Djoko Pekik berharap pemerintah membangun museum khusus untuk menyimpan koleksi lukisan karya seniman-seniman Nusantara.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
Singapura memiliki sebuah museum nasional yang di dalamnya sebagian di antaranya juga berisi lukisan-lukisan karya sejumlah seniman Indonesia. Maestro lukis Djoko Pekik (84) merasa sedih karena pemerintah tidak berinisiatif membuka museum serupa, termasuk di kota Yogyakarta, yang biasa disebut-sebut sebagai kota seni budaya di Indonesia.
”Singapura punya museum untuk karya seni, di Yogyakarta kita cuma punya kuburan khusus seniman,” ujarnya saat memberikan sambutan, membuka pameran lukisan bertajuk Potret karya Goenawan Mohamad di OHD Museum, Kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (23/10/2021).
Keluhan dan kesedihannya itu sempat disampaikannya kepada Presiden Joko Widodo, dan diharapkan usulan tersebut bisa direalisasikan.
Namun, dalam kondisi apa pun, pelukis dengan populer dengan karyanya Berburu Celeng ini selalu mengingatkan rekan-rekannya, yang kebanyakan sudah lansia, untuk selalu bersemangat dan produktif. Dalam sambutannya, secara khusus, pesan itu disampaikannya dengan berulang-ulang mengatakan, teken janggut siku jaja.
Dilihat dari arti per kata dalam bahasa Jawa, kalimat ini bermakna memakai janggut sebagai tongkat atau pegangan dan memakai dada untuk berjalan. Adapun makna lebih dalam dari ungkapan ini adalah berarti terus bekerja keras, bersusah payah hingga batas kemampuan.
Ungkapan itu terus berulang-ulang dikatakannya, antara lain, kepada Goenawan Mohammad dan KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, yang duduk di sebelah dan di belakangnya.
Pekik sendiri seolah memberikan contoh dari kata-katanya dengan terus bersemangat memberikan kata pembuka. Namun, karena usia, dia pun tak menutup diri bahwa dia sudah sering kali lupa.
”Aku ki lali mau maksude meh ngomong opo (Aku ini lupa aku sebenarnya mau mengatakan apa),” ujarnya.
Kalimat ini sontak disambut tawa geli dari tamu-tamu undangan yang hadir. Pekik juga sudah terlihat sudah kesusahan berjalan sehingga beberapa kali tampak harus dituntun oleh dua orang. Namun, hal itu tetap tidak mengurangi senyum dan kegembiraannya bertemu dengan teman-temannya, sesama lansia.