Kolaborasi Menguatkan Jakarta sebagai Kota Literatur
Jakarta menjadi salah satu Kota Literatur UNESCO pada November 2021. Kolaborasi dengan berbagai pihak akan dijalin demi menguatkan status tersebut.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta berencana berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menguatkan ekosistem literasi. Ekosistem yang solid diharapkan mendukung status Ibu Kota sebagai Kota Literatur yang dianugerahkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO.
”Tujuan utama City of Literature adalah berjejaring, berkolaborasi dengan Kota Literatur lain di dunia. Kami juga akan berkolaborasi dengan subsektor lain, tidak hanya subsektor perbukuan, sehingga ekosistem (literasi) semakin luas,” kata Ketua Harian Komite Jakarta Kota Buku Laura Prinsloo, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (12/4/2022).
Laura menambahkan, rencana kolaborasi belum bisa terealisasi sepenuhnya saat ini. Selain karena pandemi Covid-19, Jakarta pun baru ditetapkan sebagai Kota Literatur pada November 2021.
Tujuan utama City of Literature adalah berjejaring, berkolaborasi dengan Kota Literatur lain di dunia. Kami juga akan berkolaborasi dengan subsektor lain, tidak hanya subsektor perbukuan, sehingga ekosistem (literasi) semakin luas.
Kendati demikian, pihak Jakarta sudah berkomunikasi dengan sejumlah Kota Literatur di negara lain, seperti Heidelberg di Jerman. ”Kami juga sempat bekerja sama dengan kota di Selandia Baru awal tahun ini,” ucap Laura.
Kota Literatur menjadi bagian dari Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UCCN). UCCN diinisiasi pada 2004 dan membawahi tujuh bidang kreatif, yaitu literatur, desain, film, musik, gastronomi, seni media, serta kerajinan dan seni rakyat. Ada 246 kota di lebih dari 72 negara yang menjadi anggota UCCN.
Edinburgh di Skotlandia menjadi Kota Literatur pertama pada 2004. Kota-kota lain yang menyandang status sebagai Kota Literatur, antara lain, Krakow, Polandia; Melbourne, Australia; Wonju, Korea Selatan; Nanjing, China; dan Beirut, Lebanon.
Laura menambahkan, pihaknya telah bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk menguatkan ekosistem literasi di Jakarta. Kerja sama dengan pihak MRT, misalnya, menghasilkan pojok baca di stasiun.
Ada pula rencana membuat Taman Buku Martha Tiahahu. Taman itu, menurut rencana, terdiri dari beberapa toko, perpustakaan, hingga tempat diskusi bagi publik. Selain itu, program residensi di bidang literasi juga akan dikembangkan.
Saat dihubungi terpisah, pegiat literasi Firman Hadiansyah berpendapat bahwa ekosistem literasi dan sastra di Jakarta sudah baik. Hal itu terlihat dari berbagai festival buku yang berpusat di Jakarta, misalnya International Book Fair. Ibu Kota juga menjadi rumah bagi berbagai komunitas literasi hingga sayembara sastra.
Akses buku di kota ini pun tergolong baik. Itu terlihat dari perpustakaan atau pojok baca di ruang publik, akses pinjaman buku, hingga kemudahan akses perpustakaan digital. Kemunculan sastrawan-sastrawan baru juga terjadi di Jakarta.
Meski demikian, perhatian publik terhadap sastra tidak melulu harus ke sastra ”serius”. Sastra anak dan remaja pun mesti diperhatikan. Hal itu disebabkan sastra anak dan remaja, atau sastra populer, kerap diakses.
”Penghormatan ke sastra anak dan sastra populer bakal dioptimalkan, misalnya dengan membuat lomba sastra populer. Jadi, kita tidak perlu menunggu kapan lagi ada karya seperti Lupus atau Balada Si Roy. Novel populer mengandung perspektif menarik. Sastra populer tidak kalah menarik dengan sastra lain,” kata Firman yang juga Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat 2015-2020.
Sementara itu, menurut sastrawan Jose Rizal Manua, ekosistem sastra baru bisa berkembang jika ada perhatian dari pemerintah, misalnya menjamin kesejahteraan sastrawan agar dapat terus berkarya. ”Di Malaysia, sastrawan-sastrawan yang dianggap berjasa diangkat menjadi Sastrawan Negara,” katanya.