Kenaikan tarif jalan tol diharapkan tidak sekadar untuk mengejar keuntungan dan pengembalian investasi. Pelayanan publik perlu lebih diutamakan.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan tarif jalan tol pada tahun ini dinilai tidak beralasan mengingat standar pelayanan paling minimum belum dijalankan oleh pengelola jalan tol. Pemerintah diminta mengkaji ulang kebijakan kenaikan tarif jalan tol dan memprioritaskan pembenahan pelayanan publik ketimbang mengejar pengembalian investasi.
Curah hujan tinggi pada Februari 2021 mengakibatkan banjir di 14 ruas jalan tol di Jabodetabek dan merugikan pengguna jalan. Jumlah jalan tol yang terdampak itu bertambah dibandingkan dengan banjir pada Januari 2020. Saat itu, ada 11 ruas jalan tol yang tergenang banjir.
Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menerima laporan pengaduan dari konsumen yang meminta agar tarif tol tahun ini tidak dinaikkan selama pengelola jalan tol tidak membenahi pelayanannya dalam mengelola jalan tol.
Menanggapi pengaduan yang diteruskan KKI, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E Halim, Jumat (12/3/2021), mengatakan, kasus banjir di awal 2021 sebenarnya hanya bagian kecil dari berbagai persoalan pengelolaan jalan tol yang terjadi selama ini.
”Tidak usah menunggu banjir. Setiap hari sebenarnya kita sudah merasakan pelayanan di jalan tol yang tidak sesuai dengan standar pelayanan minimum,” ujarnya dalam diskusi publik perlindungan konsumen di Jakarta.
BPKN akan menindaklanjuti laporan pengaduan tersebut dan meminta Presiden menunda sementara kenaikan tarif jalan tol tahun ini. BPKN juga meminta agar perluasan jalan tol ke depan lebih seksama dilakukan. Perluasan jalan tol harus diikuti dengan kecakapan dan kepatuhan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dalam memenuhi standar pelayanan.
”Pertama, sangat tidak adil jika tarif jalan tol dinaikkan karena alasan pandemi, sementara masyarakat juga terdampak pandemi. Kedua, sangat tidak adil menaikkan tarif ketika layanannya belum memenuhi standar regulasi yang sudah ada,” kata Rizal.
Mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol, beberapa aspek yang perlu dibenahi adalah kondisi jalan tol, khususnya drainase di seluruh ruas jalan tol yang tidak boleh ada endapan, kondisi bahu jalan yang tidak boleh retak dan berlubang, serta kecepatan tempuh rata-rata di jalan tol yang harus dijaga pada 40-60 kilometer (km) per jam.
Rusak dan macet
Ketua KKI David ML Tobing menyoroti kondisi drainase yang tidak berfungsi baik pada saat banjir sehingga menyebabkan jalan tol tergenang dan konsumen dirugikan. Di luar banjir, masih ada ruas-ruas jalan tol yang dibiarkan berlubang dan rusak dan tidak kunjung diperbaiki.
Pengelola jalan tol juga dinilai gagal menjaga situasi jalanan tetap lancar dan mengatur arus keluar-masuk kendaraan. Sebab, rata-rata kecepatan di ruas jalan tol saat ini adalah sekitar 5-10 km per jam, jauh di bawah standar ideal, yaitu 40-60 km per jam.
Mengikuti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, kenaikan tarif jalan tol dibutuhkan untuk pengembalian investasi, pemeliharaan, dan pengembangan jalan tol. Tarif jalan tol disesuaikan dengan inflasi setiap dua tahun sekali. Evaluasi dilakukan oleh BPJT dan direkomendasikan ke Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut David, kenaikan tarif jalan tol tidak tepat diberlakukan ketika standar pelayanan minimum belum dijalankan oleh pemerintah dan badan usaha milik negara. ”Jangan hanya memikirkan kenaikan tarif untuk pengembalian investasi. Pengelola tol harus sadar bahwa yang mereka lakukan itu pelayanan publik, bukan sekadar mengejar untung,” katanya.
Jangan hanya memikirkan kenaikan tarif untuk pengembalian investasi. Pengelola tol harus sadar bahwa yang mereka lakukan itu pelayanan publik, bukan sekadar mengejar untung.
Penyesuaian tarif jalan tol pada 2021 akan dilakukan bertahap untuk 59 ruas jalan tol, yaitu pada April 2021, Agustus 2021, dan Desember 2021. Sebelumnya, pada Januari 2021, tarif untuk delapan ruas jalan tol sudah terlebih dahulu dinaikkan.
Kepala Subbidang Operasi dan Pemeliharaan II BPJT Joko Susanto mengatakan, penyesuaian tarif harus dilakukan sesuai dengan amanat undang-undang. ”Ini memang kewajiban kami ke badan usaha untuk menyesuaikan tarif tol berdasarkan inflasi setiap dua tahun sekali,” katanya.
Penyesuaian tarif jalan tol, lanjut Joko, seharusnya sudah dilakukan sejak 2020, khususnya untuk delapan ruas jalan tol yang tarifnya sudah dinaikkan pada Januari 2021. Kenaikan tarif itu sebelumnya ditunda akibat Covid-19. Saat ini, BPJT memutuskan menyesuaikan tarif lantaran lalu lintas mulai kembali normal dan guna menjaga iklim investasi.
Kenaikan tarif tersebut tidak bisa serta-merta ditunda setelah terlanjur diberlakukan. Namun, kondisi tahun ini dapat menjadi dasar evaluasi untuk penyesuaian tarif dua tahun mendatang.
”Kalau setelah tarif dinaikkan, lalu jalan masih berlubang dan rusak, itu akan jadi dasar penghitungan kami untuk penetapan tarif dua tahun lagi,” katanya.
Kenaikan tarif tersebut tidak bisa serta-merta ditunda setelah terlanjur diberlakukan. Namun, kondisi tahun ini dapat menjadi dasar evaluasi untuk penyesuaian tarif dua tahun mendatang.
Banjir yang terjadi di 14 ruas jalan tol pada Februari 2021, menurut Joko, bukan salah pengelola. Pengelola sudah memperbaiki saluran drainase serta mengkaji potensi dan penanganan banjir sejak Agustus 2020. Namun, ada banyak hal di luar kendali BPJT sehingga kenaikan titik banjir pada 2021 bukan berarti karena kelalaian BPJT.
Joko menambahkan, dari 14 titik yang tergenang, sebanyak delapan titik banjir karena luapan dari sungai atau jalan arteri yang tidak mampu dibendung. Sementara itu, lima titik terdampak banjir karena sedang ada pembangunan konstruksi jalan tol. Adapun satu titik tergenang banjir karena memang kapasitas saluran drainasenya tidak mampu menampung curah hujan yang tinggi.
Selain kenaikan tarif, pada tahun ini, BPJT juga akan mengimplimentasikan sejumlah teknologi di jalan tol. Teknologi itu, antara lain, sistem jalan tol tanpa henti untuk multilajur (MLFF), penimbangan bobot kendaraan dalam kondisi bergerak (WIM), kecerdasan buatan untuk memprediksi lubang dan retakan di jalan tol, serta pemodelan informasi bangunan (BIM). Implementasi teknologi itu diharapkan memberikan beragam manfaat, kemudahan, dan menjamin keselamatan pengguna jalan.