Penerapan teknologi dalam pengelolaan infrastruktur mesti tetap dibarengi dengan kedisiplinan pengguna jalan. Hal ini diperlukan untuk memastikan keselamatan perjalanan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
Ribuan kilometer perjalanan selalu diawali dari langkah pertama. Bermula dari pembangunan jalan tol di awal dekade 1970-an, saat ini jaringan jalan bebas hambatan di Indonesia telah membentang hingga hampir 2.500 kilometer.
Sebagian di antara ruas jalan tol tersebut bukan lagi berupa ruas-ruas independen, melainkan sudah membentuk sistem jaringan. Upaya pengelolaan yang lebih terintegrasi dari hulu hingga hilir menjadi sebuah keniscayaan.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerjemahkan hal ini melalui implementasi teknologi. Sejumlah teknologi disiapkan untuk mulai dijalankan tahun ini.
Teknologi tersebut, antara lain, sistem jalan tol tanpa henti untuk multilajur (multilane free flow/MLFF), weigh in motion (WIM), kecerdasan buatan untuk memprediksi lubang dan retak di jalan tol, serta pemodelan informasi bangunan (building information modeling/BIM). Implementasi sejumlah teknologi itu diharapkan memberikan beragam manfaat, kemudahan, dan menjamin keselamatan pengguna jalan.
Implementasi sejumlah teknologi itu diharapkan memberikan beragam manfaat, kemudahan, dan menjamin keselamatan pengguna jalan.
MLFF yang menggunakan sensor dengan teknologi berbasis sistem navigasi satelit global (global navigation satelite system/GNSS) dapat mengenali dan mengidentifikasi kendaraan yang melintas. Teknologi ini memudahkan transaksi di jalan tol karena pengguna tidak perlu lagi berhenti dan menempelkan kartu di gerbang tol.
Sementara teknologi WIM dapat mengenali berat muatan dan ukuran kendaraan yang melintas di suatu ruas. Pengguna jalan yang melanggar batasan bobot muatan dan dimensi akan dipenalti dengan tarif lebih atau dikeluarkan dari jalan tol.
Setelah nantinya diuji coba pada 2021, alat timbang kendaraan bermotor dengan sistem teknologi WIM ini akan ditempatkan lebih luas di jaringan jalan nasional dan juga jalan tol. Penerapan teknologi WIM ini sejalan dengan upaya pencanangan Indonesia bebas kendaraan bermuatan dan berdimensi yang berlebihan yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2023.
Teknologi kecerdasan buatan juga akan diimplementasikan sebagai solusi untuk mengenali lubang dan retakan jalan secara otomatis, baik lokasi, luasan, maupun kedalamannya. Sistem selanjutnya akan memberikan perintah langsung kepada BPJT untuk menutup lubang dan retakan jalan itu. BPJT menaruh harapan kecerdasan buatan ini kelak juga dapat digunakan untuk memprediksi lubang dan retakan sebelum lubang dan retakan itu terjadi.
Sementara BIM adalah proses berbasis model tiga dimensi cerdas yang akan memberikan wawasan dan alat bagi para profesional bidang arsitektur, teknik, dan konstruksi. Teknologi ini diharapkan dapat lebih mengefisienkan perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pengelolaan bangunan serta infrastruktur.
Per akhir 2020, panjang jaringan jalan tol di Indonesia adalah 2.346 kilometer (km) atau bertambah 258 km dari 2019. Berdasarkan prognosis BPJT, panjang jalan tol pada 2021 diharapkan bisa mencapai 2.756 km. Sesuai dengan rencana strategis dan rencana pembangunan jangka menengah, pada 2024 nanti, panjang jalan tol ditargetkan bisa mencapai 4.761 km dan panjang jalur jalan tol 18.537 km.
Jumlah kendaraan yang bertransaksi di jalan tol pada 2019 sebanyak 4,6 juta unit. Akibat pandemi Covid-19 yang diiringi pembatasan atau pengendalian mobilitas, jumlah transaksi harian di sepanjang 2020 turun menjadi 3,4 juta transaksi. Prognosis total jumlah transaksi harian pada 2021 sebanyak 4 juta transaksi. Adapun sasaran total jumlah transaksi harian pada 2024 adalah 7 juta transaksi.
BPJT juga mencatat, pada 2019, kecepatan rata-rata kendaraan di jalan tol dalam kota 40 km per jam dan luar kota 70 km per jam. Hal ini didasarkan pada swapenilaian (self assesment) BPJT. Berdasarkan data simulasi pada Desember 2020, kecepatan rata-rata dalam kota 69 km per jam dan luar kota 82 km per jam. Untuk tahun ini, BPJT memperkirakan kecepatan rata-rata kendaraan di dalam kota 75 km per jam dan luar kota 90 km per jam.
Berbagai ikhtiar, termasuk penerapan teknologi, dilakukan dalam pengelolaan jalan tol yang berkaitan dengan sekian banyak aspek berikut dinamikanya tersebut. Namun, jangan dilupakan peran pengguna jalan untuk juga ”memutakhirkan” perilakunya, terutama dalam berdisiplin menaati aturan lalu lintas demi keselamatan perjalanan.
Perilaku manusia dan aplikasi teknologi mesti diarahkan agar berkontribusi dalam menjamin keselamatan.
Sebut, misalnya, kedisiplinan berkendara dalam batasan kecepatan aman meski nantinya jalan akan kian bebas hambatan seiring kemudahan atau solusi yang ditawarkan teknologi. Demikian pula kepatuhan memenuhi batasan muatan dan dimensi kendaraan.
Perilaku manusia dan aplikasi teknologi mesti diarahkan agar berkontribusi dalam menjamin keselamatan. Safety first, utamakan keselamatan, adalah prinsip yang mesti dipraktikkan, termasuk saat kita berkendara melintasi jalan dari titik keberangkatan hingga tempat tujuan.