Satu Bulan Pengetatan PPKM, Bantuan untuk Pekerja Belum Cair
Program perlindungan sosial bagi pekerja yang tepat sasaran dan cepat disalurkan, termasuk bantuan insentif untuk UMKM dan korporasi, menjadi aspek penting untuk menekan angka pengangguran tahun ini.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Jakarta, Kompas -- Memasuki satu bulan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM, bantuan untuk pekerja yang terdampak dalam bentuk Kartu Prakerja dan bantuan subsidi upah belum turun. Penyaluran bantalan sosial itu diharapkan bisa lebih cepat dan merata bagi berbagai kalangan pekerja.
Bantuan untuk pekerja selama masa pengetatan PPKM disalurkan melalui Kartu Prakerja dan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Kartu Prakerja direncanakan menyasar pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama PPKM darurat dan PPKM level 3-4. Sementara, subsidi upah ditargetkan untuk pekerja yang mengalami pengurangan upah atau dirumahkan tanpa upah.
Mekanisme bantuan lewat kedua program tersebut berbeda. Pendaftaran Kartu Prakerja dilakukan terbuka dengan seleksi acak. Sementara, BSU diberikan kepada pekerja formal dengan gaji Rp 3,5 juta ke bawah yang terdaftar di BP Jamsostek.
Head of Communication Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Louisa Tuhatu, Rabu (4/8/2021) mengatakan, sampai saat ini, pihaknya masih menunggu hasil rapat dari Komite Cipta Kerja di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengenai pembukaan gelombang ke-18 Kartu Prakerja. Gelombang ke-17 sebelumnya sudah ditutup sejak awal Juni 2021.
“Kami masih menunggu hasil rapat komite. Mungkin akan ada kabar dalam beberapa hari ini. Yang pasti, untuk semester II ini kami akan mengelola Rp 10 triliun dan merekrut sekitar 2,7 juta orang penerima,” ujar Louisa saat ditanyakan.
Adapun anggaran Kartu Prakerja yang awalnya sebesar Rp 20 triliun pada semester II-2021 ini dikurangi menjadi Rp 11,2 triliun. Tambahan anggaran yang semula dialokasikan Rp 10 triliun harus dibagi dua dengan program BSU yang kembali dihidupkan pemerintah di tengah jalan.
BSU mendapat alokasi anggaran Rp 8,8 triliun, sementara Kartu Prakerja mendapat tambahan anggaran Rp 1,2 triliun. “Untuk budget tambahan kami masih menunggu kepastiannya. Manajemen pelaksana intinya memiliki mandat untuk melaksanakan program sesuai arahan komite, termasuk soal anggaran,” kata Louisa.
Saat dihubungi, Deputi IV (Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM) Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin yang membawahi program Kartu Prakerja, tidak memberi tanggapan mengenai perkembangan kelanjutan program Kartu Prakerja.
Selain Kartu Prakerja, bantuan subsidi upah untuk sekitar 8 juta pekerja yang terdampak PPKM, juga belum cair. Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menargetkan, bantuan itu sudah bisa ditransfer ke rekening masing-masing penerima pada pekan ini.
Data 1 juta calon penerima untuk tahap I penyaluran sudah diserahkan BP Jamsostek, pekan lalu. Namun, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, proses administrasi keuangan dengan Kementerian Keuangan. Dana bantuan harus ditransfer dari Kemenkeu ke DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kemenaker. Kedua, proses verifikasi ulang data calon penerima yang biasanya membutuhkan waktu 4-7 hari sejak diterima.
“Kami berharap bisa secepatnya mentransfer dana ke rekening penerima. Semoga minggu ini sudah selesai,” kata Anwar.
Prediksi pengangguran
Secara terpisah, Ekonom LPEM FEB UI Muhammad Hanri mengatakan, kebijakan pengetatan PPKM selama satu bulan terakhir ini sudah pasti akan memukul pekerja, khususnya mereka yang bekerja di sektor non-esensial.
Oleh karena itu, program perlindungan sosial yang tepat sasaran dan cepat disalurkan, termasuk bantuan insentif untuk UMKM dan korporasi, menjadi aspek penting untuk menekan angka pengangguran tahun ini.
LPEM UI memprediksi, setidaknya ada 5,01 juta pekerja mal/pusat perbelanjaan yang terdampak pengetatan PPKM. Sebanyak 3,34 juta orang berada di Jawa-Bali, sedangkan 1,67 juta orang di luar Jawa-Bali. Selain pekerja mal, ada pula 63.000 pekerja bioskop.
Pekerja mal dan bioskop diperkirakan paling terdampak karena harus menutup kegiatan selama PPKM. “Mengacu pada data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), rata-rata pendapatan mereka ada di kisaran Rp 1 juta-4 juta per bulan. Artinya, mereka bukan orang-orang yang punya resiliensi tinggi ketika berhadapan dengan disrupsi ekonomi,” ujar Hanri.
Kelompok lain yang rentan adalah pekerja informal atau buruh yang berusaha sendiri, yang jumlahnya terus bertambah selama pandemi, tetapi belum tersentuh program bansos secara spesifik. Mereka tidak termasuk dalam kriteria calon penerima bantuan subsidi upah. Banyak pula yang tidak beruntung mendapatkan Kartu Prakerja.
“Mereka adalah orang-orang yang kehilangan pekerjaan formal selama pandemi, dan kemungkinan belum terdaftar di database pemerintah, sehingga luput dari dukungan PEN. Mereka dikhawatirkan luput dari bantuan untuk UMKM, tidak masuk juga dalam kelompok DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) penerima bansos,” katanya.
Adapun LPEM UI memprediksi tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 mencapai kisaran 7,1-7,3 persen dari total angkatan kerja nasional. Prediksi itu naik dari posisi TPT Februari 2021 sebesar 6,26 persen dan TPT Agustus 2020 sebesar 7,07 persen.
Prediksi ini serupa dengan proyeksi Center of Reform on Economics Indonesia, yang memperkirakan TPT pada Agustus 2021 akan jatuh di kisaran 7,15-7,35 persen, atau mencapai 9,9 juta sampai 10,27 juta orang. (Age)