Peraturan Mendikbudristek Diharapkan Memutus Lingkaran Setan Kekerasan Seksual di Kampus
Terbitnya Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi diharapkan menjadi regulasi yang akan memutus lingkaran setan kekerasan seksual di kampus.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Kekerasan seksual di kampus yang tidak tertangani hingga tuntas akan berdampak panjang terhadap korban dan keluarganya serta kehidupan masa depan korban. Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi diapresiasi dan diharapkan menjadi regulasi yang mampu memutus lingkaran setan kekerasan seksual yang diibaratkan sebagai fenomena gunung es.
Perihal itu muncul dalam diskusi panel serangkaian dengan seminar secara virtual bertajuk ”Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual”, yang dipandu Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Jumat (12/11/2021). Adapun panelis yang dihadirkan ialah Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriani, akademisi Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti, dosen dan pegiat jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia Faqihuddin Abdul Kodir, dan Sekretaris Umum Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Alissa Wahid.
Dalam diskusi panel yang diikuti secara dalam jaringan (daring) itu, Alissa Wahid mengatakan, kekerasan seksual di institusi pendidikan berdampak luas, selain terhadap korban, juga bagi keluarga korban. Korban kekerasan seksual mengalami trauma dan luka batin yang dampaknya besar terhadap korban dan rentan berlanjut dalam kehidupan korban di masa depan. ”Kekerasan seksual ini lingkaran setan yang harus diputus,” kata Alissa.
Adapun institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi, menurut Alissa, menjadi tumpuan keluarga yang berharap anggota keluarga mereka memperoleh pendidikan secara aman. Oleh karena itu, Alissa menyatakan terbitnya Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 itu menjadi bentuk tanggapan pemerintah terhadap situasi yang penting dan genting karena kekerasan seksual juga bentuk intoleransi.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, Peraturan Mendikbudristek tentang PPKS di lingkungan Perguruan Tinggi memiliki fokus utama pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 itu merupakan peraturan yang berperspektif korban.
Nadiem menegaskan, kampus atau perguruan tinggi harus menjadi lingkungan yang kondusif bagi semua pihak. ”Korban kekerasan seksual bukan hanya perempuan, tetapi laki-laki pun menjadi korban kekerasan seksual,” kata Nadiem dalam diskusi yang ditayangkan melalui kanal Youtube Kemendikbud RI, Jumat.
Dalam tayangan materi yang dipaparkan Nadiem disebutkan, hasil survei Kemendikbudristek tahun 2020 menunjukkan 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.
Adapun dari kanal aduan eksternal pada 2019, berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota, sebanyak 89 persen korban kekerasan seksual adalah perempuan dan sebesar 4 persen laki-laki.
Fenomena kekerasan seksual di kampus, menurut Nadiem, diibaratkan situasi pandemi yang darurat. Ia menyebutkan, kekerasan seksual di ruang pendidikan tinggi itu diibaratkan fenomena gunung es karena dinilai masih jauh lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan daripada kasus yang dilaporkan.
Nadiem juga menyatakan, pihaknya membuka ruang diskusi bagi semua pihak menanggapi Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 itu. Ia menyatakan ruang lingkup Peraturan Mendikbudristek tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi itu merupakan peraturan yang fokus pada penanganan kekerasan seksual di ruang kampus dan tidak mengatur tindakan atau pelanggaran lain di luar kekerasan seksual.
Penyusunannya sangat panjang. Hampir selama satu setengah tahun.
Kehadiran Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 diharapkan memberi jawaban atas kegelisahan banyak pihak, termasuk orangtua, pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, terkait fenomena kekerasan seksual di kampus.
Nadiem menerangkan, proses penyusunan hingga penerbitan peraturan Mendikbudristek tersebut juga dilangsungkan terbuka dan transparan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa kementerian terkait. ”Penyusunannya sangat panjang. Hampir selama satu setengah tahun,” katanya ketika menanggapi pertanyaan seusai diskusi panel.
Serangkaian webinar dengan topik ”Merdeka Belajar, Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual” itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga menyatakan dukungannya terhadap Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 itu.
Menurut Bintang Puspayoga, Peraturan Mendikbudristek tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi menjadi regulasi yang tepat dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus serta mengurangi risiko berulangnya kekerasan seksual di kampus. Semangat regulasi itu dinilai turut menguatkan upaya Kementerian PPPA dalam melindungi perempuan dan anak Indonesia.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai, peraturan Mendikbudristek tersebut adalah revolusi untuk membongkar dan menyelesaikan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Kementerian Agama sudah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam pada 2019.
Yaqut mengharapkan, peraturan Mendikbudristek itu dapat dijadikan panutan sehingga perguruan tinggi di Indonesia merdeka dari berbagai tindak kekerasan dan kampus menjadi duta anti-kekerasan seksual.
Anggota DPR yang juga Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia, Diah Pitaloka, menyatakan peraturan Mendikbudristek tersebut menjadi bentuk respons gerakan moral dan keprihatinan. Diah menilai, kekhawatiran sejumlah pihak masyarakat terhadap peraturan Mendikbudristek itu agar disikapi secara dewasa.
Menurut akademisi dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti, Peraturan Mendikbudristek No 30/2021 melengkapi peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal permasalahan kekerasan seksual yang sudah ada, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sementara itu rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual belum disahkan.
Terbitnya Peraturan Mendikbudristek tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi menunjukkan negara memperhatikan kasus kekerasan seksual di kampus. ”Berdasarkan atribusi, wilayah peraturan Mendikbudristek ini mengatur lingkup kampus,” kata Bivitri dalam diskusi panel secara daring itu.