Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Pemda Harus Benar-benar Cermat
Lebih dari sepuluh bulan belajar di rumah membuat anak-anak, termasuk guru, jenuh. Namun, kembali ke sekolah untuk pembelajaran tatap muka menjadi tantangan besar mengingat masih tingginya kasus Covid-19.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan sejumlah daerah untuk memulai pembelajaran tatap muka di kelas awal semester genap tahun ajaran 2020/2021 di awal pekan ini, Senin (4/1/2021), mengandung berbagai risiko karena kasus Covid-19 masih tinggi. Karena itu, pemerintah daerah harus benar-benar cermat dan hati-hati dalam memutuskan sekolah mana yang bisa dibuka dan tidak demi memastikan keselamatan dan kesehatan anak-anak.
Pemda juga harus segera memetakan sekolah-sekolah yang siap dan yang belum siap pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 dengan melibatkan gugus tugas Covid-19 di daerah. Kendati berada di wilayah zona hijau Covid-19, jika sekolah benar-benar belum dan tidak siap, pembelajaran tatap muka harus ditunda dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diperpanjang.
Hal ini penting karena Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendapati ketika sejumlah sekolah melakukan uji coba pembukaan sekolah beberapa waktu lalu, tingkat kepatuhan dan disiplin menjalankan protokol Covid-19 masih rendah. Ketika berada di sekolah, baik siswa maupun guru masih ada yang melepaskan masker, tidak jaga jarak, dan cuci tangan.
KPAI mengapresiasi kepala daerah dan kepala dinas pendidikan yang memutuskan memperpanjang PJJ dengan pertimbangan kasus Covid-19 yang masih tinggi, pandemi belum terkendali, sehingga membuka sekolah berpotensi menjadi kluster baru.
”KPAI mengapresiasi kepala daerah dan kepala dinas pendidikan yang memutuskan memperpanjang PJJ dengan pertimbangan kasus Covid-19 yang masih tinggi, pandemi belum terkendali, sehingga membuka sekolah berpotensi menjadi kluster baru,” ujar Retno Listyarti, komisioner KPAI, saat menyampaikan Survei Persepsi Peserta Didik tentang Kebijakan Buka Sekolah Tatap Muka Januari 2021, Minggu (3/1/2021).
Untuk itulah, KPAI mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung pendanaan bagi pemenuhan infrastruktur dan protokol kesehatan di sekolah.
Selain KPAI, FSGI juga melakukan Survei Persepsi Guru dan Pemda tentang Kebijakan Buka Sekolah Tatap Muka Januari 2021. Hasil survei disampaikan Heru Purnomo (Sekjen FSGI) dan Mansur (Wakil Sekjen FSGI) didukung oleh sejumlah guru anggota FGSI dari beberapa daerah.
Siswa ingin ada tatap muka
Hasil survei KPAI pada 11-18 Desember 2020 di 34 provinsi dengan responden 62.448 siswa, dari jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan, termasuk siswa sekolah luar biasa dan madrasah, menemukan mayoritas responden, yakni 48.817 siswa (78,17 persen), setuju sekolah dengan tatap muka dibuka pada Januari 2021. Sisanya, 6.241 siswa (10 persen), tidak setuju, dan 10.078 siswa (11,83 persen) menyatakan sikap ragu-ragu.
Alasan utama siswa setuju sekolah dengan tatap muka dibuka karena banyak materi pelajaran yang sulit diajarkan secara daring atau PJJ. Alasan lain karena sudah jenuh dengan PJJ, rindu bertemu teman-teman sekolah, dan alasan lain. Namun, ada juga menjawab karena di rumah kerap mendapat kekerasan.
Kendati setuju, sekolah dengan tatap muka dibuka, siswa hanya ingin pembelajaran dengan tatap muka tidak berlangsung penuh sepanjang seminggu, tetapi hanya berlangsung satu hari dalam seminggu dan empat hari lainnya tetap dengan PJJ.
Selain dimulai dari kelas yang tertinggi di setiap jenjang, yakni siswa kelas VI SD, kelas IX SMP, dan kelas XII SMA yang dinilai paling membutuhkan tatap muka, karena terkait ujian akhir kelulusan.
”Siswa juga setuju agar pembelajaran tatap muka, hanya khusus membahas materi pelajaran yang harus praktik, dan materi yang sangat sulit yang hanya bisa diberikan secara tatap muka atau interaksi langsung dengan gurunya sehingga terjadi interaksi dan tanya jawab yang lancar,” ujar Retno, yang juga Dewan Pakar FSGI.
Adapun siswa yang tidak setuju, alasan utamanya adalah khawatir tertular Covid-19 sebab para responden menilai angka kasus Covid-19 hingga akhir tahun 2020 masih tinggi. Selain itu, sekolah dinilai belum memiliki infrastruktur untuk adaptasi kebiasaan baru yang memadai, sanitasi kebersihan sekolah masih buruk. Sejumlah responden juga tidak setuju sekolah dibuka karena khawatir tertular Covid-19 di kendaraan umum.
Persepsi guru
Adapun hasil survei FSGI pada 19-22 Desember 2020 dengan responden 6.513 guru di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DIY, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Jambi, NTB, NTT, Papua, dan Papua Barat menemukan persepsi guru yang tidak setuju dan setuju pembelajaran tatap muka dimulai 2021 hampir seimbang.
Sebanyak 3.215 orang (49,36 persen) setuju dan 2.948 orang (45,27 persen) tidak setuju tatap muka di sekolah dimulai awal 2021. Sisanya, 350 orang (5,37 persen), ragu-ragu. Alasan para guru setuju tatap muka dibuka Januari 2021, antara lain, karena jenuh mengajar PJJ, materi sulit/sangat sulit dan praktikum tidak bisa diberikan secara daring, sebagian siswa yang diajar tidak memiliki alat daring sehingga tidak mengikuti PJJ, sinyal tidak stabil sehingga menjadi kendala PJJ. Alasan lain, wilayah responden mengajar merupakan wilayah kepulauan yang masuk zona hijau/kuning.
”Para guru merasakan bahwa peserta didiknya pasti mengalami kesulitan untuk mengerjakan materi pelajaran dengan tingkat kesulitan tinggi karena materi seperti itu tidak optimal diberikan secara daring, tetapi harus melalui pembelajaran tatap muka, minimal seminggu sekali,” ujar Mansur.
Adapun alasan guru tidak setuju tatap muka di sekolah dimulai Januari 2021 karena kasus Covid-19 masih tinggi, khawatir tertular di sekolah, dan infrastruktur untuk protokol kesehatan belum memadai. ”Mayoritas responden menolak buka sekolah tatap muka karena masih tinggi kasus, pandemi belum dapat dikendalikan pemerintah, sehingga mereka sangat khawatir tertular Covid-19, apalagi untuk guru-guru yang usianya sudah lebih dari 50 tahun dan disertai pula dengan penyakit penyerta, seperti diabetes dan jantung,” kata Heru.
Karena itu, meskipun FSGI mendorong pemerintah tetap menetapkan bahwa 4 Januari 2021 sebagai awal semester genap, bukan berarti pembelajaran tatap muka harus dilakukan pada 4 Januari. Seperti persepsi siswa, FSGI mendorong pembukaan sekolah di mulai dari kelas paling atas, pada jenjang paling tinggi, dan disertai uji coba dengan 25 persen siswa.
Mansur menegaskan, pemda harus betul-betul bersikap tegas. Selain memberikan izin, pemda juga harus berani memberikan peringatan dan sanksi tegas. Begitu ada sekolah yang tidak siap, maka pembelajaran tatap muka harus ditunda.
Pemda tunda
Masih tingginya kasus sebaran Covid-19 di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi pertimbangan pemda setempat untuk menunda penyelenggaraan pendidikan secara tatap muka untuk jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP) serta pendidikan nonformal. Kebijakan penundaan PTM (pendidikan tatap muka) itu tertuang dalam Surat Edaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Nomor 421/1228/438.5.1/2020.
Mengacu pada hasil rapat koordinasi Satgas Covid-19 tanggal 29 Desember 2020, penyelenggaraan pendidikan semester genap tetap dilakukan secara dalam jaringan atau belajar dari rumah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Asrofi mengatakan, kepala sekolah dan pendidik/tenaga kependidikan melaksanakan tugas pembelajaran atau kegiatan administrasi di sekolah. Pelaksanaannya sesuai ketentuan jam kerja aparatur sipil negara (ASN) ataupun non-ASN serta yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan dengan mematuhi protokol kesehatan.
”Apabila terdapat pendidik dan tenaga kependidikan yang bergejala demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, sesak napas, diare, dan memiliki riwayat penyakit komorbid, mereka dapat diberi penugasan (work from home) secara penuh,” ujar Asrofi.
Menunda sekolah tatap muka terutama untuk siswa SMP di Surabaya ditunda hingga kondisi benar-benar memungkinkan. Kepala Dinas Kota Surabaya Supomo mengatakan, Surabaya sudah melakukan uji coba di 14 SMP negeri dan swasta sebagai persiapan sekolah tatap muka yang direncanakan Januari 2021. Siswa yang bisa sekolah tatap muka hanya kelas 9 dan jumlahnya juga dibatasi ketika belajar di sekolah. (ETA/NIK)