Kecakapan Akademik Siswa Berkorelasi dengan Karakter
Hasil Asesmen Nasional menunjukkan pendidikan karakter berkorelasi dengan peningkatan literasi dan numerasi. Sayangnya, pendidikan karakter belum optimal dan belum holistik antara karakter moral dan karakter performa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Sejumlah pelajar mencoba menanam bibit padi dalam acara Makaryo Tani di Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jatim, Kamis (27/7/2017). Pengenalan proses tanam di lahan pertanian terhadap anak-anak dilakukan sebagai bagian dari pendidikan karakter.
JAKARTA, KOMPAS — Kecakapan akademik siswa di sekolah berkolerasi dengan karakter siswa. Karena itu, pendidikan di sekolah tak hanya memastikan siswa menguasai kompetensi dasar, tetapi juga membangun karakter baik dalam diri siswa.
Dari hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 yang menyurvei karakter siswa terkait enam nilai Profil Pelajar Pancasila, terlihat aspek yang paling menonjol, yakni iman, takwa, dan akhlak mulia serta kreativitas. Namun, untuk nalar kritis masih rendah, seperti juga kebinekaan global dan kemandirian.
Di dalam Profil Pelajar Pancasila, ada enam nilai yang menunjukkan karakter siswa Indonesia dari jenjang anak usia dini hingga perguruan tinggi. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; gotong royong (kesediaan dan pengalaman berkontribusi dalam kegiatan yang bertujuan memperbaiki kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial); kemandirian (kemauan dan kebiasaan mengelola pikiran, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tujuan belajar dalam berbagai konteks); kreativitas (kesenangan dan pengalaman untuk menghasilkan pemikiran gagasan, serta karya yang baru dan berbeda).
Selain itu, ada pula nalar kritis (kemauan dan kebiasaan membuat keputusan yang etis berdasarkan analisis logis dan pertimbangan yang obyektif atas beragam bukti dan persepektif); serta kebinekaan global (ketertarikan terhadap keragaman di sejumlah negara serta memiliki kepedulian terhadap isu-isu global).
Pendidikan karakter harus mampu membentuk karakter baik siswa untuk moral dan performa sehingga siswa menjadi sosok yang baik dan cerdas.
”Indeks karakter berkorelasi positif dengan kemampuan literasi dan numerasi. Hal ini menunjukkan pentingnya untuk menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolah-sekolah yang memiliki pendekatan lebih komprehensif. Lingkungan pendidikan memiliki pengaruh penting terhadap karakter peserta didik dan AN berperan sebagai perangkat untuk melihat pencilan atau outlier positif,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di peluncuran ”Merdeka Belajar Episode 19: Rapor Pendidikan Indonesia” pada akhir pekan lalu.
Kategori capaian karakter siswa Indonesia dikategorikan menjadi tiga, yakni rendah/belum terinternalisasi, sedang/perlu dikembangkan, serta tinggi/berkembang dan membudaya. Indeks karakter siswa yang tinggi juga menghasilkan skor literasi dan numerasi yang tinggi dibandingkan dengan yang rendah dan sedang.
Salah persepsi
Instruktur Internasional Character Education Certified Trainer, Djohan Yoga, yang dihubungi dari Jakarta, Senin (4/4/2022), mengatakan pendidikan karakter selama ini masih salah persepsi dianggap guru seolah-olah tujuannya cuma untuk moral. Hal ini terlihat dari karakter moral siswa di AN yang paling tinggi, terkait iman, takwa, dan akhlak mulia. Padahal, pendidikan karakter harus mampu membentuk karakter baik siswa untuk moral dan performa sehingga siswa menjadi sosok yang baik dan cerdas.
Di dunia internasional, pemikir pendidikan karakter, Thomas Lickona, menyadarkan sekolah untuk bisa menguatkan pendidikan karakter, tidak hanya fokus untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Justru, dengan pendidikan karakter baik, menjadi pagar bagi anak-anak untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan dan skill atau keterampilan dengan memegang etika.
Djohan mengatakan, pendidikan karakter sering kali dipahami hanya untuk membuat anak menjadi baik. Akibatnya, guru atau sekolah dilematis mana yang didahulukan menjadikan siswa pintar atau baik.
Mengacu pada pendidikan karakter yang dikembangkan Thomas Lickona, pendidikan karakter itu mencakup karakter performa dan karakter moral. Kedua pendidikan karakter ini harus mampu dijalankan selaras oleh pendidik sehingga anak pintar dan baik bisa dibentuk oleh dunia pendidikan.
”Pendidikan karakter di sekolah itu jadi holistik dengan memperkuat literasi dan numerasi yakni membaca, menulis, dan menghitung, juga menghormati dan tanggung jawab. Inilah yang namanya sekolah untuk anak cerdas dan baik (smart and good) guna mengatasi keluhan hasil dari dunia pendidikan yang disebutkan unggul tetapi tidak cukup,” kata Djohan.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Pengelola dan guru-guru sekolah alam belajar membuat biopori untuk resapan air. Sekolah alam membentuk karakter siswa yang peduli dan ramah lingkungan.
Pendidikan karakter performa membantu siswa untuk melakukan yang terbaik. Mereka berorientasi untuk menguasai sesuatu (ilmu pengetahuan dan skill) dibutuhkan untuk merealisasikan potensi dalam meraih prestasi. Karakter performa ini akan memaksimalkan prestasi sebab akan melahirkan kekuatan dan strategi yang memantang diri kita sendiri untuk meraih yang terbaik dari talenta yang kita miliki.
Adapun karakter moral untuk melakukan yang benar. Berorientasi pada hubungan antarsesama manusia. Dibutuhkan untuk berperilaku yang beretika, hubungan yang positif, dan warga negara yang bertanggung jawab. Karakter moral menghargai pendapat orang lain sehingga kita tidak melanggar nilai moral saat kita mengejar prestasi.
”Kedua karakter saling mendukung satu dengan yang lain secara terpadu dan terkait. Dalam setiap prestasi, ada unsur moral. Seperti atlet, mau berprestasi ya berlatih bukan doping. Siswa mau nilai bagus atau ranking, ya belajar, bukan mencontek. Atau mau kaya, ya bekerja keras, bukan korupsi,” kata Djohan.
Secara terpisah, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Penilaian Nasional Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, transformasi pembelajaran dilakukan dengan menekankan pada hal mendasar, yakni literasi, numerasi, dan karakter. Kurikulum Merdeka mendukung pembelajaran yang sederhana dan fleksibel sehingga mendalam dan memperkuat karakter.
Pendidikan karakter untuk membentuk Profil Pelajar Pancasila diberikan porsi khusus sekitar sekitar 25 persen dari jam pelajaran/tahun. Karakter dalam Profil Pelajar diperkuat lewat pembelajaran berbasis proyek.
Ada tema-tema yang bisa dipilih sekolah untuk dilakukan sebagai proyek pembelajaran tiap tahunnya. Para guru pun dituntut berkolaborasi untuk mendesain proyek yang fleksibel dan kontekstual untuk membuat siswa terasah karakter dalam Profil Pelajar Pancasila lewat pengalaman belajar langsung.