Nusa Tenggara Timur memiliki peluang menggelar sekolah tatap muka Januari 2021. Kasus pandemi Covid-19 di provinsi ini relatif jauh lebih aman dibanding daerah lain meskipun Kota Kupang masih termasuk zona merah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Nusa Tenggara Timur memiliki peluang menggelar sekolah tatap muka pada Januari 2021. Kasus pandemi Covid-19 di provinsi ini relatif jauh lebih aman dibandingkan dengan daerah lain meskipun Kota Kupang masih termasuk zona merah. Sesuai surat keputusan bersama empat menteri, 20 November 2020, semua zona boleh menggelar pembelajaran jarak jauh, tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan. Pemerintah kabupaten dan kota di NTT diminta melakukan kajian pembelajaran tatap muka 2021.
Demikian, antara lain, disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jumeri dalam diskusi webinar ”Persiapan NTT Menghadapi Sekolah Tatap Muka 2021” yang diselenggarakan Unicef Perwakilan NTT di Kupang, Rabu (9/12/2020). Jumlah satuan PAUD, SD, dan sekolah menengah di Indonesia sebanyak 436.000 unit. Jumlah siswa sebanyak 50 juta anak, tersebar di 34 provinsi.
Selama 10 bulan terakhir, kemampuan belajar-mengajar siswa PAUD, SD, SMP, dan SMA atau sederajat serta para guru tertinggal cukup jauh. Pandemi Covid-19 tidak bakal hilang dalam waktu dekat. Kegiatan belajar-mengajar secara daring pun tidak bisa dipertahankan secara berkepanjangan.
Secara keseluruhan, NTT memiliki alternatif untuk menggelar pendidikan tatap muka, dengan syarat tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat. (Jumeri)
Jumeri mengatakan, dirinya bersama Mendikbud Nadim Makarim mengunjungi Rote Ndao pada 13 November 2020. Daerah itu termasuk zona hijau, tetapi kegiatan belajar-mengajar diselenggarakan secara daring, sementara daerah lain di luar NTT yang masih zona merah sudah menerapkan sekolah tatap muka.
”Bapak dan ibu guru serta pengelola pendidikan di NTT, saya dorong untuk menggelar pembelajaran tatap muka. Ini demi peningkatan mutu pendidikan anak-anak yang telah terpuruk akibat pandemi Covid-19 selama 10 bulan terakhir. Secara keseluruhan, NTT memiliki alternatif untuk menggelar pendidikan tatap muka, dengan syarat tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat,” kata Jumeri.
Ia menambahkan, pembelajaran tatap muka di NTT diperbolehkan, tetapi tidak diwajibkan. Jika dinas pendidikan, kepala sekolah, dan guru sekolah menyetujui, tetapi orangtua masih keberatan, pembelajaran tatap muka bisa ditangguhkan. Pertimbangan orangtua mengenai nasib anak tetap dihormati karena yang paling bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan anak adalah orangtua.
Melibatkan orangtua
Kajian mengenai pandemi Covid-19 dan proses pembelajaran tatap muka oleh pemerintah daerah sebaiknya melibatkan perwakilan orangtua dan DPRD setempat. Intinya, jika berjalan, pembelajaran tatap muka tetap mengedepankan protokol kesehatan. Namun, di daerah zona hitam dan zona merah, atau masuk kategori gawat Covid-19, pembelajaran tatap muka tidak boleh dipaksakan.
Sebelum proses pembelajaran tatap muka dimulai, diawali dengan simulasi. Dalam simulasi ini diutamakan kesiapan fasilitas sekolah terkait protokol kesehatan, seperti air bersih dengan sabun di depan setiap ruang kelas, masker, jarak antarkursi siswa minimal 1,5 meter, dan siswa selalu diingatkan agar menghindari kerumunan.
Anak-anak akan berbahagia apabila kembali ke sekolah. Mereka bakal bertemu teman-teman dan para guru. Tugas guru untuk selalu mengingatkan anak-anak agar tetap memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Kondisi psikososial anak-anak saat ini perlu dipulihkan dengan menghadirkan kembali mereka di sekolah. Kreativitas, semangat belajar, dan semangat berkompetisi siswa terbangun kembali apabila mereka berada di antara teman-teman dan guru sekolah.
Selama 10 bulan terakhir belajar daring dari rumah, kemampuan anak-anak makin terpuruk. Mereka belajar apa yang mereka pahami sendiri karena tidak ada penjelasan dari guru. Orangtua yang mendampingi anak-anak pun cukup terganggu, terutama siswa PAUD dan siswa SD.
Jika pembelajaran tatap muka tidak berlangsung setiap hari, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan orangtua siswa bisa menjadwalkan agar proses belajar secara daring dan tatap muka di sekolah bisa berjalan. Guru akan memilih bagian pelajaran yang sulit untuk dijelaskan kepada siswa selama pembelajaran tatap muka. Sementara tugas dan bagian materi yang dinilai mudah dipelajari dikerjakan siswa di rumah secara daring.
Ia mengatakan, ke depan, mulai tahun 2021, pemerintah mengejar ketertinggalan pendidikan akibat Covid-19. Pemerintah lebih mengutamakan daerah terjauh, terdepan, dan tertinggal (3T), termasuk sebagian wilayah di NTT.
Pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah, pengadaan sarana dan prasarana sekolah, serta peningkatan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) diutamakan bagi daerah 3T. Jumlah dana BOS di kota kemungkinan tetap, tetapi untuk daerah 3T dinaikkan sesuai jarak, kesulitan medan tugas, dan keterbatasan fasilitas.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi mengatakan, kesehatan dan keselamatan siswa tetap menjadi prioritas dalam proses belajar-mengajar tatap muka. Karena itu, protokol kesehatan tetap diprioritaskan selama pembelajaran tatap muka berlangsung. Anak-anak, terutama PAUD dan siswa SD kelas I-III, masih sulit menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
Namun, proses belajar daring juga tidak bisa dipertahankan terus berlangsung. Semua mesti keluar dari kondisi ini dan memulai proses belajar tatap muka, terutama siswa kelas IV-VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan kelas XII. ”Kelompok siswa kelas IV-XII sudah bisa diarahkan mengikuti protokol kesehatan secara ketat,” kata Lusi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Timor Tengah Selatan (TTS) Seperinus Edison Sipa mengatakan, jika pemerintah menghendaki pembelajaran tatap muka diberlakukan Januari 2021, dirinya mendukung kebijakan itu. Ia segera menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk proses pembelajaran tatap muka, dengan protokol kesehatan.
Selama 10 bulan terakhir, proses belajar di TTS berlangsung dengan dua cara, yakni di kota Soe, ibu kota Kabupaten TTS, proses pendidikan digelar secara daring karena jaringan internet cukup lancar. Namun, di 24 kecamatan dan 320 desa, proses belajar berlangsung secara luring karena tidak ada jaringan internet, juga siswa tidak memiliki kuota internet.
”Jika kebijakan sekolah tatap muka 2021 itu wajib dilaksanakan, kami siap mengikuti. Pemkab TTS tentu memilih yang terbaik bagi kesehatan dan keselamatan siswa serta dunia pendidikan di TTS,” kata Sipa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang Dumul Djami menyebutkan, Kota Kupang termasuk daerah zona merah dan hitam. Lonjakan kasus Covid-19 melalui transmisi lokal cukup tinggi dalam tiga bulan terakhir.
Pemerintah Kota Kupang sedang melakukan analisis untuk menempuh kebijakan terbaik dalam menjalankan proses belajar-mengajar di Kota Kupang. ”Kajian soal ini sedang berlangsung. Tentu pemkot akan mengambil kebijakan terbaik, dengan tetap mempertimbangkan imbauan pemerintah pusat agar sekolah tatap muka dimulai 2021,” katanya.