Melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh Masih Jadi Pilihan Utama
Keputusan tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh metode daring saat semester genap tahun ajaran 2020/2021 perlu diikuti peningkatan kapasitas guru dan sarana belajar.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pandemi Covid-19 yang masih terus berlanjut membuat sejumlah satuan pendidikan memutuskan melanjutkan pembelajaran jarak jauh metode dalam jaringan. Mereka menjadikan situasi ini untuk kreatif mengembangkan metode belajar-mengajar yang kontekstual.
Suparno Sastro, Kepala SMA Labschool Jakarta, saat dihubungi Senin (4/1/2021) di Jakarta, menyampaikan, sekolahnya sekarang menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring dengan menggunakan platform eLabs (e-learning Labschool) yang memang telah dirancang sebelum pandemi Covid-19. eLabs berisi sumber belajar dan asesmen yang harus diberikan kepada siswa.
PJJ metode daring secara synchronous berjalan dengan jadwal yang sudah disusun. Siswa berkomunikasi langsung dengan guru dengan platform Zoom. Setiap kelas disiapkan akun Zoom sendiri sehingga total ada 22 akun. Lalu, penilaian kepada siswa dilakukan secara daring dengan desain save exam browser dan diawasi kamera.
Kami terus berupaya meningkatkan kapasitas eLabs sehingga ringan saat diakses dan bisa menampung data lebih banyak.(Suparno Sastro)
"Kami terus berupaya meningkatkan kapasitas eLabs sehingga ringan saat diakses dan bisa menampung data lebih banyak," ujar Suparno.
Dia mengatakan, implementasi kurikulum tetap berlangsung seperti biasa sebelum ada pandemi Covid-19. SMA Labschool Jakarta tidak melakukan pengurangan kompetensi dasar. Dia beralasan, kondisi sekolah masih bisa melaksanakan seluruh komponen kurikulum.
Selain itu, seluruh layanan pendidikan dikonversi ke virtual dan pembelajaran mengenai konsep pengembangan diri dikuatkan. Kapasitas guru juga dikuatkan supaya bisa cepat beradaptasi dengan kondisi pembelajaran selama pandemi Covid-19.
Menurut Kepala SMA Labschool Cibubur Ali Chudori, kebijakan tetap melanjutkan PJJ untuk semester genap tahun ajaran 2020/2021 diambil seluruh sekolah Labschool. Instansi memfasilitasi fasilitas PJJ metode daring syncronous beserta aplikasi Zoom. Guru-guru diberikan keleluasaan untuk menggunakan aplikasi sistem manajemen pembelajaran (LMS) sesuai kemahiran mereka. Kemudian, konten mata pelajaran dibuat mandiri dengan tetap mengacu Kurikulum 2013 dan memperhatikan materi esensial.
"Maksud dari materi esensial adalah materi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan materi persyaratan ke jenjang berikutnya," kata dia.
Wakil Kepala SMA Negeri 6 Jakarta, Husniwati, mengatakan, sekolah tempat dia mengajar juga memutuskan melanjutkan PJJ metode daring untuk pembelajaran semester genap tahun ajaran 2020/2021. Keputusan ini diambil lantaran lebih dari setengah orangtua siswa mendesak agar anak-anak tidak kembali ke sekolah.
"Siswa-siswa sebenarnya ingin pembelajaran tatap muka di kelas karena bosan terus-menerus PJJ metode daring. Namun, orangtua khawatir bahaya pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Kami ikut keputusan wali murid," terang Husniwati.
Dia menceritakan, setiap hari siswa harus mengikuti pembelajaran maksimal tiga mata pelajaran mulai pukul 07.00 hingga 12.00. Sebelumnya, pukul 06.30 mereka melakukan tadarus bersama. Guru dibebaskan membuat konten pembelajaran yang kreatif, seperti melalui video dan presentasi. Materi yang diberikan bersifat esensial untuk kehidupan sehari-hari dan mendukung persyaratan naik jenjang. Murid akan mengerjakan tugas baik mandiri maupun kelompok.
Tidak terpaku
Pegiat Jaringan Pendidikan Alternatif Monika Irayati memandang, pandemi Covid-19 semestinya membuat semakin banyak orang sadar bahwa ada berbagai permasalahan fundamental dalam pendidikan Indonesia. Pendidikan harus segera bertransformasi sehingga bisa menumbuhkan kemandirian belajar, pemelajaran kontekstual, serta berpusat kepada kebutuhan dan cara belajar masing-masing anak.
"Kita sebaiknya tidak terpaku oleh bentuk pembelajaran tatap muka atau tidak tatap muka di sekolah. Hal yang harus kita lakukan adalah mencari solusi pembelajaran masa depan yang sesuai dengan tuntutan zaman, konteks infrastruktur, serta sumber daya manusia dan kearifan lokal di masing-masing daerah," ujar dia.
Hal terpenting lainnya, kata Monika, adalah membangun ekosistem pembelajaran yang tidak hanya terjadi di sekolah dan dilakukan oleh guru. Dia berpendapat, ekosistem pendidikan yang baik perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk orangtua, masyarakat, profesional, dan anak - anak sendiri. Mereka perlu saling berjejaring dan berkomunikasi dengan intensif.
Dia menambahkan, ruang-ruang untuk mendengarkan suara anak juga perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitas. Anak bukan lagi objek dalam pendidikan, melainkan subyek yang perlu didengar dan menjadi pusat kepentingan dalam pengembangan pendidikan masa depan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji saat dihubungi terpisah, berpendapat, persiapan apabila pembelajaran tatap muka kembali digelar harus dilakukan sejak sekarang. Fasilitas protokol kesehatan tetap perlu selalu disiapkan. Kemampuan guru dan kurikulum yang adaptif sesuai konteks pembelajaran masa depan pun harus disediakan.
"Harus ada peningkatan kompetensi guru dan juga inovasi pembelajaran yang lebih variatif dan inovatif," kata dia.
Ubaid menyampaikan, tantangan PJJ ketika pandemi Covid-19 masih berlangsung ada beberapa. Misalnya, kurikulum darurat yang telah dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum banyak diadaptasi sekolah. Masih banyak sekolah memakai kurikulum lama dengan muatan isi yang banyak dan terus memberikan penugasan bertumpuk-tumpuk kepada siswa. Ini berpotensi membuat siswa stres.
Pemerintah diharapkan bersikap tegas dengan mengharuskan ada satu rujukan kurikulum yang bisa dipakai secara fleksibel selama pandemi Covid-19. Kondisi yang sekarang dilakukan dengan memberikan tawaran kurikulum justru membuat sekolah dan guru kebingungan.
Dia mengapresiasi upaya Kemendikbud yang menyediakan aneka pelatihan, seperti Guru Belajar. Hanya saja, dia menyayangkan upaya itu berjalan sporadis. Dia banyak menerima keluhan tentang pelatihan yang tidak merata atau hanya menyasar ke guru-guru tertentu.
"Saat ini, guru amat membutuhkan pelatihan agar bisa terus mengajar dengan baik selama pandemi Covid-19. Program pelatihan dari pemerintah semestinya dijalankan secara sistematis dan targetnya juga terukur," imbuh Ubaid.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Kemendikbud Muhammad Hasbi menjelaskan, Kemendikbud telah melakukan sosialisasi kepada seluruh dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota terkait Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Secara khusus untuk jenjang pendidikan anak usia dini, Kemendikbud menggandeng mitra guru, seperti Muslimat Nahdlatul Ulama, Aisyiyah, dan Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia. Tujuannya adalah agar mereka ikut menyosialisasikan secara masif kepada kepala sekolah dan guru di daerah agar mempersiapkan fasilitas protokol kesehatan untuk mengantisipasi pembelajaran tatap muka.
"Intinya, izin pelaksanaan pembelajaran tatap muka seluruh jenjang pendidikan adalah kewenangan pemerintah daerah dan didukung oleh kesiapan melaksanakan protokol kesehatan dari satuan pendidikan," tegas dia.