Jakarta Siapkan Program sebagai Kota Sastra UNESCO
Menyambut pemberian gelar Kota Sastra UNESCO, Jakarta menyiapkan sejumlah program literasi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Kompas/Priyombodo
Seorang remaja mencari buku bacaan di perpustakaan bersama di Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta ditetapkan sebagai Kota Sastra oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO pada November 2021. Sejumlah program literasi pun disiapkan untuk menyambut gelar ini.
Ketua Harian Komite Jakarta Kota Buku Laura Prinsloo pada Senin (27/12/2021) mengatakan, Jakarta punya potensi besar sebagai kota literasi. Sejumlah industri penerbitan bermula dan berdomisili di Jakarta, begitu pula dengan komunitas-komunitas literasi. Pameran buku hingga festival literasi besar pun ada di Jakarta.
Jakarta memiliki 5.604 perpustakaan serta 5.428 penerbit komersial dan nonkomersial. Jumlah orang yang mengunjungi perpustakaan digital selama pandemi Covid-19 di 2020 pun naik 415 persen.
”Jakarta sebagai City of Literature (Kota Sastra) merupakan bagian dari Jejaring Kota Kreatif UNESCO. Kita diharapkan dapat menjalin kerja sama, tidak hanya dengan pihak dalam negeri, tapi juga dengan kota-kota lain (dalam jejaring),” kata Laura pada diskusi daring berjudul ”Jakarta sebagai UNESCO City of Literature: Bagaimana Para Pemangku Kepentingan Sastra Menyambutnya?”.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anak-anak membaca buku di Bale Buku di perkampungan Gang Dendrit, RT 004 RW 008, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/11/2021). Bale ini berawal dari pos ronda yang disulap menjadi perpustakaan untuk anak-anak. Sebagian buku disumbang dari Suku Dinas (Sudin) Perpustakaan Jakarta Timur, sebagian lagi dari donasi warga sekitar, komunitas, dan perorangan pencinta buku. Koleksi buku di tempat ini kini mencapai sekitar 500 buku.
Beberapa City of Literature ialah Bucheon, Korea Selatan; Nanjing, China; dan Melbourne, Australia. Kota-kota itu adalah bagian dari Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UNESCO Creative Cities Network/UCCN). Pada November 2021, ada tambahan 49 kota dalam UCCN. Dengan demikian, ada 295 kota di 90 negara dalam UCCN.
Sebelumnya, Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO Ismunandar mengatakan, ada empat kota di Indonesia yang masuk dalam UCCN. Keempatnya adalah Pekalongan sebagai Kota Kriya dan Seni Rakyat (ditetapkan pada 2014), Bandung sebagai Kota Desain (2015), Ambon sebagai Kota Musik (2019), serta Jakarta sebagai Kota Sastra (2021).
Penetapan Jakarta sebagai City of Literature mesti diikuti dengan sejumlah program terkait literasi. Sejumlah program sudah disusun dan akan segera dilaksanakan. Laura mengatakan, program mengangkat tiga unsur, yaitu sosial, ekonomi, dan seni budaya.
Ketiganya akan diwujudkan dalam empat pilar. Pertama, pengembangan komunitas buku. Kedua, pertemuan pemangku kepentingan industri buku dan konten. Ketiga, penguatan budaya literasi untuk menghadapi bonus demografi. Terakhir, memperkuat ekosistem sastra dan konten.
”Beberapa program turunannya seperti Sayembara Kampung Literasi, pembuatan aplikasi, dan adanya perpustakaan mikro di MRT, KRL, dan sebagainya. Kami juga mengusulkan ke Pemprov DKI Jakarta untuk membuat Taman Buku Martha Tiahahu. Taman itu rencananya terdiri dari beberapa toko buku, tempat diskusi, dan perpustakaan,” kata Laura.
Saya harap gelar ini membawa perubahan dan perkembangan terhadap budaya gemar membaca di DKI Jakarta serta pengembangan kelestarian khazanah sastra.
Kompas/Hendra A Setyawan
Pustakawan melakukan penataan bahan pustaka (shelving) di Perpustakaan Umum Daerah Jakarta Selatan, Gandaria, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Perpustakaan umum di Ibu Kota mulai melayani baca di tempat sejak Senin (25/10/2021). Pembukaan perpustakaan umum itu seiring dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2 di Ibu Kota. Namun, jumlah pengunjung dibatasi 50 persen dari kapasitas perpustakaan.
Pihaknya juga mengajukan inisiatif lain, yakni Jakarta sebagai tuan rumah kongres International Publisher Association tingkat dunia. Kongres itu menurut rencana digelar pada November 2022. Laura menambahkan, menjadikan Jakarta sebagai Kota Sastra yang berkelanjutan butuh dukungan semua pemangku kepentingan, baik pemerintah provinsi, komunitas, maupun swasta.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta Wahyu Haryadi mengatakan, penetapan Jakarta sebagai Kota Sastra merupakan jalan terang untuk kemajuan kesusastraan dan perpustakaan di DKI Jakarta. Literasi dan sastra pun mesti dijadikan simbol kota.
”Saya harap gelar ini membawa perubahan dan perkembangan terhadap budaya gemar membaca di DKI Jakarta serta pengembangan kelestarian khazanah sastra,” ucap Wahyu.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ketua RT 004 membuka kemasan buku donasi untuk Bale Buku di perkampungan Gang Dendrit, RT 004 RW 008, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/11/2021). Bale ini berawal dari pos ronda yang disulap menjadi perpustakaan untuk anak-anak. Sebagian buku disumbang dari Sudin Perpustakaan Jakarta Timur, sebagian lagi dari donasi warga sekitar, komunitas, dan perorangan pencinta buku. Koleksi buku di tempat ini kini mencapai sekitar 500 buku.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Manneke Budiman mengingatkan agar gelar ini dimaknai secara tepat, apakah Jakarta sebagai Kota Sastra atau Kota Buku. Hal ini akan berpengaruh pada program yang disusun. Adapun keberhasilan program akan menentukan reputasi kota dan negara saat UNESCO melakukan evaluasi berkala.
Menurut dia, Jakarta lebih tepat disebut Kota Sastra karena telah punya reputasi sebagai pusat sastra di Indonesia. Jakarta juga sudah memiliki modal penunjang, seperti penyelenggaraan Jakarta International Literary Festival (JILF) oleh DKJ hingga ASEAN Literary Festival (ALF) oleh Kemendikbudristek. Ada pula jejak peristiwa sastra di Jakarta, seperti Surat Kepercayaan Gelanggang dan Manifesto Kebudayaan.
”Ada makam sastrawan di Jakarta, seperti Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer. Ada potensi wisata sastra bila diolah. Contohnya, di Startford-upon-Avon hanya ada satu rumah kelahiran sastrawan Shakespeare. Namun, kota itu disulap agar identik dengan sastrawan tersebut,” tutur Manneke.