Berikut Tips untuk Menghindari Kejahatan Seksual Daring
Sejumlah tips ini bisa membantu kita untuk terhindar dari kekerasan seksual di dunia maya. Kita agar terus berhati-hati karena predator di dunia digital berkeliaran mencari mangsa.
Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk di dunia maya atau virtual. Siapa saja bisa jadi korban, terutama perempuan serta anak-anak, baik laki-laki ataupun perempuan. Masalahnya, kesadaran publik terhadap ancaman ini hingga kini masih sangat rendah. Belum banyak yang memahami dan menyadari jika kekerasan seksual bisa terjadi secara daring.
Sementara, ketika menjadi korban, sebagian besar korban kekerasan seksual tidak berani buka mulut (speak up). Mereka lebih bungkam, karena khawatir disalahkan, bahkan distigma buruk baik dari keluarga maupun publik. Mereka tidak sanggup berbicara kepada orang terdekat sekali pun karena takut menjadi aib bagi keluarga.
Di sisi lain, penegakan hukum atas kasus-kasus kekerasan seksual berbasis online (KBGO) masih sangat terbatas. Karena terjadi di wilayah daring, penegak sering kesulitan dalam pembuktian. Pelakunya sering ”tersamar” dan sulit dilacak, apalagi ketika menggunakan akun dan identitas palsu.
Berbagai kasus KBGO yang menimpa sejumlah perempuan dan anak-anak menunjukkan betapa kejahatan seksual semakin mengancam mereka. Masalahnya, apakah semua menyadari media sosial bisa berdampak buruk, jika penggunanya tidak bijaksana dan berhati-hati? Kasus-kasus KBGO yang terungkap menunjukkan betapa literasi tentang bahaya KBGO masih minim dan perlu ditingkatkan.
Harus berhati-hati karena banyak predator cari mangsa.
Karena itulah penting sekali bagi masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak yang menjadi sasaran KBGO—untuk memiliki informasi dan pengetahuan tentang ancaman KBGO. Bagaimana tips mencegah KBGO, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta bersama dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) membagikan sejumlah langkah yang bisa diterapkan.
Pertama, sebaiknya menggunakan beberapa akun untuk memisahkan hal pribadi dengan publik. Misalnya tidak menggunakan surat elektronik (e-mail) pribadi dengan e-mail untuk medsos.
Kedua, menciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login dengan 2 langkah verifikasi (step verification) atau dua faktor otentifikasi (factor authentification). Ketiga, cek ulang pengaturan privasi di medsos. Keempat, jangan sembarangan percaya aplikasi pihak ketiga, semisal kuis di Facebook.
Selain itu, hindari berbagi lokasi tempat tinggal secara real time. Jangan buka link atau attachment dari pihak yang tak dikenal. Juga selalu jaga kerahasiaan PIN/password.
”Tips tambahan, tidak memberikan foto/video yang sangat pribadi kepada pasangan, batasi meminjamkan HP/laptop ke orang lain, dan segera mencari bantuan/pendampingan apabila mengalami kekerasan,” tegas Uli Pangaribuan, Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta menyebut dari Catatan LBH APIK Jakarta,
Ketika menyadari menjadi korban, sejumlah langkah bisa diambil korban, yakni mulailah dengan menyusun kronologi kejadian khususnya terkait locus (tempat) dan tempus (waktu) peristiwa tersebut. Selanjutnya, simpanlah sejumlah bukti terkait seperti video, rekaman suara, dan percakapan/chatting-an. Lalu, putuskan komunikasi dengan pelaku.
Berani laporkan
Selain tips tersebut, untuk menghadapi aksi dari pelaku, selain bijak dan waspada, pengguna media sosial harus berani melawan teror dari pelaku, dan berani berbicara serta mengadukan ke lembaga layanan dan melaporkan kepada kepolisian.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan dalam beberapa kesempatan selalu mengimbau semua pihak untuk meningkatkan pemahaman di ruang digital, sehingga mengetahui dan mengantisipasi berbagai tipuan secara daring.
”Kalau ada pelecehan seksual jangan ditanggapi, langsung diblokir akunnya, kalau sudah keterlaluan apalagi mengancam segera laporkan ke Aduankonten.id atau ke polisi. Intinya jangan mudah berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal. Harus berhati-hati karena banyak predator cari mangsa,” papar Semuel.
Selain itu, untuk mencegah anak-anak menjadi korban perlu ada pendampingan orangtua dalam literasi digital. Misalnya mengingatkan anak-anak jangan pernah membuka link atau pesan dari orang yang tidak dikenal. Pengetahuan dasar beraktivitas di ruang digital harus ditingkatkan sehingga tidak memberikan ruang pada orang punya niat jahat.
Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim atau Dittipidsiber juga menyediakan kanal Laporkan! di laman Patrolisiber.id. Kanal tersebut mengumpulkan berbagai informasi tentang kejahatan siber. Setiap orang yang mengetahui tentang indikasi kejahatan siber bisa melaporkan ke situ.
Baca Juga: Mari Bermedia Sosial dengan Hati-hati
Kanal itu mengumpulkan informasi tentang pelaku kejahatan siber seperti nama, nomor telepon, nomor rekening, akun media sosial, surel, dan lainnya. Informasi yang terkumpul bisa diakses supaya tidak terjerat penjahat siber
Sementara di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga membuka unit layanan terpadu (ULT) untuk korban kekerasan seksual melalui laman Ult.kemdikbud.go.id dan pusat panggilan 177 serta menyediakan bantuan psikolog. Pihak sekolah juga diwajibkan memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orangtua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat.
Untuk layanan pengaduan, antara lain laman pengaduan Sekolahaman.kemdikbud.go.id, pesan singkat ke 08119769293, telepon 02157903020 atau 0215703303, faksimile 0215733125, surel ke Laporkekerasan@kemdikbud.go.id, nomor kontak kantor polisi terdekat, dinas pendidikan, dan sekolah.
Langkah-langkah tersebut perlu dibagikan kepada masyarakat agar bisa mengantisipasi dan tidak mudah terjerat KBGO. Sebab, KBGO terus terjadi dan menjadi momok pada perempuan dan anak.
Dari Catatan LBH APIK Jakarta, sepanjang 2020 sebanyak 307 kasus KBGO dilaporkan para korban/penyintas. Paling banyak adalah ancaman distribusi atau malicious distribution (112 kasus), disusul penyebaran konten ilegal (66 kasus), cyber grooming atau tindakan memperdaya korban (33 kasus), dan pelecehan daring (47 kasus).
Selain itu KBGO dalam bentuk pencemaran nama baik (15 kasus), KBGO anak (14 kasus), pelanggaran privasi (2 kasus), penguntitan daring (17 kasus), dan pengelabuan atau phising (1 kasus).
Contoh kasus
Contohnya, kasus ZB yang ditangani LBH APIK Jakarta. ZB adalah seorang mahasiswa berkenalan dengan pelaku (orang asing) di salah satu aplikasi media sosial, dan mereka pernah melakukan video call sex (VCS).
Pada saat pengambilan gambar tersebut mitra tidak mengetahui kalau pelaku melakukan screenshoot (tangkapan layar). Pada tanggal 4 juni 2021, pelaku menghubungi mitra dengan mengirimkan nomor akun Link Aja dan meminta ditransfer sebesar Rp 500.000 dengan ancaman jika tidak diberikan akan menyebarkan screenshot foto korban saat sedang VCS. Belakangan setelah korban berbicara, diketahui ternyata sudah banyak yang menjadi korban.
Kasus yang mirip juga dialami VV. Tiga tahun yang lalu, VV yang tinggal di Tangerang, Banten berkenalan dengan RE dengan aplikasi Camfrog. Setelah beberapa kali berkomunikasi, keduanya sepakat untuk berpacaran. Konon dari perkenalan, RE mengakui dirinya tinggal di Padang.
Suatu kali, tanpa seizin VV, RE merekam VV yang membuka baju. RE kemudian menggunakan rekaman tersebut untuk mengancam dan memeras VV, hingga kerugian yang dialami VV sekitar Rp 50 juta. Puncaknya pada Januari 2021, ketika RE meminta uang Rp 5 juta tetapi VV hanya bisa memberikan Rp 2 juta, dan pelaku mengambil alih akun Facebook VV dan menyebarkan video tersebut ke teman-teman VV.
VV ingin melaporkan kasusnya ke Mabes Polri dengan dasar pelaku RE berada di Padang (Polda Sumbar), dan korban VV berada di Tangerang (Polda Metro Jaya). Namun Mabes Polri menolaknya dengan berbagai alasan antara lain, kerugian VV minimal Rp 25 juta, terdapat dua atau lebih lokasi perkara. Akhirnya VV melaporkan kasusnya ke Polda Metro Jaya dengan Pasal 27 ayat(1) dan ayat (4) UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua kasus tersebut hanya contoh dari kasus yang ditangani LBH APIK Jakarta. Dalam situasi pandemi Covid-19 2021, LBH APIK Jakarta mencatat KBGO mengalami peningkatan sekitar 30 persen, dari tahun sebelumnya tahun 2020.
Baca Juga: Mereka Melawan Kejahatan Daring dengan Berbagai Cara
”Hambatan dalam proses hukum KBGO masih sama. Namun, keberanian korban untuk membuat pengaduan semakin meningkat karena adanya kesadaran dan terdapat lembaga layanan yang peduli dengan isu KBGO,” ujar Tuani Sondang Marpaung, pengacara publik dan pendamping korban di LBH APIK.
Perkembangan teknologi informasi membuat perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Bahkan cara dan gaya hidup masyarakat berubah. Ibarat buku harian, media sosial kini menjadi tempat mencurahkan berbagai informasi termasuk kehidupan dari milik akun. Sampai-sampai ada yang tidak menyadari jika kehadirannya di media sosial akan berdampak dalam hidupnya.
Mari berhati-hati dan bijak bermedsos, agak tidak terjerat kejahatan seksual di dunia maya !