Konflik dan perang dapat merusak bahkan menghilangkan warisan budaya. Di sisi lain, Konvensi Den Haag 1954 mewajibkan perlindungan ke semua kekayaan budaya dalam konflik bersenjata.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Konflik, gejolak politik, hingga perang dapat merusak atau menghilangkan situs serta benda warisan budaya dan sejarah. Hal serupa dikhawatirkan terjadi di Ukraina akibat serangan militer Rusia.
Ukraina memiliki tujuh warisan dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Beberapa di antaranya adalah Katedral Santa Sofia dan biara yang ada di Kiev, Kota Kuno Tauric Chersonese, dan Kota Sejarah Lviv.
Sejumlah arsip nasional Ukraina pun diajukan dalam Daftar Ingatan Kolektif Dunia UNESCO, seperti kumpulan cerita rakyat musikal Yahudi dan dokumen yang berhubungan dengan kejadian Chernobyl. Selain itu, kota Odessa dan Kharkiv pun termasuk dalam Jaringan Kota Kreatif UNESCO. Adapun UNESCO khawatir bila konflik Rusia dan Ukraina berdampak ke upaya perlindungan warisan budaya.
“Kita mesti menjaga warisan budaya ini, baik sebagai bukti sejarah maupun pembawa perdamaian di masa depan. Ini menjadi tanggung jawab masyarakat internasional untuk melindungi dan melestarikannya demi generasi mendatang,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay melalui laman UNESCO, Kamis (3/3/2022).
Kementerian Luar Negeri Ukraina melalui cuitan di Twitter menyatakan bahwa 25 lukisan karya pelukis Maria Prymachenko rusak terbakar akibat serangan Rusia. Sebelumnya, lukisan tersebut disimpan di Museum Ivankiv, Kiev. Prymachenko (1909-1997) adalah salah satu pelukis ternama Ukraina yang diapresiasi Pablo Picasso.
Di sisi lain, perlindungan warisan budaya dan sejarah merupakan kewajiban. Hal ini sesuai Konvensi Den Haag untuk Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik Bersenjata pada 1954.
UNESCO kini bekerja sama dengan Ukraina untuk memasang label Konvensi Den Haag di setiap monumen dan situs bersejarah di negara tersebut. Pemasangan label akan dilakukan secepatnya. Hal ini diharapkan dapat mencegah serangan terhadap situs dan monumen bersejarah.
UNESCO juga berencana mengadakan pertemuan dengan direktur-direktur museum di Ukraina. Tujuannya untuk mengetahui dan merespons kebutuhan mendesak demi melindungi koleksi museum.
Akibat konflik
Konflik dan perang menjadi salah satu penyebab benda bersejarah rusak, hilang karena dijarah, hingga diselundupkan ke negara lain. Mesir, misalnya, mencatat ribuan benda bersejarahnya rusak dan ada yang tersebar di berbagai negara. Ini disebabkan gejolak politik atau Arab Spring pada 2011.
Mesir pun kian gencar mengampanyekan pengembalian artefak, baik yang dicuri oleh penyelundup maupun yang dijarah. Koalisi Internasional untuk Perlindungan Barang Antik Mesir (The International Coalition to Protection Egyptian Antiquities/ICPEA) sebelumnya memprediksi barang antik Mesir senilai sekitar 3 miliar dollar AS telah dijarah sejak Januari 2011 (Kompas.id, 27/12/2021).
Hal serupa juga dialami Suriah dan Yunani. Sejumlah artefak hingga dekorasi dinding Kuil Parthenon berhasil keluar dari negara asalnya dan kini dimiliki negara lain. Ini juga terjadi karena perang dan gejolak politik.
Menanggapi konflik di Ukraina, Dewan Museum Internasional (ICOM) mengajak seluruh komponen masyarakat untuk membantu melindungi warisan budaya dan sejarah. ICOM juga akan memberi bantuan untuk meminimalkan potensi ancaman kebudayaan di Ukraina.
Pentingnya sejarah
Menurut Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) DKI Jakarta Yiyok T Herlambang, museum tidak hanya menyimpan koleksi, namun juga sarat ilmu pengetahuan. Rusak atau hilangnya benda bersejarah sama dengan hilangnya ilmu pengetahuan. Museum pun wajib dilindungi saat konflik.
“Jika tidak, sejarah peradaban dan kebudayaan masa lalu akan hilang. Generasi mendatang tidak akan mengerti lagi masa lalunya dan akan salah membaca masa depan. Sejarah penting sebagai pembelajaran untuk mengantisipasi masa depan,” kata Yiyok saat dihubungi, Minggu (6/3/2022).
Sementara itu, Pamong Budaya Ahli Utama Permuseuman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Siswanto mengatakan, penting menjaga keaslian benda sejarah. Kerusakan benda sejarah akan berdampak ke pendidikan, kebudayaan, hingga sejarah bangsa. Identitas bangsa juga akan terdampak.
Museum Nasional di Jakarta, misalnya, selama ini tak lepas dari berbagai kerentanan. Lokasinya dekat dengan Monumen Nasional, Istana Merdeka, dan berbagai bangunan strategis lain. Demonstrasi pun kerap terjadi di kawasan itu.
“Kami selalu waspada. Kami biasanya diberi informasi, misalnya soal demonstrasi, oleh aparat sehingga bisa mengantisipasi berbagai hal. Saat demonstrasi, kami biasanya tutup. Selain itu, kami memiliki tim siaga bencana untuk mengantisipasi kebakaran, banjir, pencurian, hingga huru-hara,” kata Siswanto yang pernah menjabat sebagai Kepala Museum Nasional pada 2017-2020.