Jalan Panjang dan Terjal Mewujudkan Pendidikan Berkualitas
Pada tahun 2030, pendidikan berkualitas untuk semua menjadi komitmen global yang harus dipenuhi. Namun, sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi jalan terjal menghadirkan pendidikan berkualitas yang adil dan merata.
Pendidikan berkualitas untuk semua menjadi mimpi bersama bangsa-bangsa di dunia yang kemudian disepakati dalam Tujuan Pembangunan Global atau Sustainable Development Goals. Delapan tahun ke depan, komitmen Indonesia dan dunia untuk pencapaian SDGs ke-4 yakni pendidikan berkualitas yang menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua harus dipenuhi.
Perjuangan pemerintah dan berbagai komponen bangsa, termasuk guru yang perannya krusial, untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi semua anak bangsa hingga tahun 2022 ini terasa belum menemukan “titik terang”. Cerminan hasil Asesmen Nasional (AN) yang dituangkan dalam Rapor Pendidikan menjadi potret tentang kualitas sistem pendidikan nasional, membukakan realitas yang sebenarnya sudah lama diketahui.
Pendidikan berkualitas masih jauh dari harapan. Ini terpetakan dari pencapaian siswa dalam kompetensi literasi dan numerasi, karakter, serta lingkungan belajar yang secara umum belum sesuai harapan, bahkan di bawah standar minimum.
Profil lulusan pelajar dari satuan pendidikan yang mengacu pada sistem pendidikan nasional Indonesia belumlah menggembirakan. Fondasi para pelajar Indonesia untuk menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat di situasi dunia yang menghadapi VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) alias gejolak, tidak pasti, kompleks, dan ambigu, belum terbangun kokoh. Hal ini secara umum sebagai dampak dari layanan pendidikan di ruang kelas/sekolah yang belum mumpuni. Para siswa berada dalam lingkungan belajar, utamanya dari faktor guru dan kepemimpinan manajemen sekolah yang masih di bawah standar.
Dari hasil survei lingkungan belajar di AN 2021 yang diikuti sekitar 3,1 juta guru dan tenaga kependidikan serta 6,5 juta siswa SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat di 259.000 satuan pendidikan, terungkap masih rendahnya kualitas pembelajaran yang diberikan guru/sekolah pada siswa. Bahkan, terkait manajemen kelas hanya 2 persen yang baik, sedangkan di aktifasi kognitif seperti pembelajaran yang interaktif dan sesuai kemampuan peserta didik hanya 1 persen yang baik.
Terkait sekolah aman yang dilihat dari potensi perundungan (bullying), sekitar 24,4 persen peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan dalam satu tahun terakhir. Potensi insiden kekerasan seksual di sekolah juga memerlukan perhatian karena 22,4 persen siswa menjawab pernah mengalami adanya siswa/pendidik/orang dewasa yang menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual secara langsung maupun tidak langsung (gambar, video di gadget, atau media sosial) dalam satu tahun terakhir.
Masalah juga terjadi pada iklim kebinekaan yang diukur dari sikap inklusif, komitmen kebangsaan, toleransi agama dan budaya, serta dukungan atas kesetaraan antarkelompok. Secara umum, kebinekaan belum membudaya dan sedang berkembang. Bahkan ada 9 persen yang masuk kategori merah atau perlu ditingkatkan dan baru 32 persen yang tinggi/membudaya.
Praktik-praktik baik yang bisa diimplementasikan secara kontekstual untuk mencapai pendidikan berkualitas dengan merangkul berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, daerah, sekolah, hingga masyarakat, sebenarnya sudah ada. Salah satunya dilaksanakan lewat program kemitraan INOVASI bersama pemerintah Indonesia, yang melakukan intervensi di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur.
Penguatan literasi dan numerasi siswa, penguatan kualitas dan profesionalisme guru/tenaga kependidikan, serta dukungan kebijakan dan anggaran pemerintah daerah membuahkan hasil. Intervensi untuk membenahi kualitas pendidikan di kelas awal SD memberikan hasil menggembirakan dalam capaian belajar siswa, meskipun di masa pandemi Covid-19.
Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, KemenPPN/Bappenas, Amich Alhumami, menekankan pentingnya memberi perhatian pada kemampuan literasi terutama di tingkat awal kelas 1, 2, dan 3. Hal ini dapat menjadi fondasi yang penting bagi setiap siswa dan akan sangat menentukan di jenjang kelas selanjutnya.
“Tidak mungkin siswa bisa survive, bisa mengakses ke sumber-sumber pengetahuan atau memperluas kemampuan daya jangkau penguasaan pengetahuan jika landasan literasi di tingkat awal tidak kokoh. Sangatlah tepat kita mengambil perhatian pada hal ini melalui program INOVASI,”ujar Amich Alhumami.
Kesenjangan kualitas pendidikan di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan (3T), salah satunya kekurangan guru berkualitas, terus menjadi perhatian. Hal ini diatasi dengan langkah terobosan oleh Kemdikbudristek bersama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek dengan TNI AD telah bersinergi dalam memberikan pelatihan pedagogik.
Sekitar 4.500 personel dari seluruh batalion TNI AD yang telah diberikan pembekalan dasar dalam mengajar berdasarkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal bagi pelayanan masyarakat, terutama di daerah perbatasan. Hal ini merupakan tantangan, karena kondisi lingkungan yang rawan dan kurangnya tenaga pengajar yang memadai.
“Dengan adanya kerja sama ini, kita berharap dapat membawa dampak dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan dan dapat memotivasi kepada anak-anak di daerah 3T sehingga tercapai kualitas minimal pembelajaran dan mencapai tujuan nasional bangsa," kata Direktur Jenderal GTK Kemendikbudristek Iwan Syahril.
Berbagai program peningkatan mutu profesi pendidik juga dilakukan. Pemanfaatan teknologi digital dioptimalkan untuk menjangkau semua guru mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan berkualitas sesuai kebutuhan seperti di Platform Merdeka Mengajar. Kekurangan guru ditargetkan bisa dipenuhi lewat pengangkatan satu juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Selain itu, dukungan guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang berpusat pada siswa serta membangun kompetensi dan karakter juga disediakan lewat perubahan kurikulum yang dinamakan Kurikulum Merdeka. Belasan episode Merdeka Belajar diluncurkan untuk membenahi eksosistem pendidikan dan kebudayaan menuju kualitas.
Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, permasalahan mutu pendidikan Indonesia yang terpotret dari berbagai survei internasional, sebenarnya menghasilkan rekomendasi yang senada. Fokus perbaikan pada kualitas dan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan menjadi penting. Namun, sampai saat ini, peningkatan mutu guru belum jadi komitmen yang kuat.
Investasi pendidikan dan guru
Sekretaris Jenderal Education International David Edwards dalam tulisan di world education blog pada Februari lalu berjudul A growth mindset for governments : #InvestinTeachers, mengatakan, pencapaian SDGs ke-4 di dunia masih menghadapi tantangan. “Karena pendidikan harus berkualitas, siswa perlu lingkungan belajar berkualitas dan sarana prasarana berkualitas. Tapi yang paling penting guru berkualitas. Namun pada perkiraan terakhir, ada kekurangan 69 juta guru secara global. Dunia hendak meningkatkan akses pendidikan, tapi pekerjaan guru menjadi tidak atraktif bagi kaum muda,” kata David.
Baca juga: Menilik Tren Baru Kampus Berkelanjutan
Menurut David, tidak ada resep rahasia untuk bisa menyukseskan pendidikan berkualitas yang juga sebagai bagian dari pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19. “Dunia memerlukan investasi di pendidikan, investasi pada pendidik, investasi pada pelatihan guru. Jika kita berharap dapat memenuhi hak siswa untuk mendapatkan guru yang terlatih baik dan berkualitas tinggi, kita perlu fokus pada aksi dari pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan guru yang terlatih,” ujar David.
Pemerintah perlu meningkatkan aksespada pelatihan guru yang gratis dan bersubsidi, termasuk untuk membekali guru menghadapi siswa yang sulit diajar. Para guru perlu pelatihan berkualitas tinggi, baik pedagogi dan komponen praktis, yang disediakan institusi publik. Penting juga untuk memberikan jalan bagi guru yang tidak terlatih untuk meningkatkan keterampilan dan tetap dalam profesi. Tentu saja hal ini membutuhkan komitmen anggaran pendidikan
Pendekatan growth mindset bagi guru dan pemerintah untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bisa memperkuat semangat pemulihan dan reformasi pendidikan. Kepentingan pemerintah untuk memastikan sistem pendidikan nasional berjalan menuju pemenuhan pendidikan berkualitas, serta peran guru sebagai pendidik yang membantu siswa bertumbuh optimal sesuai potensi dan kodratnya perlu ada titik temu.
Sebagai guru, akan tahu bahwa siswa melakukan yang terbaik ketika guru mau memahami mereka sebagai individu. Pendidikan yang berpusat pada siswa dan diferensisasi, lebih penting dari tujuan standardisasi dan instruksi yang paling tepat dan efektif untuk memotivasi siswa mencapai potensi penuh mereka. Namun bagi pemerintah, tolok ukur sangat penting karena memungkinkan pemerintah untuk menetapkan target yang relevan dan bermakna dalam konteks nasional yang spesifik.
Sebagai guru, mereka tidak boleh membuat kesalahan dengan mengizinkan siswa, bahkan yang paling bermasalah sekalipun, untuk memiliki ekspektasi rendah pada diri mereka. Setiap siswa, dengan sikap, metode, dan dukungan yang tepat dapat mencapai tujuan mereka, tidak masalah dari titik awal mana memulai.
Sebagai guru, mereka juga tahu tidak semua siswa termotivasi di sekolah. Selalu ada siswa yang mengalami masa-masa pelepasan. Bagi siswa ini tujuan yang realistis dan terikat waktu menjadi sangat penting. Kemajuan dapat dipantau guru, dengan mengajukan pertanyaan atau meminta refleksi diri ketika tidak ada kemajuan yang cukup. Demikian pula tolok ukur nasional pendidikan berarti bahwa pemerintah dapat dimintai pertanggungjawaban oleh masyarakat sipil untuk memprioritaskan pendidikan.
Baca juga: Pemulihan Pendidikan Masih Menjadi Pekerjaan Rumah
Dengan kemauan politik, negara-negara yang ada saat ini berjuang untuk menjamin pendidikan berkualitas untuk semua, dapat membuat langkah lebih besar lagi. Terlebih lagi, tolok ukur yang ditentukan dan bukti mengambil langkah-langkah untuk mencapainya, kemungkinan akan menimbulkan dukungan untuk membuat kemajuan lebih lanjut dalam mewujudkannya.