Impor garam menunjukkan tren yang terus meningkat. Upaya mengurai persoalan garam rakyat yang terpuruk akibat gempuran garam impor membutuhkan solusi yang komprehensif, termasuk keberpihakan negara.
Oleh
BM Lukita Graahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para petambak garam rakyat menanti keberpihakan pemerintah untuk membantu mereka mengatasi keterpurukan akibat gempuran garam impor. Pemerintah diminta fokus memperbaiki kualitas garam rakyat guna mengerem impor garam yang merugikan petambak rakyat.
Impor garam menunjukkan tren terus meningkat setiap tahun. Pada 2015, impor garam mencapai sekitar 1,8 juta ton, lalu pada 2016 sekitar 2,1 juta ton, dan pada 2017 sebesar 2,5 juta ton. Pada 2020, realisasi impor garam sekitar 2,7 juta ton, sedangkan tahun 2021 kuota impor garam ditetapkan 3,07 juta ton.
Pemerintah telah membangun mesin pemurnian garam (washing plant) di 7 tujuh sentra produksi garam untuk meningkatkan kualitas garam rakyat. Tujuh lokasi itu adalah Karawang, Indramayu, Brebes, Pati, Gresik, Pasuruan, dan Sabang. Mesin pemurnian garam itu berkapasitas 6.000-7.500 ton.
Sementara itu, stok garam per 20 Maret 2021 masih mencapai 701.097 ton. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebanyak 24 gudang garam nasional untuk penyimpanan garam rakyat belum berperan optimal, antara lain karena ongkos angkut ke gudang membebani petambak dan harga serapan yang relatif rendah.
Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Muhammad Jakfar Sodikin mengemukakan, impor garam terus meningkat setiap tahun. Perlu dipastikan sejauh mana peningkatan impor garam itu sejalan dengan kebutuhan riil garam industri agar jangan sampai ada pemburu rente yang memetik keuntungan dari impor garam.
Dari sisi mutu garam, pemerintah telah berusaha mendorong pemanfaatan teknologi geomembran yang mampu meningkatkan produksi hingga 50 persen, serta kualitas garam terus membaik dengan kadar NaCl 94-96 persen. Namun, kebutuhan garam industri mencapai kadar NaCl hingga 99 persen.
Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan untuk menugasi badan penyangga yang turut melakukan pemurnian garam rakyat agar kadar NaCl-nya di atas 98 persen. Peran PT Garam dinilai masih tumpang tindih dengan peran sebagai produsen garam sehingga sulit diharapkan menyerap garam rakyat. ”Kalau pemerintah mau menyelesaikan masalah garam, bentuk badan penyangga garam rakyat,” katanya, Sabtu (3/4/2021).
Dalam kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kamis (1/4/2021), Komisi IV DPR meminta pemerintah mendorong peningkatan produksi garam untuk konsumsi, serta peningkatan standar mutu dan kualitas garam untuk industri dengan menggunakan teknologi modern. Langkah itu untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor garam yang merugikan petambak serta melindungi petambak garam.
Anggota Komisi IV DPR, Hermanto, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengemukakan, pemerintah perlu fokus pada agenda perbaikan kualitas garam rakyat. Selama bertahun-tahun belum ada upaya perubahan fundamental untuk meningkatkan kualitas garam sesuai kebutuhan industri.
Pemerintah perlu fokus pada agenda perbaikan kualitas garam rakyat.
Negara diminta berperan memberikan pendampingan dan mengerahkan kemampuan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat yang masih di bawah permintaan industri. Keberpihakan pemerintah terhadap garam lokal dan petambak rakyat harus dibuktikan dengan mengintegrasikan pengetahuan dan inovasi untuk meningkatkan kualitas garam rakyat.
”Jangan terlalu cepat menyerah pada mekanisme pasar dan memenuhi kebutuhan domestik lewat jalur impor. Keberpihakan terhadap garam lokal dan rakyat harus kuat. Ini tantangan kita,” kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema.
Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Gerindra G Budisatrio Djiwandono mengatakan, di tengah tren impor garam yang terus naik, pemerintah belum memiliki peta jalan untuk membangun dan membantu petambak garam dalam negeri.
Ketua Komisi IV DPR Sudin, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengingatkan kesulitan hidup yang terus mendera petambak garam. Sewaktu panen, harga jual jatuh dan tempat penyimpanan garam cenderung tidak layak. Akibatnya, ketika hujan, garam yang disimpan tanpa penutup menjadi cair kembali.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar mengemukakan, pihaknya sangat mendukung garam rakyat diutamakan. Namun, garam Indonesia kalah bersaing dibandingkan dengan garam impor, termasuk dari segi harga dan biaya produksi.
Menurut dia, impor garam telah membuat nilai tukar petambak turun. Kebijakan impor garam diterbitkan oleh kementerian lain, sedangkan tanggung jawab petambak garam di Kementerian Kelautan dan Perikanan. ”Ketika nilai tukar petani turun, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang kena. Kami kena getahnya. Akan tetapi, bersama-sama pemerintah, kami harus berjuang untuk petani,” katanya.
Tahun ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana menambah mesin pemurnian garam serta menyediakan gudang penyimpanan garam. Selain itu, kementerian mengontrol alur pintu masuk pelabuhan untuk garam impor. Pihaknya telah menetapkan tiga pelabuhan pintu masuk impor garam dengan memperhatikan lokasi industri.