Optimisme Iringi Perbaikan Produksi Minyak Siap Jual
Kendati capaian ”lifting” minyak per Agustus 2020 melampaui target APBN 2020, masih ada pekerjaan besar di hulu migas Indonesia. Defisit minyak masih terjadi dan perbaikan iklim investasi hulu migas mendesak diperbaiki.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas mengumumkan pencapaian produksi siap jual atau lifting minyak bumi Indonesia hingga 31 Agustus 2020 sebanyak 706.900 barel per hari. Capaian tersebut sedikit di atas target lifting minyak dalam perubahan APBN 2020 yang sebanyak 705.000 barel per hari.
Tanpa terobosan, target lifting minyak 1 juta barel per hari pada 2030 bakal sulit terealisasi.
Dalam laporan SKK Migas, selain capaian lifting minyak yang melampaui patokan APBN 2020, serapan gas bumi juga mulai membaik. Pada Agustus 2020, serapan gas bumi mencapai 5.516 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Serapan tersebut sedikit lebih rendah dari target yang sebanyak 5.556 MMSCFD atau mencapai 99,3 persen dari target.
”Kami memantau serapan gas bumi bulan Agustus lebih baik daripada bulan-bulan sebelumnya. Oleh karena itu, kami optimistis serapan terhadap gas akan meningkat seiring membaiknya perekonomian dalam negeri,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih dalam siaran pers, Senin (7/9/2020).
Susana menambahkan, dalam kurun empat bulan mendatang, SKK Migas berusaha memitigasi risiko untuk mengatasi kendala-kendala produksi. Selain fokus pada program kerja yang sudah ditetapkan, SKK Migas juga menempuh beberapa langkah optimasi agar lifiting migas nasional dapat mencapai target. Percepatan tersebut adalah dengan menerapkan enam cara luar biasa (extra ordinary).
Kami optimistis serapan terhadap gas akan meningkat seiring membaiknya perekonomian dalam negeri.
Keenam cara tersebut adalah penerapan skema bagi hasil yang fleksibel, mendorong paket stimulus, mempertahankan tingkat produksi yang ada, percepatan sumber daya migas untuk segera diproduksi, mempercepat penerapan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR), dan lelang wilayah kerja migas yang berpotensi kepada investor.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, untuk mempertahankan target lifting migas atau bahkan melebihinya, pemerintah harus berbenah di banyak sektor. Kuncinya, perbaikan iklim investasi hulu migas Indonesia. Kepastian hukum, kemudahan perizinan, termasuk insentif fiskal adalah hal-hal penting yang bisa memengaruhi pencapaian target lifting tersebut.
”Cara-cara itu pun belum cukup. Kendati Indonesia sudah berbenah, tetapi negara lain masih lebih baik iklim investasinya di mata investor, tak menutup kemungkinan mereka lebih memilih negara tersebut ketimbang Indonesia. Jadi, faktor-faktor seperti itu turut diperhatikan,” tutur Komaidi saat dihubungi.
Kendati Indonesia sudah berbenah, tetapi negara lain masih lebih baik iklim investasinya di mata investor, tak menutup kemungkinan mereka lebih memilih negara tersebut ketimbang Indonesia.
Komaidi mengingatkan tentang kebijakan penurunan harga gas yang dilakukan pemerintah baru-baru ini. Kebijakan tersebut mengharuskan perubahan kontrak jual beli antara produsen dan pembeli gas. Perubahan kontrak di sektor hulu migas sangat dihindari bagi investor.
”Perubahan kontrak itu menyangkut kepastian hukum atau kepastian berusaha. Apabila hal-hal semacam ini kerap terjadi, investor bakal berpikir dua kali saat hendak berinvestasi di Indonesia,” ujar Komaidi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, beberapa waktu lalu, mengatakan, untuk mencegah penurunan produksi lapangan migas kian dalam, pemerintah memperketat operasi kontraktor kontrak kerja sama (K3S) di lapangan. Selain itu, lapangan-lapangan migas yang diserahkan K3S kepada pemerintah sudah dilimpahkan ke PT Pertamina (Persero) untuk dikelola. Pertamina dipersilakan menggandeng mitra untuk mengelola lapangan tersebut.
”Selain itu, tahun ini ada rencana melelang 12 wilayah kerja migas yang baru kepada investor. Namun, berhubung masih ada pandemi Covid-19, K3S mengusulkan agar lelang digeser ke awal 2021,” kata Arifin.
Produksi migas di Indonesia yang terus menurun menjadi sorotan banyak pihak. Selain faktor usia lapangan yang menua sehingga sudah melewati batas puncak produksi, sampai saat ini belum ditemukan lagi sumber cadangan migas berskala besar di Indonesia. Kategori lapangan migas berskala besar adalah setidaknya lapangan tersebut mengandung cadangan 500 juta barel setara minyak.
Peningkatan produksi minyak di Indonesia mendesak diperlukan seiring terus konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri yang meningkat. Dengan angka konsumsi mencapai 1,5 juta barel per hari, Indonesia harus bergantung pada impor lantaran kemampuan produksi minyak kurang dari 800.000 barel per hari. Apalagi, pemerintah mematok target produksi 1 juta barel minyak per hari di 2030.