Presiden: Kembangkan Bisnis Kolaboratif di Bidang Pangan
Skema kemitraan ”inclusive closed loop” menghubungkan petani dengan berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga perusahaan atau korporasi; lembaga keuangan, seperti perbankan dan koperasi; serta ritel.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menjaga ketahanan pangan di tengah ancaman krisis, pemerintah meminta perusahaan untuk merangkul petani dalam kemitraan yang saling menguntungkan dari hulu sampai hilir. Kolaborasi lintas sektor antara perusahaan, petani, dan pemerintah perlu ditingkatkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pangan, produktivitas, serta kesejahteraan petani.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada acara Jakarta Food Security Summit-5 yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Rabu (18/11/2020), menyampaikan, potensi krisis pangan akibat pandemi Covid-19 serta populasi penduduk dunia yang meningkat membuat banyak negara semakin menyadari arti penting pembenahan sektor pangan, tak terkecuali Indonesia.
Namun, peluang kebutuhan dan pasar yang sangat besar ini membutuhkan cara-cara baru yang inovatif untuk mendorong efisiensi proses produksi, menghasilkan pangan yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau, serta menyejahterakan petani dan tetap mendukung kelestarian lingkungan.
”Kita harus melompat dengan cara baru, dengan skala produksi lebih besar. Peran sentra korporasi petani untuk mengedepankan nilai tambah di tahap on farm (pengolahan) maupun off farm (pemasaran) berbasis teknologi modern yang memberikan kesejahteraan lebih baik bagi petani dan sektor pendukungnya,” kata Presiden.
Presiden mendorong Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk melanjutkan komitmen mendampingi 2 juta petani swadaya pada 2023 melalui skema inclusive closed loop. Tahun ini, Kadin telah mewujudkan program itu lewat pendampingan kepada 1 juta petani swadaya.
Skema inclusive closed loop menghubungkan petani dengan berbagai pihak. Pihak tersebut tidak hanya pemerintah, tetapi juga perusahaan atau korporasi; lembaga keuangan, seperti perbankan dan koperasi; serta ritel. Sistem kemitraan itu diharapkan menyatukan seluruh mata rantai pertanian untuk menciptakan efisiensi, meningkatkan kualitas, dan menyerap komoditas pangan yang dihasilkan.
Dalam skema tersebut, perusahaan bertugas mendampingi dan membeli hasil panen petani (offtaker), sedangkan lembaga keuangan membantu fasilitas pendanaan dan pinjaman kredit untuk petani. Adapun pemerintah selaku regulator memastikan ketersediaan lahan, sertifikasi, penyediaan infrastruktur, serta pendampingan kepada petani.
”Saya berharap model bisnis kolaboratif yang inklusif ini bisa mendorong sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru yang membuka lebih banyak lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat,” kata Presiden.
Sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru yang membuka lebih banyak lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat.
Saat ini, beberapa inisiatif kolaborasi dengan skema inclusive closed loop itu tengah dijalankan di sejumlah lahan pertanian, seperti komoditas cabai di Garut, Jawa Barat, dan industri minyak sawit.
Presiden menambahkan, contoh inisiatif seperti itu perlu direplikasi dan diperbanyak di daerah-daerah lain.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis Pangan dan Kehutanan Franky Oesman Wijaya mengatakan, dengan skema Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro), pada 2020, Kadin telah mendampingi 1 juta petani dan meningkatkan produktivitas petani hingga 40-76 persen. Pendapatan petani naik 50-200 persen, bergantung pada jenis komoditasnya.
Program tersebut akan dikembangkan menjadi pendampingan untuk 2 juta petani pada 2023. Pendampingan dengan metode inclusive closed loop itu memberikan pelatihan, akses bibit unggul dan pupuk, serta akses pendanaan dan jaminan pembelian hasil produksi oleh perusahaan yang memberikan pendampingan tersebut.
Untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen pangan kelas dunia, tambah Franky, dukungan dari berbagai pihak dibutuhkan. Dukungan pemerintah dari segi kebijakan dibutuhkan untuk mendukung model bisnis baru di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Koperasi petani juga berperan untuk terlibat dalam rantai pasok terintegrasi dan menciptakan lebih banyak lumbung pangan (food estate).
Tujuh program
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, secara beriringan, pemerintah menyiapkan tujuh program untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Ketujuh program itu adalah pembangunan lumbung pangan, seperti yang sedang disiapkan di Kalimantan Tengah dan Humbang Hasundutan.
Program lainnya adalah pengembangan kluster bisnis padi, pengembangan produk hortikultura berbasis ekspor, kemitraan inklusif dengan model closed loop untuk komoditas hortikultura, pengembangan seribu desa sapi, pengembangan industri rumput laut, serta pengembangan korporasi petani dan nelayan.
Perbaikan di sektor pertanian diharapkan akan membantu menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Agustus 2020, jumlah penduduk bekerja 128,45 juta orang. Penduduk bekerja paling banyak terserap di sektor pertanian dengan jumlah 38,23 juta orang atau 29,7 persen dari total penduduk bekerja.
Perbaikan di sektor pertanian diharapkan akan membantu menyerap tenaga kerja.
Seiring dengan itu, sektor pertanian terus bertumbuh pesat. Pada triwulan III-2020, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi salah satu dari tujuh lapangan usaha yang masih tumbuh positif selama pandemi dengan pertumbuhan 2,15 persen secara tahunan.
Badan Pusat Statistik juga mencatat, ekspor sektor pertanian terus naik secara signifikan. Pada September 2020, ekspor naik 16,2 persen secara tahunan dan 20,8 persen secara bulanan.
Secara kumulatif dalam dua tahun terakhir, kinerja ekspor sektor pertanian juga konsisten meningkat. Pada Januari-September 2020, ekspor sektor pertanian naik 9,7 persen secara tahunan dan pada Januari-September 2019 naik 2,8 persen secara tahunan.
Asisten Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) sebagai perwakilan untuk Asia-Pasifik Jong-Jin Kim mengatakan, sistem pangan di sejumlah negara harus terus dibenahi untuk menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang. Dampak pandemi Covid-19 menjadi salah satu contoh momentum yang membawa kesadaran akan pentingnya memperbaiki sistem pangan dunia.
”Saat ini, ada kebutuhan untuk melakukan transformasi sistem pangan yang mendasar untuk menjaga ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan nutrisi bagi masyarakat,” kata Jong.
Sistem pangan di sejumlah negara harus terus dibenahi untuk menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.
Transformasi di sektor pangan dan pemenuhan kebutuhan makanan bergizi ini harus tetap berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, termasuk pula para petani yang menjadi produsen pangan.
”Seiring dengan itu, petani harus melakukan diversifikasi produk secara kolektif untuk menjawab tantangan permintaan pasar yang meningkat serta menyediakan makanan bergizi yang terjangkau untuk masyarakat miskin,” ujarnya.