Mendikbudristek Nadiem Makarim: Guru Ingin Merdeka dari Keseragaman
Program Merdeka Belajar dicetuskan untuk memberikan fleksibilitas dalam pendidikan yang dijalankan para guru.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru Indonesia ingin kemerdekaan untuk berinovasi tanpa dijajah oleh keseragaman. Para guru menginginkan kesempatan adil untuk mencapai kesejahteraan yang manusiawi, akses terhadap teknologi dan pelatihan relevan yang praktis, kurikulum sederhana yang bisa mengakomodasi kemampuan dan bakat setiap murid, serta pemimpin sekolah yang berpihak kepada murid, bukan birokrasi.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pada upacara Hari Guru Nasional (HGN) 2021 secara luring di Jakarta, Kamis (25/11/2021). Upacara diikuti 345 peserta dengan mengenakan pakaian adat dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Turut hadir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan VI Wardiman Djojonegoro, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi. Selain itu, hadir pula dalam upacara jajaran pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemendikbudristek, pegawai Kemendikbudristek, serta para guru dan kepala sekolah perwakilan dari beberapa daerah di Indonesia.
Upacara HGN tahun ini juga ditayangkan secara langsung di kanal Youtube KEMENDIKBUD RI. Sebanyak 3.000 guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga pendidikan dari sejumlah wilayah di Indonesia juga mengikuti upacara HGN secara virtual melalui Zoom. Mereka memakai pakaian adat dari daerah masing-masing.
Nadiem yang mengenakan busana adat Ulos Mandailing, Sumatera Utara, mengatakan, program Merdeka Belajar dicetuskan untuk memberikan fleksibilitas dalam pendidikan yang dijalankan para guru. Merdeka Belajar yang diluncurkan Kemendikbudristek saat ini telah berubah menjadi suatu gerakan.
”Gerakan Merdeka Belajar hidup dalam setiap insan guru yang punya keberanian untuk melangkah ke depan menuju satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Gerakan ini makin kuat karena ujian yang kita hadapi bersama,” kata Nadiem.
Nadiem mencontohkan, penyederhanaan kurikulum sebagai salah satu kebijakan Merdeka Belajar berhasil melahirkan ribuan inovasi pembelajaran. Tahun lalu merupakan tahun yang penuh ujian sehingga wajar jika banyak guru yang terdemotivasi. Namun, ada fenomena yang tidak terkira.
Nadiem mengisahkan saat dia melakukan kunjungan kerja dan menginap di rumah guru di Lombok Tengah, Yogyakarta, dan di pesantren Jawa Timur. Di sana ia tidak mendengar kata putus asa dari para guru tersebut.
Saya mendengar terobosan-terobosan yang mereka inginkan di sekolah mereka, dan di situlah saya baru menyadari bahwa pandemi ini tidak memadamkan semangat para guru, tetapi justru menyalakan obor perubahan.
”Saya mendengar terobosan-terobosan yang mereka inginkan di sekolah mereka, dan di situlah saya baru menyadari bahwa pandemi ini tidak memadamkan semangat para guru, tetapi justru menyalakan obor perubahan,” ujar Nadiem
Untuk semangat guru yang terus melayani siswa dan terus berinovasi, Nadiem mengucapkan terima kasih kepada semua guru se-Indonesia atas pengorbanan dan ketangguhannya. ”Saya tidak akan menyerah untuk memperjuangkan Merdeka Belajar demi kehidupan dan masa depan guru se-Indonesia yang lebih baik. Terima kasih, Merdeka Belajar ini sekarang milik Anda,” ujar Nadiem.
Peringatan HGN 2021 mengusung tema ”Bergerak dengan Hati Pulihkan Pendidikan”. Tahun ini, HGN masih menggunakan logo yang sama seperti tahun lalu, yaitu memuat simbol berbentuk hati dan ilustrasi berwarna-warni menggambarkan semangat belajar yang tetap menyala di tengah kondisi pandemi saat ini.
Secara terpisah, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sebagain mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) mengenai standar upah minimum nasional bagi guru non-aparatur sipil negara (ASN).
”Urgensi perpres ini untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru bukan ASN, yaitu guru honorer, termasuk guru sekolah/madrasah swasta. Meskipun sudah ada guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) bagian dari ASN, itu belum mengakomodasi keberadaan guru honorer yang hampir 1,5 juta orang. Seleksi guru PPPK baru menampung 173.000 guru honorer dari formasi yang dibuka 506.000 secara nasional,” kata Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.
Satriwan menjelaskan, fakta di lapangan, upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah, jauh di bawah UMP/UMK buruh. Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah, UMK buruh di Kabupaten Karawang sekitar Rp 4,7 juta per bulan, tapi upah guru honorer SD negeri di sana hanya Rp 1,2 juta per bulan. UMP/UMK Sumatera Barat 2,4 juta per bulan, sementara upah guru honorer jenjang SD negeri di Kabupaten 50 Kota dan KabupatenTanah Datar hanya berkisar Rp 500.000 -Rp 800.00 per bulan.
Satriwan mengatakan, pemerintah bisa melahirkan standar upah minimum bagi buruh, tetapi bagi guru tidak. ”Jika upah guru honorer dibiarkan begitu saja, ditentukan besarannya oleh kepala sekolah dan pemda dengan nominal semaunya, jelas melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” kata Satriwan.
Regulasi upah layak bagi guru penting demi penghormatan profesi sehingga profesi guru punya harkat dan martabat di samping profesi lain. Juga mendorong anak-anak bangsa yang unggul dan berprestasi mau dan berminat menjadi guru.
”Kenyataannya profesi guru tak dihargai, tak bermartabat, karena upahnya tidak manusiawi. Upah guru honorer selama ini sudah melanggar UU Guru dan Dosen serta aturan UNESCO dan ILO. Guru honorer minim apresiasi dan proteksi dari negara. Jadi, itulah alasan urgensi dibuatnya perpres,” ujar Satriwan.