Ketidakpastian Masih Menghantui Neraca Perdagangan
Indonesia mesti mewaspadai potensi peningkatan sengketa dagang. Ada kecenderungan negara-negara mitra ingin menekan defisit neraca perdagangannya terhadap Indonesia.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun surplus 2,44 miliar dollar AS pada September 2020, ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 masih menghantui neraca perdagangan Indonesia. Ketidakpastian ini mengemuka pada permintaan global dan domestik.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, kinerja neraca perdagangan Indonesia menghadapi ketidakpastian permintaan yang bergantung pada penanganan pandemi Covid-19. ”Sejumlah indikator pun menunjukkan adanya pelemahan daya beli,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
BPS mencatat, neraca perdagangan September 2020 surplus 2,44 miliar dollar Amerika Serikat. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya, 2,36 miliar dollar AS, dan defisit pada September 2019 sekitar 180 juta dollar AS.
Surplus neraca perdagangan pada September 2020 dipengaruhi ekspor sekitar 14,01 miliar dollar AS. Adapun nilai impor sekitar 11,57 miliar dollar AS.
Dibandingkan dengan Agustus 2020, ekspor pada September 2020 tumbuh 6,91 persen dan dibandingkan dengan September 2019, ekspor turun tipis 0,51 persen. Impor pada September 2020 juga tumbuh 7,71 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Nilai impor bahan baku/penolong lebih tinggi 7,23 persen dan nilai impor barang modal meningkat 19,01 persen.
Suhariyanto menilai, tren kinerja neraca perdagangan nasional mulai positif. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku/penolong berdampak pada kinerja investasi dan pembentukan modal tetap bruto dalam struktur pertumbuhan ekonomi.
”Ekspor industri bergerak, impor pun bergeliat,” katanya.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani menyatakan, Indonesia mesti mewaspadai potensi peningkatan sengketa dagang. Ada kecenderungan negara-negara mitra yang ingin menekan defisit neraca perdagangannya terhadap Indonesia.
Risiko gagal bayar di sejumlah negara yang mengalami pertumbuhan negatif juga patut diwaspadai. Eksportir Indonesia harus dipastikan mendapatkan perlindungan hak finansialnya meski pembeli di negara tujuan mengalami kesulitan.
Meskipun demikian, ada sinyal positif dari kinerja ekspor nonmigas. ”Di tengah konsumsi global yang masih cenderung lemah, permintaan industri internasional, khususnya dari negara-negara Asia, terhadap ekspor Indonesia bisa mendukung peningkatan kinerja industri dalam negeri hingga akhir tahun,” ujarnya.
Indonesia mesti mewaspadai potensi peningkatan sengketa dagang. Ada kecenderungan negara-negara mitra yang ingin menekan defisit neraca perdagangannya terhadap Indonesia.
BPS mendata, ekspor nonmigas pada September 2020 senilai 13,31 miliar dollar AS. Nilai ini lebih tinggi 6,97 persen ketimbangan bulan sebelumnya dan naik 0,21 persen dibandingkan dengan September 2019.
Impor bahan baku/penolong dan barang modal pada September 2020 juga meningkat masing-masing 7,23 persen dan 19,01 persen dibandingkan dengan Agustus 2020.
”Data ini mengindikasikan, industri nasional lebih bergeliat dan percaya diri terhadap permintaan pasar nasional dan global. Selain itu, industri secara perlahan-lahan menunjukkan sinyal peningkatan kinerja produksi,” tutur Shinta.
Perjanjian dagang
Salah satu cara untuk menopang kinerja neraca perdagangan ialah perjanjian dagang internasional. Indonesia pun terlibat aktif dalam perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang telah mencapai pertemuan Intersesi ke-11.
Dalam siaran pers, Kamis, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, momentum penandatanganan perjanjian RCEP pada tahun ini tidak boleh dilewatkan. RCEP berperan penting mendorong pemulihan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian perdagangan dunia.
Dalam pertemuan Intersesi RCEP tersebut, para menteri yang terlibat dalam perundingan mengonfirmasi, RCEP akan terbuka bagi India di masa mendatang karena telah berkontribusi sebagai peserta sejak awal. Sebelumnya, India tidak ikut serta dalam memberikan pernyataan bersama terkait RCEP dalam Konferensi Tingkat Tinggi RCEP ke-3 di Thailand pada November 2019.