada satu tahun terakhir, kenaikan total pembiayaan UKM cukup besar, yaitu Rp 355 miliar dengan 15 sektor industri,” ucap James.
LPEI sudah menyalurkan pembiayaan ekspor sebesar Rp 90,2 triliun, dengan jumlah pendanaan untuk UMKM Rp 14,5 triliun. Hingga saat ini, pembiayaan ekspor yang disalurkan LPEI mayoritas mengalir untuk sektor perkebunan dan perdagangan kelapa sawit.
James memaparkan, PKE LPEI terdiri dari tiga penugasan khusus, yakni PKE UKM berorientasi ekspor dengan alokasi pembiayaan mencapai Rp 500 miliar; PKE trade finance berbentuk modal kerja yang jumlahnya mencapai Rp 500 miliar; dan PKE kawasan yang lokasinya mencapai Rp 1,6 triliun. Program PKE sendiri ditargetkan akan berjalan hingga tahun 2025.
”Cukup banyak pemerintah mengalokasikan dana untuk pelaku UMKM berorientasi ekspor dengan suku bunga yang sangat menarik karena jauh di bawah tingkat suku bungan komersial yang berlaku,” ujar James.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, pelaku UMKM saat ini menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kinerja dan daya saing untuk menembus pasar ekspor, terutama terkait legalitas. Minimnya pemahaman pelaku UMKM terhadap kepemilikan nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor induk berusaha, hingga izin ekspor-impor menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
”Ini area pemerintah yang akan terus melakukan penyederhanaan. Beberapa aturan, seperti pembatasan ekspor-impor, izin berusaha, sertifikasi keamanan pangan, dan mahalnya biaya sertifikasi menjadi penghalang,” kata Sri Mulyani.
Pelaku UMKM saat ini menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kinerja dan daya saing untuk menembus pasar ekspor, terutama terkait legalitas.
Selain itu, pelaku UMKM juga dihadapkan pada masalah pembiayaan dan pendampingan. Dalam beberapa tahun terakhir, LPEI telah turut membantu pemerintah untuk mengatasi kedua hal ini.
Direktur Pelaksana II Indonesia Eximbank Maqin Norhadi mengungkapkan, selain menjalankan mandat pembiayaan, LPEI juga secara proaktif berupaya meningkatkan jumlah eksportir di sektor UMKM, salah satunya melalui program Desa Devisa yang merupakan program pendampingan berbasis pengembangan masyarakat atau komunitas.
Program Desa Devisa memberi kesempatan bagi wilayah yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor untuk mengembangkan potensi secara ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi kesejahteraan masyarakatnya.
”Program ini diharapkan mampu mendorong pembiayaan dan melancarkan upaya UMKM untuk bersaing di pasar global,” ujar Maqin.