Sejumlah pegiat musik tradisi mengisi panggung International Ethnic Music Festival secara daring. Mereka menggali lagi kebudayaan yang sudah jarang didengar di masa kini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Ada 13 orang di panggung. Salah satu dari mereka perempuan berkebaya. Dia duduk bersimpuh di atas panggung hitam yang lebih tinggi dari 12 rekannya. Mereka duduk di bawah dengan alat musik masing-masing; gambang, kromong, gong, gendang, gamelan ajeng, dan lainnya.
Mereka adalah Margasari, kelompok kesenian Betawi, yang sedang pentas di International Ethnic Music Festival, Jumat (25/9/2021) malam. Mereka tidak hanya memainkan musik tradisi Betawi, tapi juga memadukannya dengan teater. Penampilan mereka dibagi dalam tiga judul, yaitu Rembati, Pajengan, dan Ujungan.
Saat Rembati dimainkan, audiens diajak mendengar nyanyian sang sinden tanpa iringan alat musik. Harmoni vokal dari anggota laki-laki membuat audiens mengantisipasi kapan musik akan dimainkan.
Musik kemudian masuk perlahan. Satu demi satu alat musik dimainkan. Alunan musik kemudian disisipkan pesan dari nyanyian sang sinden. Katanya, ”Seni Betawi jangan dilupain. Kalau bukan kita, siapa lagi?”
Pimpinan Kelompok Margasari, Samsudin alias Udin Kacrit, mengatakan, mereka membawakan kesenian Betawi yang bisa dikatakan hampir punah. Mereka memainkan gamelan ajeng saat membawakan penampilan berjudul Ujungan. Samsudin mengatakan, gamelan ajeng sudah jarang ditemukan. Penampilan mereka diharapkan menghidupkan kembali bagian dari kesenian Betawi yang hampir hilang.
”Kami mencoba mengangkat kesenian yang dikatakan sudah hilang, misalnya gamelan ajeng dan ujungan,” kata Samsudin secara daring.
Adapun ujungan merupakan kesenian yang dipertunjukkan saat musim panen. Ujungan menggabungkan seni musik, tari, dan bela diri. Mengutip laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ujungan merupakan permainan yang disebut juga sampyong.
Sampyong dimainkan anak-anak gembala untuk mengisi waktu luang. Permainan itu mengharuskan mereka saling memukul dengan rotan untuk menentukan pemimpin di antara mereka. Sampyong berasal dari Majalengka di Jawa Barat lalu berkembang hingga ke Indramayu dan Cirebon.
Kami mencoba mengangkat kesenian yang dikatakan sudah hilang, misalnya gamelan ajeng dan ujungan.
Kesenian ini umumnya ditemui pada upacara adat, pernikahan, acara hiburan, hingga saat syukuran hasil panen. Samsudin mengatakan, konon, jika salah satu pemain sampyong berdarah dan darahnya jatuh ke tanah, panen di musim berikutnya akan lebih baik dari sebelumnya.
Sampyong berkembang sepanjang tahun 1960 hingga 1990-an. Memasuki tahun 1990-an, Sampyong mulai tergerus oleh perkembangan zaman.
Falsafah
Kelompok musik tradisi Candasuara juga menggali kekayaan tradisi daerah asal mereka di Sumatera Barat. Mereka menafsirkan falsafah hidup orang Minangkabau di Sumbar. Hasil tafsiran itu dipresentasikan dalam pertunjukan berdurasi lebih kurang 25 menit dalam dua judul, yakni Minangkabau Demokratik dan Galuk.
Anggota Candsuara M Hario Efenur mengatakan, pada Minangkabau Demokratik, mereka menafsirkan makna demokrasi bagi etnis Minangkabau. ”Pemilihan pemimpin tidak dilakukan dengan voting, tapi dengan diskursus publik,” ucapnya.
Penampilan itu memadukan tutur lisan Minangkabau beserta dialeknya. Ada pula entakan kaki dan tepukan tangan dengan tempo tertentu. Tubuh dinilai dapat jadi medium musik tradisi.
”Sementara itu, Galuk merupakan tafsiran kami atas pembatasan sosial. Jangan sampai penyempitan fisik mempersempit juga ruang berpikir kita,” kata Hario.
Festival
Selain Candasuara dan Margasari, masih ada beberapa kelompok lain yang akan tampil di panggung International Ethnic Music Festival, seperti Baseput, Jayadwara, Taufik Adam, dan Dony Koeswinarno. Selain pertunjukan musik, ada pula diskusi dan kelas bersama para pegiat musik tradisi secara daring.
Festival ini berlangsung pada 24-26 September 2021 di Youtube. Festival tersebut diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bekerja sama dengan Kemendikbudristek.
Menurut Ketua Komite Musik DKJ Adra Karim, ruang penghargaan terhadap musik tradisi perlu diperluas. Ini karena ruang tersebut dinilai masih terbatas dan akan berdampak ke keberlangsungan musik tradisi. Keberadaan para musisi tradisi saat ini perlu didukung dengan ruang presentasi untuk publik.