Aksi Pekerja Rumah Tangga Mengetuk Hati Wakil Rakyat
Selama 17 tahun Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga belum disahkan DPR. Para pekerja rumah tangga berunjuk rasa mengetuk hati Puan Maharani dan pimpinan DPR lain agar memperhatikan nasib mereka.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harapan pekerja rumah tangga mendapat pengakuan atas status pekerjaannya melalui Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga kembali kandas. Kendati masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021, hingga Selasa (14/12/2021), kelanjutan pembahasan regulasi itu tidak jelas.
Oleh karena itu, menjelang akhir masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2021, ratusan pekerja rumah tangga (PRT) bersama pekerja, warga miskin kota, dan mahasiswa pada Selasa kemarin menggelar aksi secara serentak di lima kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Medan, Makassar, Yogyakarta, dan Semarang.
Mereka mempertanyakan komitmen DPR dalam memperhatikan nasib PRT, yang sudah 17 tahun memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Pada Selasa pagi, sejumlah PRT menggelar aksi di depan Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah (MPR/DPR/DPD) di Senayan, dengan merantai diri bersama-sama, seraya menyampaikan orasi kepada para wakil rakyat.
Dalam orasi dan pernyataan sikap, mereka mengetuk hati nurani Ketua DPR Puan Maharani, sebagai cucu Bung Karno. Sebab, ideologi Marhaenisme yang digali kakeknya sangat menghormati PRT-nya yang bernama Sarinah.
Para anggota DPR juga dituding ”mempermainkan” nasib ”wong cilik”, seperti PRT, karena tak kunjung memberikan kemajuan atas proses legislasi RUU PPRT. ”Sejak pertama kali diusulkan pada 2004, atau selama 17 tahun, RUU PPRT selalu masuk Prolegnas, tetapi tak pernah tembus pada tahapan pembahasan,” kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini.
Dalam tiga tahun terakhir, RUU PPRT sempat mengalami kemajuan, yakni masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020, 2021, dan 2022. Selama kurun waktu tersebut, draf RUU PPRT berulang kali direvisi hingga akhirnya diterima fraksi-fraksi di DPR.
Sejak pertama kali diusulkan pada 2004, atau selama 17 tahun, RUU PPRT selalu masuk Prolegnas, tetapi tak pernah tembus pada tahapan pembahasan.
Bahkan, sempat ada kemajuan yang menggembirakan saat pada 1 Juli 2020 Badan Legislasi (Baleg) DPR dan rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada 15 Juli 2020 sepakat mengusulkan RUU PPRT menjadi inisiatif DPR.
”Namun, ternyata langkah RUU PPRT terhenti di proses tersebut, pimpinan DPR tak kunjung memberikan persetujuan untuk memasukan RUU PPRT dalam agenda paripurna DPR sebagaimana RUU yang lain,” kata Lita.
Terhentinya proses legislasi RUU PPRT juga menunjukkan bahwa pimpinan DPR tidak sensitif dengan perjuangan rakyat kecil serta bertentangan dengan slogan yang digaungkan pimpinan DPR selama ini.
Oleh karena itu, pada aksi bersama tersebut, para PRT mendesak Bamus DPR mengagendakan pembahasan RUU PPRT hasil pleno Baleg dalam paripurna DPR terdekat. Pimpinan DPR diminta segera menetapkan RUU PPRT sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna terdekat, dan segera membahas serta mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.
Pada aksi tersebut, perwakilan PRT diterima anggota DPR, Rachmat Gobel. Rahmat menyampaikan, ada banyak RUU yang dibahas DPR dan semuanya menjadi prioritas, serta DPR tidak mengabaikan aspirasi dari PRT. Apalagi PRT tidak hanya bekerja di dalam negeri, tetapi juga banyak yang bekerja di luar negeri.
Surat terbuka
Beberapa hari sebelum aksi di DPR, Sabtu (11/12/2021). Asosiasi LBH APIK Indonesia mengirimkan surat terbuka kepada Ketua DPR Puan Maharani, Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar, serta Bamus DPR.
Dalam surat yang ditandatangani pengurus dari 18 kantor LBH APIK dan Sekretariat Nasional Asosiasi LBH APIK Indonesia, mereka memohon kepada Puan Maharani selaku Ketua DPR segera mengagendakan RUU PPRT pada Sidang Paripurna DPR yang dijadwalkan 16 Desember yang akan datang.
LBH APIK Indonesia menyatakan, para PRT di Indonesia yang berjumlah hampir 4 juta orang menantikan langkah DPR untuk membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Mereka telah menjadi pahlawan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, termasuk mengasuh anak-anak dalam keluarga menengah bawah ataupun menengah atas, yang para ibu rumah tangganya bekerja di luar rumah.
”Tujuh belas tahun adalah waktu yang terlalu lama bagi wong cilik ini untuk menunggu perlindungan hukum guna menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi mereka yang selama 76 tahun sejak kemerdekaan tidak memperoleh perhatian,” ujar Khotimun Sutanti, Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK.