Alasan Administrasi, RUU Perlindungan PRT Gagal Diusulkan ke Rapat Paripurna
Proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga selama 16 tahun masih terhambat. RUU yang diharapkan melindungi PRT dan pemberi kerja itu gagal diusulkan ke Rapat Paripurna DPR,
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga selama 16 tahun masih terhambat. RUU yang diharapkan melindungi PRT dan pemberi kerja itu gagal diusulkan ke Rapat Paripurna DPR, Kamis (16/7/2020), dengan alasan administrasi.
Padahal, sebelumnya di tingkat Badan Legislasi DPR, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) mendapat dukungan dari mayoritas fraksi. Namun, saat rapat di Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Rabu (15/7/2020), RUU tersebut tidak disetujui pimpinan Bamus untuk diusulkan sebagai RUU inisiatif dalam pembahasan Rapat Paripurna DPR.
”Saya amat kecewa dengan sikap pimpinan. (Rapat) Pleno di Baleg sudah memutuskan setuju karena ini RUU yang bersifat populis,” ujar Willy Aditya, Ketua Panitia Kerja RUU Perlindungan PRT, Kamis petang. RUU Perlindungan PRT gagal diusulkan ke rapat paripurna dengan alasan administrasi, bukan karena tidak ada dukungan fraksi-fraksi.
”Di (rapat) pleno Baleg disetujui, tetapi dalam Bamus, pimpinan Bamus menyatakan disposisi pimpinan belum turun sehingga tidak bisa diusulkan ke (rapat) paripurna. Saya menyayangkan sikap seperti ini,” ujar Willy yang juga Wakil Ketua Baleg. Seharusnya RUU Perlindungan PRT mendapat perhatian khusus. Selain sudah sekitar 16 tahun di DPR, pembahasan RUU itu akan memberikan nilai khusus bagi DPR.
Tak ada disposisi
Berdasarkan informasi yang didapat Kompas, hingga awal Juli lalu, proses RUU Perlindungan PRT di Baleg berjalan mulus. Kecuali Fraksi Partai Golkar yang memberikan catatan dan menyerahkan putusan pada forum serta Fraksi PDI-P yang minta penundaan, tujuh fraksi lain sepakat RUU itu diusulkan sebagai RUU inisiatif DPR.
Namun, saat rapat di Bamus, pimpinan Bamus menyatakan tidak bisa meneruskan RUU tersebut ke rapat paripurna karena disposisi dari biro pimpinan belum turun.
Sikap itu memicu kekecewaan organisasi masyarakat sipil yang mengawal proses RUU tersebut, terutama Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Hal itu dinilai melukai hati para PRT yang berjumlah sekitar 5 juta orang dan jutaan pekerja migran yang menjadi PRT di luar negeri.
”Sikap DPR mengabaikan PRT dan keluarganya yang bekerja serta hidup tidak layak dan ditinggalkan dalam pembangunan,” kata Lita Anggraini, Koordinator Nasional Jala PRT.
Padahal, selama ini, PRT berkontribusi secara sosial, ekonomi, dan psikologis untuk keluarga pemberi kerja, termasuk menopang karier, profesionalitas, dan kesejahteraan para pemberi kerja, termasuk pengambil kebijakan di pemerintahan.
Bersama Jala PRT, puluhan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja mempertanyakan keputusan pimpinan Bamus DPR. ”Sikap Bamus DPR ini menunjukkan, DPR tak berpihak kepada rakyat kecil, seperti PRT. Kami meminta DPR tetap mengusulkan RUU Perlindungan PRT sebagai usul inisiatif DPR,” ujar Luviana, mewakili Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. (SON)