Pemerintah telah menetapkan 38 proyek strategis nasional pada 2021. Muncul desakan agar proyek yang diprioritaskan adalah yang menyerap tenaga kerja.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah mempercepat pembangunan proyek strategis nasional di masa pandemi Covid-19 harus memprioritaskan penyerapan tenaga kerja. Proyek yang dipilih untuk dijalankan pada 2021 harus adaptif dan relevan dengan upaya menangani pandemi serta menyejahterakan masyarakat lewat aktivitas ekonomi.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menargetkan 38 proyek strategis nasional dari 201 proyek pada 2021 dengan nilai investasi Rp 464,6 triliun. Daftar itu ditetapkan setelah 269 usulan proyek dan program dari berbagai kementerian, pemerintah daerah, BUMN, dan swasta dievaluasi.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, Minggu (6/12/2020), mengatakan, prioritas utama saat ini adalah menangani pandemi dan memulihkan ekonomi yang terpukul akibat Covid-19. Karena itu, pemilihan proyek strategis nasional yang didahulukan harus benar-benar selektif dan relevan dengan kebutuhan di masa pandemi.
”Prioritas utama seharusnya mengoptimalkan proyek-proyek ini sesegera mungkin untuk memulihkan ekonomi pasca-Covid-19 dan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk masyarakat yang semakin banyak menganggur akibat pandemi,” kata Enny saat dihubungi di Jakarta.
Prioritas penciptaan lapangan kerja ini mendesak. Menurut data Badan Pusat Statistik, sebanyak 29,12 juta orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak Covid-19. Sebanyak 2,56 juta orang menganggur akibat Covid-19 sehingga menambah angka pengangguran per Agustus 2020 menjadi 9,77 juta orang.
Akibat Covid-19, jumlah pekerja penuh atau yang bekerja minimal 35 jam per minggu merosot dari 71,04 persen menjadi 63,85 persen dari jumlah penduduk bekerja. Pekerja setengah pengangguran meningkat dari 6,42 persen menjadi 10,19 persen, sedangkan pekerja paruh waktu meningkat dari 22,54 persen menjadi 25,96 persen. Jumlah pekerja informal naik menjadi 77,68 juta orang dalam setahun.
”Angka pengangguran dan setengah pengangguran semakin tinggi dan itu pasti akan berdampak langsung pada penurunan daya beli. Skema bantuan sosial seperti apa pun tidak akan memulihkan daya beli kalau masyarakat tidak cepat mendapat pekerjaan,” ujarnya.
Enny mencermati proyek strategis nasional yang sudah dievaluasi dan tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Menurut dia, belum ada penilaian matang dalam memilih proyek demi pemulihan ekonomi nasional.
”Proyek yang dipilih dan skenario yang diambil masih tetap seperti biasa. Ada banyak proyek yang sudah lama didesain yang sebenarnya sudah tidak adaptif dan relevan lagi dengan kebutuhan pandemi, tetapi masih tercantum,” katanya.
Pemerintah meyakinkan pembangunan proyek strategis nasional akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun, tambah Enny, selama ini, proyek-proyek itu terbukti tidak signifikan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Pada 2017, proyek pembangunan infrastruktur sangat pesat. Namun, pada tahun yang sama, penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi justru menurun.
”Sebagian besar proyek itu ternyata mengandalkan mekanisasi, bukan tenaga manusia. Bahan bakunya juga impor. Ada yang terputus antara proyek-proyek strategis negara dan tujuan menyejahterakan masyarakat. Kalau tujuan proyek strategis nasional sekadar meningkatkan investasi, tidak akan menyelesaikan persoalan,” kata Enny.
Selama ini pembangunan proyek strategis nasional menghasilkan pertumbuhan investasi, tetapi peningkatannya tidak signifikan. Di sisi lain, kualitas investasi justru menurun. Hal itu bisa dilihat dari elastisitas penyerapan tenaga kerja dari penambahan investasi baru yang justru menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Enny menambahkan, proyek yang harus diprioritaskan adalah yang bisa menjawab tantangan pemulihan ekonomi pascapandemi. Misalnya, pembangunan kawasan industri untuk menarik investasi sektor manufaktur yang bisa menambah lapangan pekerjaan. Pembangunan infrastruktur digital juga menjawab tantangan kemajuan digitalisasi yang semakin pesat pasca-Covid-19.
”Kawasan industri kita belum berkembang, sekitar 95 persen masih milik swasta. Sementara swasta hanya memikirkan untung, tidak ada kepentingan proyek itu harus berdampak pada kepentingan nasional,” katanya.
Proyek yang harus diprioritaskan adalah yang bisa menjawab tantangan pemulihan ekonomi pascapandemi.
Dipertajam
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah sudah mendata 38 proyek strategis nasional yang akan dilaksanakan pada 2021. Mayoritas proyek yang terpilih adalah pembangunan jalan tol dan bendungan, serta beberapa kawasan industri, pelabuhan, dan jaringan irigasi.
Namun, pemerintah masih akan mempertajam daftar proyek tersebut. ”Sifatnya masih potensi yang akan kami dorong untuk selesai tuntas atau beroperasi sebagian,” katanya.
Mayoritas proyek yang terpilih adalah pembangunan jalan tol dan bendungan, serta beberapa kawasan industri, pelabuhan, dan jaringan irigasi.
Menurut Wahyu, sejumlah pembangunan infrastruktur di bidang digital dan kesehatan belum masuk daftar proyek strategis nasional. ”Untuk digital sepertinya belum bisa karena proyek satelit multifungsi seingat saya masih dalam proses pemenuhan pembiayaan dan untuk infrastruktur kesehatan belum masuk dalam proyek strategis nasional,” ujarnya.
Pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah telah mengevaluasi usulan proyek strategis nasional dan mempertimbangkan berbagai kriteria dasar. Kriteria itu, antara lain, kesesuaian proyek dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024, Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang, serta mempertimbangkan kriteria strategis seperti peran proyek bersangkutan terhadap pembangunan nasional.
”Pertimbangan lain adalah sudah memiliki studi kelayakan yang berkualitas, memiliki nilai investasi di atas Rp 500 miliar, dan penyelesaian konstruksinya paling lambat di triwulan III-2024 (kecuali proyek minyak dan gas). Proyek tersebut juga harus berperan mendukung pusat kegiatan ekonomi,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan kriteria-kriteria itu, sebanyak 201 proyek dan 10 program yang meliputi 23 sektor dengan total nilai investasi Rp 4.809,7 triliun telah ditetapkan sebagai Daftar Proyek Strategis Nasional terbaru dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020. Proyek dan program PSN itu memperoleh pembiayaan yang bersumber dari APBN dan APBD, BUMN, serta swasta.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengestimasi, penciptaan lapangan kerja langsung dari pekerjaan konstruksi proyek strategis nasional sebanyak 878.000 lapangan kerja pada 2021 dan 938.000 lapangan kerja pada 2022.
”Percepatan ini diharapkan mendorong perekonomian melalui peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, serta pemulihan industri dan pariwisata,” kata Airlangga.