Status PPPK Bentuk Penghargaan Pemerintah bagi Guru Honorer
Pemerintah menjadikan pengangkatan guru honorer menjadi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebagai bentuk penghargaan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 173.329 guru honorer lulus menjadi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK dari hasil seleksi tahap 1 tahun 2021. Pengangkatan guru honorer menjadi guru PPPK ini merupakan bentuk penghargaan kepada pengabdian guru honorer serta sekaligus memberikan kesejahteraan dan perlindungan.
Di acara pengumuman hasil ujian seleksi pertama guru ASN PPPK, Jumat (8/10/2021), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, inilah pertama kali dalam sejarah Indonesia terjadi pengangkatan guru honorer dalam jumlah yang sangat besar.
”Pemerintah mencari jalan dan strategi untuk menyelesaikan kebutuhan dan kesejahteraan guru honorer yang telah lama mengabdi. Selain agar statusnya jelas sebagai ASN, juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan guru. Profesi guru mulia dan terhormat. Sangat sedih, guru honorer yang baik dan kompetensinya bagus digaji Rp 200.000 atau Rp 500.00. Jadi, ini pekerjaan rumah besar pemerintah daerah untuk memberikan kesejahteraan bagi guru honorer,” kata Nadiem.
Menurut Nadiem, pada tahun 2021 pemerintah pusat berencana mengangkat sekitar 1 juta lebih guru honorer menjadi PPPK. Akan tetapi, pemerintah daerah hanya mengajukan 506.252 orang. Mereka memperebutkan 322.665 formasi. Setelah pemerintah memutuskan ada tambahan formasi afirmasi, pada tahap 1 terdapat 173.329 orang yang lulus.
Profesi guru mulia dan terhormat. Sangat sedih, guru honorer yang baik dan kompetensinya bagus digaji Rp 200.000 atau Rp 500.00. Jadi, ini pekerjaan rumah besar pemerintah daerah untuk memberikan kesejahteraan bagi guru honorer.
Tahap 2 dan 3 yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun, masih tersisa 149.336 orang. Para guru honorer yang belum lulus di tahap 1 bisa ikut di tahap 2 dan 3 tetap dengan afirmasi yang diperoleh. Jika nilai kompetensi teknis sudah mencapai ambang batas, guru honorer boleh tidak ikut ujian tulis lagi.
Nadiem mengatakan, Kemendikbudristek tetap akan membuka pengangkatan guru PPPK. ”Saya akan yakinkan pemerintah daerah untuk meningkatkan formasi dari daerah masing-masing. Anggaran akan diamankan pemerintah pusat. Daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) belum cukup guru yang melamar. Kami berharap bisa dioptimalkan di tahap 2 dan 3,” ujar Nadiem.
Sementara itu, Pelaksana Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, ada afirmasi lagi sesuai matriks untuk peserta berusia di atas 50 tahun serta berasal dari Papua dan Papua Barat kategori 2 dan 3. ”Panitia Seleksi Nasional memutuskan afirmasi tambahan ditetapkan 10 persen. Besaran ini sesuai keseimbangan jumlah peserta yang bisa diikutsertakan lulus tahap 1 dan tetap memenuhi standar kualitas guru,” kata Bima.
Jika mengacu pada ambang batas yang ditetapkan sebelum tes ditambah afirmasi, guru honorer yang lulus hanya 90.836 orang. Setelah ada desakan dari DPR dan organisasi guru, panitia seleksi nasional kembali memberikan tambahan afirmasi, khususnya untuk guru honorer yang usia di atas 50 tahun dan daerah 3T serta Papua dan Papua Barat. Jumlah kelulusan bertambah 82.493 orang sehingga yang dinyatakan lulus 173.329 guru honorer.
Bima menyatakan, formasi yang belum terisi sebanyak 149.336. Panitia Seleksi Nasional masih mendiskusikan apakah sisa kuota satu juta akan bisa digunakan pada tahun berikutnya untuk memberikan kesempatan bagi daerah yang belum mengajukan formasi guru.
”Kami meminta pemerintah segera memastikan pengajuan nomor induk PPPK para guru honorer yang lulus,” ujar Bima.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, menyangkut guru honorer, pemerintah harus berpihak dan memberikan afirmasi. ”Semangat kita semua harus sama menyangkut guru honorer. Pemerintah harus berpihak dan memberikan afirmasi karena mereka sudah mengambil peran negara/pemerintah selama puluhan tahun. Kebijakan yang berpihak dan afirmasi pada guru honorer ini sebagai balas budi bagi pengabdian guru honorer,” kata Syaiful.
Tuntut keadilan
Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Wijaya mengatakan, masih banyak guru honorer di atas usia 50 tahun yang tidak lolos. Meksipun guru honorer masih bisa mengikuti tes di tahap 2 dan 3, peluang mereka yang berusia di atas 35 tahun ataupun 50 tahun tetap berat.
”Makin berat bagi guru honorer yang tidak punya sertifikat pendidik. Mereka akan berkompetisi secara terbuka dengan guru swasta yang sudah punya sertifikat pendidik dan fresh graduate sarjana pendidikan yang memiliki sertifikat pendidik,” kata Wijaya.
Koordinator Nasional Perhimpuan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, tambahan afirmasi belum berkeadilan. Seharusnya, afirmasi dihitung dari lama mengabdi guru. Sebab, ada yang usia di bawah 50 tahun, namun sudah lama mengabdi.
Bentuk afirmasi lain yang P2G perjuangkan selama ini adalah pemerintah seharusnya meluluskan secara langsung seluruh guru honorer K-2 yang menjadi peserta tes PPPK mengingat pengabdian mereka yang minimal 17 tahun, bahkan sampai 25 tahun. Guru honorer eks K-2 ini sekitar 121.954 orang (Data BKN, 2021).
”Guru honorer K-2-lah yang mestinya dijadikan prioritas kelulusan seleksi PPPK. Lulus langsung,” kata Satriwan.
Karena banyak guru pensiun, kekurangan guru ASN di sekolah negeri mencapai 1,3 juta guru sampai 2024. Skema guru PPPK sebenarnya solusi jangka pendek atas kekurangan guru ASN, bukan solusi jangka panjang.
”Pengadaan guru CPNS tetap masih dibutuhkan ke depannya. Dan ini akan memengaruhi motivasi calon mahasiswa-mahasiswi keguruan terbaik di LPTK. Jangan matikan cita-cita dan pengabdian mereka menjadi guru PNS. Cita-citanya sederhana menjadi guru PNS, bukan menjadi komisaris BUMN atau staf khusus menteri. P2G tetap meminta betul-betul memohon kepada Presiden Jokowi agar pemerintah kembali membuka lowongan seleksi Guru CPNS, tidak PPPK saja,” kata Satriwan.