Pelukis senior Djoko Pekik menggelar pameran tunggal bertajuk ”Gelombang Masker” di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta. Dalam pameran tersebut, Djoko Pekik menampilkan 23 lukisan yang dibuatnya selama pandemi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pelukis senior Djoko Pekik menggelar pameran tunggal bertajuk ”Gelombang Masker” di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta. Djoko Pekik menampilkan 23 lukisan yang dibuatnya selama pandemi Covid-19.
Pameran lukisan “Gelombang Masker” dibuka Sabtu (26/3/2022) malam dan akan berlangsung hingga Kamis (31/3/2022). Dalam pembukaan pameran itu juga dilakukan peluncuran buku berjudul Djoko Pekik-Berburu Celeng yang diterbitkan penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Pembukaan pameran berlangsung meriah dengan hiburan musik oleh sejumlah musisi. Sejumlah tokoh hadir dalam kesempatan ini. Beberapa di antaranya adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, kolektor seni rupa Oei Hong Djien, dan pelukis Nasirun. Selain itu, terlihat banyak seniman, kritikus seni, dan pencinta seni.
Dalam sambutannya, Djoko Pekik mengatakan, selama dua tahun terakhir pandemi Covid-19, dirinya sangat jarang keluar rumah. Oleh karena itu, dia punya banyak waktu untuk melukis. ”Keluar rumah cuma keliling-keliling pakai mobil dan tidak turun,” ucapnya.
Selama pandemi, Djoko Pekik juga kerap mendengarkan berita-berita, termasuk banyaknya korban meninggal dunia akibat Covid-19. Dia mengatakan ketakutan dan bahkan gemetar. Djoko Pekik sadar, ia sudah lanjut usia dan memiliki riwayat diabetes.
”Siapa yang enggak takut, apalagi bagi orang yang tua, sudah punya penyakit gula, sudah umur 85. Pastilah gemetar. Dalam keadaan gemetar itulah saya melukis,” ujar pelukis yang dikenal dengan lukisan ”Berburu Celeng” itu.
Akan tetapi, hal itu tetap tidak mampu melunturkan kecintaannya melukis. Dia selalu bersemangat saat melihat kanvas kosong. Itulah kenapa Djoko Pekik berhasil menyelesaikan cukup banyak lukisan selama pandemi Covid-19. Apalagi, dia juga memiliki keinginan untuk membagikan lukisan-lukisan tersebut untuk delapan anaknya.
”Saya sudah tua, umur 85, tua saja tua bangka. Membungkuk-bungkuk jalan saya, tapi kalau melihat kanvas putih kosong, langsung bisa berdiri dan kanvas saya sabet dengan kuas,” katanya.
Saling bantu
Tajuk pameran”Gelombang Masker” diambil dari sebuah lukisan karya Djoko Pekik yang berjudul sama. Lukisan berukuran 150 sentimeter x 240 sentimeter buatan tahun 2020 itu menggambarkan kerumunan orang yang berkumpul di dekat mobil bak terbuka yang penuh dengan barang untuk dibagikan. Orang-orang itu terlihat menggunakan masker dan sebagian memakai ikat kepala merah putih.
Budayawan Budi Subanar menilai, lukisan ”Gelombang Masker” itu adalah pengalaman saat bulan-bulan pertama pandemi Covid-19. Saat itu, di tengah ancaman penyakit Covid-19 yang sangat mencekam, banyak elemen masyarakat membantu satu sama lain.
”Di tengah ancaman virus Covid-19 yang mencekam, ada geliat masyarakat yang saling berbagi hidup dan bergotong royong menopang hidup yang sangat rentan dan terancam,” tutur Budi Subanar dalam tulisan di katalog pameran.
Dalam pameran itu juga ditampilkan sejumlah lukisan Djoko Pekik yang menggambarkan lanskap Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seri lukisan ini menunjukkan kecintaan Djoko Pekik terhadap kawasan pantai selatan Jawa. Karya itu sekaligus menjadi harapannya agar kawasan tersebut bisa lebih maju dengan pembangunan infrastruktur jalan yang memadai.
”Pantai selatan Pulau Jawa itu adalah pusat wisata. Itu harus dibangun jalan tol. Jadi, wisatawan lebih banyak datang ke Yogyakarta. Wisatawan itu, kan, mendatangkan duit,” ungkap Djoko Pekik.
Selain seri lukisan tentang Pantai Parangtritis, Djoko Pekik juga membuat sejumlah lukisan potret diri yang menggambarkan dirinya sendiri dalam beragam pose. Lukisan lain yang juga menarik dalam pameran ini adalah lukisan berjudul ”Megatruh”. Lukisan berukuran 115 cm x 150 cm itu menggambarkan seorang lelaki tua sedang bersetubuh dengan seorang perempuan.
Budi Subanar mengatakan, tindakan bersetubuh dalam lukisan ”Megatruh” memperlihatkan sebuah gairah hidup. Persetubuhan bisa dianggap sebagai tindakan menghasilkan keturunan yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Gairah hidup itulah yang terus dimiliki Djoko Pekik meski usianya sudah 85 tahun dan diterpa ketakutan selama pandemi.