Rancangan Aturan PHK: Hak Pesangon Buruh Berkurang
Pemerintah menurunkan komponen pesangon bagi pekerja yang mengalami PHK dalam aturan turunan UU Cipta Kerja. Namun, pekerja yang terkena PHK tetap mendapat perlindungan lewat program jaminan kehilangan pekerjaan.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lewat rancangan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menurunkan komponen pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Pekerja yang dipecat dalam beberapa skenario tertentu, seperti saat perusahaan sedang merugi dan melakukan efisiensi, hanya mendapat jatah separuh pesangon dari sebelumnya.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja itu diunggah oleh Kementerian Ketenagakerjaan di portal uu-ciptakerja.go.id, Jumat (29/1/2021), empat hari sebelum tenggat akhir penyusunan peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
RPP itu mengatur, dalam beberapa kondisi, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak mendapatkan uang pesangon utuh. Secara umum, Pasal 39 Ayat (2) RPP mengatur, pemberian uang pesangon disesuaikan dengan masa kerja. Nilainya minimal sebesar satu bulan upah untuk masa kerja kurang dari satu tahun dan maksimal sembilan bulan upah untuk masa kerja delapan tahun atau lebih.
Akan tetapi, dalam tujuh situasi tertentu, pekerja yang di-PHK hanya berhak mendapat separuh uang pesangon atau sebesar 0,5 kali ketentuan yang ada tersebut. Pertama, ketika terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan perubahan syarat kerja dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Kedua, ketika perusahaan melakukan efisiensi akibat mengalami kerugian.
Ketiga, saat perusahaan tutup karena mengalami kerugian selama dua tahun (berturut-turut maupun tidak). Keempat, ketika perusahaan tutup karena keadaan memaksa (force majeur). Kelima, ketika perusahaan sedang menunda kewajiban pembayaran utang akibat merugi. Keenam, ketika perusahaan pailit. Ketujuh, ketika pekerja melanggar peraturan kerja dan telah diberikan tiga kali surat peringatan.
Meski terjadi pengurangan komponen pesangon, pemberian uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi korban PHK tidak dikurangi di setiap skenario itu.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Sabtu (30/1/2021), mengatakan, penurunan komponen pesangon setelah berlakunya UU Cipta Kerja tidak mengejutkan. Sejak awal kemunculan UU sapu jagat itu, isu terkait hak pesangon dan PHK memang telah menjadi sorotan serikat pekerja dan buruh.
”Nuansanya memang jadi jauh lebih irit. Hal ini sudah diduga karena sejak awal semangat UU Cipta Kerja memang untuk menurunkan tanggungan biaya bagi pengusaha,” kata Timboel saat dihubungi di Jakarta.
Ia mengatakan, untuk memitigasi penurunan komponen pesangon bagi korban PHK itu, pemerintah harus memperkuat sistem pengawasan ketenagakerjaan dan penegakan hukum untuk memastikan lebih banyak tenaga kerja yang terdaftar di BP Jamsostek dan terlindungi saat di-PHK.
”Saat ini, banyak pekerja yang belum terdaftar jaminan sosial ketenagakerjaan. Dengan adanya penurunan pesangon seperti ini, setidaknya ketika di-PHK, pekerja masih bisa terbantu dengan tabungan dari program-program jamsostek lainnya, masih ada proteksi,” katanya.
Akses untuk mengikuti program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) pun diharapkan lebih mudah dan terbuka. Dengan demikian, saat di-PHK dan pesangonnya berkurang, pekerja bisa mendapat keterampilan/keahlian baru, uang saku tambahan, dan informasi mengenai pasar kerja.
Selain pengurangan komponen pesangon hingga separuh, RPP juga mengatur beberapa kondisi di mana pekerja hanya mendapat pesangon sebesar 0,75 kali ketentuan, yaitu ketika pekerja dipecat karena keadaan memaksa (forcemajeur), tetapi perusahaannya tidak sampai tutup.
Selain itu, komponen pesangon untuk pekerja yang memasuki usia pesangon juga berkurang dibandingkan yang sebelumnya berlaku di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan. Sebelumnya, pekerja yang pensiun masih berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 2 kali dari ketentuan. Lewat RPP Cipta Kerja terbaru, jatah uang pesangon untuk pekerja pensiun menjadi sebesar 1,75 kali dari ketentuan.
JKP dikebut
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, meskipun terjadi pengurangan komponen pesangon, pekerja yang terkena PHK tetap akan mendapatkan perlindungan lewat program JKP. ”Mereka juga tetap akan mendapat JKP, tetapi besarannya sampai dengan saat ini masih kita matangkan,” kata Anwar.
Perlindungan lain untuk pekerja ditunjukkan dengan ketentuan baru bahwa pekerja kontrak (PKWT) pun harus mendapat sejenis ’pesangon’ atau kompensasi begitu masa kontrak atau pekerjaan mereka selesai. Kompensasi diberikan pada pekerja kontrak yang masa kerjanya paling sedikit satu bulan.
Sementara nilai kompensasinya adalah sebesar satu bulan upah sesuai masa kerja yang dihitung secara proporsional. Untuk PKWT selama 12 bulan, kompensasinya sebesar satu bulan upah. Untuk PKWT selama kurang dari 12 bulan dan PKWT lebih dari 12 bulan, kompensasinya dihitung proporsional dengan penghitungan: lama masa kerja dibagi 12 (bulan) dikali besaran satu bulan upah.
Anwar mengatakan, dalam desain sistem JKP yang disusun pemerintah, sejauh ini, pekerja yang boleh mendapat JKP adalah peserta BP Jamsostek kategori penerima upah (PU) dan telah mengikuti program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
JKP akan diberikan kepada pekerja yang di-PHK akibat adanya penggabungan, perampingan, atau efisiensi akibat perubahan status kepemilikan perusahaan, serta yang di-PHK akibat perusahaan mengalami kerugian, pailit, tutup, atau melakukan kesalahan terhadap pekerja. ”Pengecualian untuk program ini hanya pekerja PKWT (kontrak), pekerja yang pensiun, meninggal, dan cacat total,” katanya.
Lewat JKP, pekerja korban PHK mendapat manfaat uang selama paling lama 6 bulan dengan persentase tertentu dari upah yang dilaporkan atau dari rata-rata upah nasional. Korban PHK juga mendapatkan akses untuk kelas-kelas pelatihan untuk menambah keterampilan, serta mendapatkan informasi terkait pasar kerja.
Anwar mengatakan, RPP tentang program JKP ini direncanakan bisa tuntas pekan depan. Sampai hari ini, Kemenaker masih mengadakan rapat-rapat maraton dengan forum tripartit yang terdiri atas perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja.