Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2021 diprediksi berkisar 7,15-7,35 persen. Lapangan kerja baru dibutuhkan, tetapi pertumbuhan investasi dinilai belum mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
Kompas/Priyombodo
Pekerja proyek properti berjalan menuju tempat kerja mereka di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 dan pengetatan pembatasan mobilitas akhir-akhir ini diperkirakan memengaruhi peningkatan angka pengangguran pada Agustus 2021. Investasi diharapkan dapat membuka lebih banyak lapangan kerja, tetapi melihat capaian pada triwulan II tahun ini, peningkatan serapan tenaga kerja yang dibawa investasi tidak cukup signifikan.
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 pada kisaran 7,15-7,35 persen atau 9,9 juta sampai 10,27 juta orang. Angka tersebut lebih tinggi daripada TPT Agustus 2020, yaitu 7,07 persen (9,76 juta orang) dan TPT Februari 2021, yaitu 6,26 persen (8,75 juta orang).
Menurut ekonom CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, Selasa (27/7/2021), pengangguran akan bertambah akibat lonjakan kasus Covid-19 dan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang telah berjalan sekitar tiga minggu terakhir.
”Pengangguran akan lebih tinggi, kondisinya bisa lebih buruk daripada bulan Agustus 2020 dan Februari 2021. Memang, selisihnya tidak banyak, tetapi secara prinsip akan terjadi kenaikan,” kata Akhmad dalam diskusi virtual di Jakarta.
Ia mengatakan, pemerintah memang telah menyiapkan beberapa program untuk perlindungan sosial dan insentif bagi dunia usaha guna mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, berbagai kendala implementasi membuat program-program bantuan itu tidak menyentuh kalangan yang membutuhkan secara tepat waktu dan tepat sasaran.
”Beberapa program arahnya sudah benar, tetapi apakah itu cukup untuk menahan situasi saat ini? Tidak. Terlebih jika krisis kesehatan akibat Covid-19 masih berlanjut dan pembatasan tetap harus diterapkan,” katanya.
TANGKAPAN LAYAR
Perbandingan tingkat pengangguran terbuka (TPT) akibat dampak pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, beberapa aturan restriksi di PPKM darurat serta PPKM level 4 dan 3 ini sebenarnya lebih longgar daripada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan tahun lalu. Namun, cakupan wilayah yang harus mengetatkan PPKM kali ini lebih masif daripada tahun lalu.
Dengan demikian, dampak sosial-ekonominya juga akan lebih luas dibandingkan dengan tahun lalu. ”Cakupannya lebih luas sehingga secara agregat akan ada peningkatan jumlah pengangguran. Apalagi mengingat struktur ketenagakerjaan kita yang sangat rapuh terhadap guncangan, baik formal maupun informal,” kata Faisal.
Selain itu, kondisi sejumlah sektor usaha belum pulih meski di awal tahun ini aktivitas ekonomi sempat menggeliat. Faisal mengatakan, sebelum PPKM darurat pun, pada Mei-Juni 2021, sejumlah sektor, seperti ritel dan pariwisata, pun sudah bersiap-siap merumahkan atau memecat karyawan. ”Jadi, ada juga pengaruh daya tahan dunia usaha yang tidak sekuat dulu lagi,” ujarnya.
Lapangan kerja baru
Pemerintah berupaya menarik investasi untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan menyerap pengangguran. Data terbaru Kementerian Investasi menunjukkan, realisasi investasi pada triwulan II-2021 mencapai Rp 223 triliun atau tumbuh 16,2 persen daripada tahun sebelumnya sebesar Rp 191,9 triliun.
Secara triwulanan, realisasi investasi sepanjang April-Juni 2021 itu naik tipis 1,5 persen dibandingkan dengan triwulan I-2021 sebesar Rp 219,7 triliun. Investasi yang masuk didominasi penanaman modal asing (PMA) senilai Rp 116,8 triliun (52,4 persen) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 106,2 triliun (47,6 persen).
TANGKAPAN LAYAR
Realisasi investasi pada triwulan II-2021 berdasarkan lokasi.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, capaian positif itu menunjukkan, investor sudah semakin terbiasa dengan keadaan Covid-19. Pandemi tidak menghalangi niat mereka menanamkan modal dan melakukan ekspansi usaha di Indonesia.
Menurut dia, pertumbuhan realisasi investasi itu otomatis meningkatkan serapan tenaga kerja, sesuai janji pemerintah bahwa investasi di masa pandemi setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja akan dimaksimalkan untuk menciptakan lapangan kerja dan menekan pengangguran.
Bahlil Sekarang pemerintah mendorong investasi padat karya daripada padat teknologi. Kalau bisa memakai tenaga manusia, jangan pakai mesin,” ujar Bahlil.
Kurang signifikan
Sementara itu, investasi Rp 223 triliun pada triwulan II-2021 menyerap 311.922 tenaga kerja. Jumlah serapan tenaga kerja naik 18,5 persen dibandingkan dengan triwulan II-2020 ketika Covid-19 baru ditemukan di Indonesia. Saat itu, investasi senilai Rp 191,9 triliun hanya bisa mempekerjakan 263.109 orang.
Secara triwulanan, kenaikan serapan tenaga kerja lebih tipis, yakni hanya 0,04 persen. Pada triwulan I-2021, investasi senilai Rp 219,7 triliun menyerap 311.793 tenaga kerja. Dengan kata lain, tambahan investasi senilai Rp 3,3 triliun hanya bisa menyerap 129 tenaga kerja.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja melepas lelah setelah membersihkan taman di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Penutupan berbagai jenis tempat usaha karena pandemi Covid-19 dalam beberapa bulan ini menambah jumlah pengangguran dan pemecatan karena industri yang lesu.
Faisal menilai, meski ada peningkatan serapan tenaga kerja secara tahunan dan triwulanan, jumlahnya belum terlalu signifikan. Sebagai perbandingan, pada 2014, setiap Rp 1 triliun investasi sebanding dengan penyerapan 3.090 tenaga kerja. Setiap tahun, kondisi itu terus menurun signifikan seiring dengan berkurangnya investasi padat karya.
Pada 2018, Rp 1 triliun investasi hanya bisa menyerap 1.331 orang dan pada 2019 menyerap 1.277 orang. ”Lumayan ada peningkatan, tetapi kurang signifikan. Ini tidak heran karena investasi yang masuk umumnya bergerak di sektor jasa tidak bersifat labor intensive,” kata Faisal.
Sektor yang paling banyak menanamkan modal sepanjang triwulan II-2021 adalah sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran senilai Rp 31,3 triliun (14 persen); industri logam dasar serta barang logam bukan mesin dan peralatannya senilai Rp 29,7 triliun (13,3 persen); transportasi, gudang, dan telekomunikasi Rp 27,9 triliun (12,5 persen); air Rp 24,1 triliun (10,8 persen); serta pertambangan Rp 20,3 triliun (9,1 persen).
Sementara itu, Bahlil belum bisa memprediksi jika tren pertumbuhan investasi yang positif akan berlanjut hingga triwulan III-2021. Ia mengakui, triwulan III-2021 tantangannya akan lebih besar karena adanya lonjakan kasus dan pengetatan PPKM mulai Juli 2021.
Oleh karena itu, diharapkan lonjakan kasus bisa mulai terkendali pada awal Agustus dan PPKM bisa perlahan dilonggarkan. ”Apakah pemerintah akan merevisi target? Sampai sekarang saya belum terpikir, beri saja kami waktu untuk bekerja,” kata Bahlil.