Pemerintah mesti berkonsentrasi menangani Covid-19. Sebab, calon investor juga memperhatikan penanganan Covid-19, bukan hanya fleksibilitas tenaga kerja.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membentangkan poster di antara petugas kepolisian saat berunjuk rasa di depan Kompleks MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Agenda utama demonstrasi hari itu adalah untuk menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dan meminta pemerintah mencegah pemutusan hubungan kerja massal.
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bukan jaminan untuk menarik investasi masuk ke Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu, RUU berkonsep sapu jagat itu tidak perlu terburu-buru disahkan, terutama mempertimbangkan pasal di kluster ketenagakerjaan yang belum disepakati pengusaha dan buruh.
Setelah melalui sembilan kali rapat pada 8-23 Juli 2020, forum tripartit yang terdiri dari perwakilan pekerja, pengusaha, dan pemerintah rampung membahas pasal-pasal di kluster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Namun, pengusaha dan buruh gagal menyepakati sejumlah pasal.
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, Minggu (2/8/2020), mengatakan, daripada mempercepat pembahasan RUU Cipta Kerja dengan dalih pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19, pemerintah mestinya memprioritaskan penanganan Covid-19 dan menurunkan angka penularan virus korona tipe baru di dalam negeri.
Sebab, sejumlah perusahaan yang berencana merelokasi pabrik di luar China tidak hanya memperhatikan kemudahan berusaha yang ditandai dengan perizinan investasi yang sederhana dan daya tarik fleksibilitas tenaga kerja. Namun, investor juga memperhatikan prospek penanggulangan Covid-19.
Apalagi, mayoritas perusahaan yang berencana merelokasi pabrik bergerak di sektor manufaktur padat karya. Jika penanganan Covid-19 di suatu negara tidak maksimal, perusahaan akan ragu menanamkan modal. ”Jadi, ini bukan semata-mata masalah upah dan pesangon buruh Indonesia, melainkan juga penanganan aspek kesehatan,” katanya.
SUMBER: BKPM
Realisasi investasi Januari-Juni 2020 menurut negara asal (sumber: BKPM).
Di sisi lain, Faisal menilai keputusan investor merelokasi pabrik juga memerlukan proses yang cukup panjang. Memacu pembahasan RUU Cipta Kerja dalam beberapa bulan terakhir tidak menjamin investasi segera masuk ke Indonesia. Apalagi, pembahasan yang masih alot diwarnai resistensi publik.
”Mau diburu-buru sekarang pun belum tentu bisa menjamin menarik realokasi dari China,” ujarnya.
Memaksakan pembahasan kluster ketenagakerjaan di tengah resistensi publik yang kuat dikhawatirkan memecah fokus pemerintah dari upaya penanganan Covid-19. Padahal, penanganan Covid-19 jauh lebih penting.
Penolakan kuat dari serikat pekerja ditunjukkan melalui sejumlah aksi unjuk rasa. Jika berkukuh menuntaskan pembahasan RUU Cipta Kerja dalam waktu dekat, dampaknya akan lebih buruk bagi penanganan aspek kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penanaman modal asing pada Januari-Juni 2020 sebesar Rp 195,6 triliun, merosot dibandingkan dengan Januari-Juni 2019 yang sebesar Rp 212,8 triliun.
Padahal, penanganan Covid-19 jauh lebih penting.
Belum berhasil
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Benny Rusli mengatakan, pembahasan forum tripartit dalam dua pekan terakhir belum berhasil meleburkan perbedaan sudut pandang buruh dan pengusaha. Sejumlah pasal dinilai buruh mendegradasi hak dan kesejahteraan. Sebaliknya, bagi pengusaha, pasal-pasal itu justru dinilai dapat memperbaiki iklim berusaha dan menarik investasi di tengah pandemi Covid-19.
Sejumlah hal yang belum disepakati, antara lain, adalah ketentuan hak pesangon buruh saat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur dalam Pasal 161-172 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dalam draf awal RUU Cipta Kerja, beberapa pasal pesangon saat PHK dihapus.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit, pesangon pekerja di Indonesia termasuk yang tertinggi. Aspek itu yang sering membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.
”Bagaimana mungkin perusahaan mau berinvestasi kalau pesangon yang harus dikeluarkan lebih tinggi daripada aset yang dimiliki perusahaan,” ujar Anton.
Masukan pengusaha dan serikat buruh akan dirumuskan oleh pemerintah dalam draf yang akan diusulkan ke DPR, yang saat ini tengah membahas RUU Cipta Kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah membenarkan, tidak semua pasal disepakati perwakilan pengusaha dan serikat buruh.
Tidak semua pasal disepakati perwakilan pengusaha dan serikat buruh.
”Dinamika itu menjadi warna tersendiri. Perbedaan pendapat itu hal biasa dalam pembahasan. Justru mencerminkan tidak ada kekangan dari pihak mana pun karena semua diberi kesempatan sama untuk berpendapat,” katanya.
Kendati masih ada perbedaan pendapat, Ida meyakini, semua unsur dalam tripartit memiliki komitmen dan niat yang sama untuk merampungkan pembahasan dengan segera. ”Kami sudah mencatat banyak masukan. Pendapat itu akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menyampaikan usulan penyempurnaan RUU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan,” tuturnya.
Menurut rencana, usulan itu akan disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebelum diserahkan ke DPR untuk proses pembahasan berikutnya.