Perekrutan guru sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja hendaknya bukan dijadikan sebagai kebijakan permanen, melainkan kebijakan sementara untuk menyelesaikan masalah guru honorer.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan guru mengapresiasi keputusan pemerintah yang akan tetap membuka formasi calon pegawai negeri sipil untuk guru meski secara terbatas. Namun ini harus diikuti dengan penyempurnaan sistem perekrutan guru mengingat pendidikan merupakan kebutuhan dasar.
Keputusan pemerintah merekrut 1 juta guru sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada tahun 2021 ini hendaknya bukan kebijakan permanen. Pemerintah juga diminta tetap membuka peluang guru PPPK untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Demikian disampaikan Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma dan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo secara terpisah di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Mereka menanggapi penjelasan Ketua Badan kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana tentang skema PPPK termasuk untuk guru, Selasa.
Bima Haria mengatakan, perekrutan 1 juta guru PPPK pada 2021 untuk mengisi kekurangan guru dan menyelesaikan masalah guru honorer. Kebijakan ini dinilai akan mempermudah manajemen guru dan dapat secara signifikan meningkatkan kualitas layanan pendidikan.
Guru PPPK akan memeroleh gaji, tunjangan, serta hak perlindungan yang sama dengan guru PNS. Hal yang membedakan pada sistem pensiun, guru PPPK tidak mempunyai hak pensiun dan tunjangan hari tua sebagaimana guru PNS.
Namun tidak tertutup kemungkinan guru PPPK memperoleh pensiun. Kami sedang berupaya membuat skema pensiun agar dapat apa yang dinikmati PPPK sama dengan PNS, peraturan pemerintahnya sedang disusun.(Bima Haria Wibisana)
“Namun tidak tertutup kemungkinan guru PPPK memperoleh pensiun. Kami sedang berupaya membuat skema pensiun agar dapat apa yang dinikmati PPPK sama dengan PNS, peraturan pemerintahnya sedang disusun,” kata Bima Haria.
Saat ini, sistem pensiun PNS menggunakan sistem pay as you go (manfaat pasti). Ke depan, ini akan diubah menjadi sistem fully funded (iuran pasti) di mana aparatur sipil negara (PNS dan PPPK) membayar iuran pensiun sesuai besaran penghasilan (take home pay) setiap bulan.
Bima Haria mengatakan, meski diangkat dengan perjanjian kerja, PPPK bukan tenaga kontrak biasa dan juga bukan pegawai biasa, melainkan pegawai profesional yang berstatus ASN. Jika PNS difokuskan untuk pembuatan keputusan atau kebijakan melalui posisi manajerial, PPPK difokuskan pada peningkatan kualitas layanan publik dan mendorong percepatan peningkatan profesionalisme serta kinerja instansi pemerintah.
Peluang CPNS
Ketentuan tersebut, menurut Heru, membatasi guru PPPK untuk menduduki jabatan struktural. Karena itu FSGI mengusulkan agar pemerintah memberi peluang guru PPPK untuk diangkat menjadi PNS melalui proses seleksi. Ini sesuai ketentuan Pasal 99 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Buka peluang 20 persen untuk rekrutmen guru PNS. Kalau rencana pemerintah pada 2021 merekrut guru PPPK sebanyak 1 juta, maka kompsosisinya menjadi 200.000 guru CPNS dan 800.000 guru PPPK. Jika pemerintah tetap pada kebijakan melakukan rekruitmen 100 persen guru PPPK di tahun 2021, maka setelah 1 tahun guru PPPK berhak mengikuti seleksi CPNS dengan kuota 20 persen,” kata Heru.
Sumardiansyah mengatakan, AGSI menolak kebijakan PPPK bagi guru sebagai kebijakan permanen, melainkan hanya sebagai program jangka pendek yang khusus mengakomodir guru honorer agar bisa menjadi ASN. Selanjutnya AGSI mengusulkan ada penyempurnaan sistem rekrutmen CPNS guru melalui jalur khusus.
“Ada beberapa kategori (jalur khusus), pertama, guru yang sudah mengabdi sebagai honorer dengan usia di bawah 35 tahun. Kedua, guru yang mengajar dan mengabdi di daerah 3T (terdepan, terluar, terpencil). Ketiga, guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik. Keempat, jalur prestasi bagi sarjana lulusan guru yang memiliki nilai cum laude,” kata dia.
Terkait pengelolaan guru, menurut Sumardiansyah, hendaknya tidak disamakan dengan pengelolaan dunia industri yang mengedepankan untung rugi dalam neraca modal. Seharusnya pengelolaan guru dilandasi satu pandangan bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendasar.
"Ada dimensi sosiologis, kultural, intelektual, moral, dan spiritual yang melekat di dalamnya. Kami tidak ingin mendengar lagi pemerintah mewacanakan penghapusan CPNS guru,” kata dia.