15 Kecamatan di Kabupaten Kupang Gelar Belajar Tatap Muka
Sebanyak 15 dari 24 kecamatan di Kabupaten Kupang menggelar kegiatan belajar-mengajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Sebanyak 15 dari 24 kecamatan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menggelar kegiatan belajar-mengajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Sebagian KBM di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sudah berjalan, sebagian lagi masih dalam proses persiapan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang Imanuel Buan, Rabu (25/8/2021), mengatakan, kasus Covid-19 di daerah itu cenderung melandai. Di kecamatan yang masuk kategori zona hijau atau nihil kasus, KBM tatap muka sebagian sudah digelar dan sebagian lagi dalam proses persiapan.
”Ada 15 kecamatan sudah jalan KBM tatap muka ini. Tetapi, belum semuanya karena pihak sekolah masih menyediakan sarana protokol kesehatan, seperti air keran yang mengalir, sabun, thermogun, hand sanitizer, dan masker. Sekolah juga harus berdialog dengan orangtua siswa sehingga ketika ada kasus Covid-19 menimpa anak, tidak ada yang saling menyalahkan,” kata Imanuel.
Di sekolah yang sudah memulai KBM, kehadiran siswa dibatasi 50 persen saja. Siswa mengenakan masker, lama waktu satu kali KBM hanya 30 menit dengan dua jam pelajaran per hari. Dalam satu pekan, KBM dilakukan dua hari per rombongan belajar. Tahap pertama KBM tatap muka ini untuk memperjelas materi pelajaran yang disampaikan secara daring dan luring selama ini.
Imanuel menjelaskan, pada tingkat SMP, hari Senin-Selasa untuk KBM kelas VII, Rabu-Kamis kelas VIII, dan Jumat-Sabtu siswa kelas IX. ”Karena satu kali pertemuan hanya 30 menit, siswa dan guru mesti memanfaatkan kesempatan ini dengan baik,” katanya.
Terkait vaksinasi tenaga pengajar, Imanuel mengatakan, dari sekitar 3.260 guru SD, 1.430 orang sudah divaksin. Adapun jumlah guru SMP sebanyak 2.035 orang, yang sudah divaksin 1.130 orang. ”Ini kondisi per 18 Juni 2021. Kami berharap mereka semua sudah selesai divaksin pada Agustus ini,” kata Imanuel.
Ia juga berharap agar siswa SMP yang sudah berusia 12 tahun ke atas secepatnya divaksin. ”Belum satu pun SMP di Kupang mengikuti program vaksinasi dari Dinas Kesehatan Kupang,” katanya.
Imanuel menegaskan, meski sudah divaksin, para guru dan anak-anak tetap harus menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan tidak diperkenankan bermain, duduk, atau berdiri secara bergerombol. Guru wajib mengawasi anak-anak menjalankan protokol kesehatan selama di sekolah.
Di rumah, orangtua juga harus menerapkan protokol kesehatan itu. ”Jangan sampai saat di rumah, anak-anak disuruh ke pasar dan pusat perbelanjaan, yang berpeluang terpapar Covid-19. Ini harus dihindari,” ujarnya.
Menurut Imanuel, KBM secara daring dan luring terkesan mengabaikan pendidikan karakter siswa. KBM daring, yakni siswa belajar dari rumah melalui perangkat gawai. Sementara KBM luring, yakni siswa ke sekolah untuk mengambil materi dari guru untuk dipelajari atau dikerjakan di rumah.
Imanuel mengungkapkan, sesuai laporan orangtua, selama menggunakan dua metode itu, anak-anak cenderung menyendiri, pendiam, penakut, dan cepat marah. Mereka juga tidak lagi melihat pendidikan sebagai upaya meraih sukses di masa depan.
Ia menambahkan, siswa SD dan SMP cepat bosan di rumah. Mereka lebih suka mengikuti orangtua ke ladang ketimbang mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Kondisi ini terbangun setelah hampir dua tahun siswa mengikuti pendidikan daring dan luring.
Ia mengatakan, karakter siswa tidak hanya terbangun melalui teori dan nilai-nilai yang diperoleh dari sekolah. Sebagian besar karakter dan wawasan kebangsaan diperoleh melalui interaksi langsung dengan teman-teman dan guru dengan latar belakang berbeda.
Selain itu, dia menambahkan, mutu pendidikan pun terus merosot selama menggunakan metode daring dan luring. Sekolah daring dan luring tidak mewajibkan pemenuhan materi pelajaran sampai 100 persen, tetapi cukup 20-50 persen saja.
Hampir 100 persen siswa SD dan SMP di Kabupaten Kupang tersebar di desa-desa dan kecamatan terpencil karena Kabupaten Kupang belum memiliki pusat kota. Hanya ada pusat pemerintahan, tetapi tidak ada pusat permukiman penduduk dengan pusat-pusat perbelanjaan.
Pendiri dan pengelola Sekolah Alam Manusak Kupang, Yahya Ado, mengatakan, jenis pendidikan anak usia dini (PAUD) dan taman kanak-kanak tidak bisa dijalankan secara daring atau luring. Anak-anak harus datang ke sekolah untuk berinteraksi langsung dengan teman-teman, alam sekitar, dan para guru. Pihak sekolah alam menerapkan hal ini, tetapi jumlah siswa dibatasi, yakni 3-5 orang per hari dengan waktu belajar 2-3 jam saja.
Manuel de Jesus (48), orangtua siswa dari Desa Raknamo, Kabupaten Kupang, mengatakan, jika kegiatan belajar secara daring terus berlangsung, pemerintah mesti menyiapkan ponsel Android dan paket data internet bagi para siswa. Setelah KBM tatap muka, ponsel Android itu dipulangkan ke sekolah.
”Kami orangtua sangat kesulitan menyediakan ponsel Android dan pulsa data internet untuk proses pembelajaran daring anak. Kalau anak itu dari keluarga mampu, seperti PNS, tidak soal. Orangtua cari makan saja susah, apalagi beli ponsel dan pulsa,” kata Manuel.
Aleksandro Fantola (12), siswa SMPN 1 Kupang, mengatakan sudah bosan mengikuti KBM secara luring. Ia sudah rindu bertemu teman-teman di sekolah dan belajar seperti masa sebelum pandemi Covid-19.