Beban Guru Makin Bertambah Selama Pandemi Covid-19
Sejumlah guru pesimistis pembelajaran jarak jauh selama tahun ajaran 2020/2021 akan berlangsung maksimal. Berbagai persoalan, mulai dari teknis metode belajar sampai sosial ekonomi terus mereka rasakan.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai 13 Juli, praktik pembelajaran jarak jauh tetap dilaksanakan karena pandemi Covid-19 masih berlangsung. Guru masih mengeluhkan implementasi pembelajaran dipenuhi gejolak dan persoalan sosial ekonomi.
Yunita Maiza, guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Bintan, Kepulauan Riau, saat dihubungi Senin (27/7/2020), dari Jakarta, menceritakan, kebanyakan wali murid di SLB Negeri Bintan bermata pencarian sebagai nelayan, buruh tani, dan pekerja perkebunan. Mereka umumnya kurang memahami cara mengajar anak berkebutuhan khusus. Di antara mereka pun masih gagap teknologi.
”Tidak semua orangtua sabar mengajar anak berkebutuhan khusus. Kalau anak mereka tidak mau atau anak sudah mengamuk, tugas guru tidak akan dikerjakan. Akhirnya, guru harus mendatangi rumah siswa sehingga ada pengeluaran tambahan untuk ongkos transportasi,” ujarnya.
Yunita mengatakan, kondisi seperti itu terjadi saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebelum, masuk tahun ajaran baru 2020/2021, dan sampai sekarang. Pengeluaran orangtua ataupun guru bertambah. Dia kerap menerima keluhan stres dari orangtua, bahkan desakan agar sekolah segera membuka kembali kelas tatap muka.
Jumlah subsidi tidak besar sehingga guru harus pintar menyiasati. Apabila kurang, guru akan memakai dana pribadi untuk membeli pulsa tambahan.
Menurut dia, semua guru di SLB Negeri Bintan telah menerima subsidi belanja pulsa telepon seluler dari dana bantuan operasional. Jumlah subsidi tidak besar sehingga guru harus pintar menyiasati. Apabila kurang, guru akan memakai dana pribadi untuk membeli pulsa tambahan.
”Mengajar anak berkebutuhan khusus tidak sama dengan anak normal pada umumnya. Di antara mereka belum mandiri sehingga butuh pendampingan. Hingga sekarang, saya kadang suka mendatangi dan mengajar langsung anak meski pandemi masih berlangsung,” ucap Yunita.
Ketua Serikat Guru Indonesia Provinsi Bengkulu Suhadi mengatakan, masih ada kepala sekolah yang belum berani merealisasikan dana bantuan operasional untuk menyubsidi biaya pulsa guru dan siswa. Mereka menunggu instruksi gubernur meski sudah ada kebijakan relaksasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kalaupun kepala sekolah mau mengalokasikan, mereka akan berhadapan dengan kenyataan bahwa masih banyak siswa belum mempunyai gawai dan sinyal internet yang buruk.
Sudah ada beberapa wilayah di Provinsi Bengkulu masuk zona hijau Covid-19. Namun, dinas pendidikan setempat menginstruksikan agar sekolah tetap lanjut PJJ. Jika tidak patuh, dinas pendidikan akan menyegel.
”Praktik guru kunjung kembali dilakukan, padahal hal itu sangat tidak mudah dilakukan. Ada guru bertempat tinggal beda kecamatan dengan rumah siswa, bahkan berbeda kota. Saat berkunjung pun, mereka berhadapan dengan realita ada sejumlah siswa malah ikut membantu orangtuanya bekerja,” tuturnya.
Ridwan, Ketua Serikat Guru Indonesia Kabupaten Kutai Kartanegara, mengatakan, kabupaten tempatnya tinggal masih terus menunjukkan kenaikan kasus positif Covid-19 sehingga PJJ terus diberlakukan. Dinamika PJJ sekarang tak jauh berbeda dengan sebelum tahun ajaran baru 2020/2021. Rata-rata guru yang tergabung di serikat memilih mengirim tugas setiap hari kepada siswa. Ini dikarenakan tatap muka secara daring susah dilakukan.
”Jangkauan jaringan akses seluler berteknologi 4G belum 100 persen. Kami para guru harus ’kucing-kucingan’ dengan pemerintah daerah agar tetap bisa berkunjung ke rumah siswa untuk mengajar. Kami belum berpikir sampai integrasi mata pelajaran,” ujarnya.
Berdasarkan realitas itulah, lanjut Ridwan, dana bantuan operasional yang sudah diperbolehkan Kemendikbud untuk menyubsidi biaya beli pulsa guru dan siswa tetap tidak dijalankan. Sebagai gantinya, dana bantuan operasional dialokasikan untuk memberikan insentif bagi guru yang berkunjung ke rumah siswa.
Eka Ilham, Ketua Serikat Guru Indonesia Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, menceritakan pengalaman senada. Sejumlah guru sudah mulai pesimistis dengan PJJ.
Penyebabnya, tidak semua kepala sekolah di kabupaten hingga sekarang berani mengalokasikan dana bantuan operasional untuk menyubsidi biaya pembelian pulsa bagi guru ataupun siswa. Mayoritas siswa berasal dari keluarga petani sehingga teknologi edukasi adalah hal baru. Lalu, kualitas layanan seluler tidak menentu, apalagi mulai petang hari.
”Apabila praktik guru kunjung berlangsung, sudah ada sejumlah siswa kini malah ikut membantu orangtuanya bekerja,” tutur Eka.
Bebaskan biaya internet
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, saat dihubungi terpisah, menyampaikan, pihaknya berharap pemerintah segera membuat kebijakan penggratisan biaya akses internet selama PJJ sampai enam bulan mendatang. Anak dari keluarga menengah ke bawah masih tetap tidak mampu mengikuti PJJ, terutama metode daring, karena tidak mampu membeli pulsa.
Selain itu, KPAI mendorong pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang fokus terhadap keluarga miskin. Pemerintah harus memastikan anak-anak memperoleh akses pendidikan setara dengan kesehatan. ”Jangan sampai terjadi krisis kemanusiaan selama pandemi Covid-19,” ujarnya.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang, saat menghadiri webinar ”Seru Belajar Kebiasaan Baru”, Sabtu (25/7/2020), di Jakarta, menyebutkan tiga peraturan relaksasi dana bantuan operasional, yaitu Permendikbud No 19/2020, Permendikbud No 20/2020, dan Permendikbud No 24/2020. Dasar hukum ini semestinya menjadi acuan kepala sekolah untuk mencukupi kebutuhan normal baru pendidikan, termasuk keperluan PJJ.
Pengelolaan dana bantuan operasional tetap harus bertanggung jawab. Pelaporan pemakaian harus sesuai dengan ketentuan Kemendikbud. Misalnya, sekolah membuat papan laporan pertanggungjawaban pengeluaran yang bisa dipantau warga. Masyarakat sekitar sekolah harus mengawasi penggunaan dana sehingga tidak timbul penyelewengan.
”Penyelewengan pemakaian dana bantuan operasional selama pandemi Covid-19 akan terancam hukuman lebih tinggi daripada sebelumnya,” kata Chatarina yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Mendikbud ini.
Dia secara khusus berbicara mengenai dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler. Prinsip dana BOS reguler adalah membantu biaya operasional sekolah. Oleh karena itu, pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab juga membantu menyediakan pendidikan di daerahnya.
”Pendidikan termasuk salah satu layanan dasar sehingga belanja daerah semestinya diprioritaskan ke sana. Sifat bantuan operasional dari pemerintah pusat adalah membantu,” katanya.
Menurut dia, baru empat provinsi di Indonesia yang telah mengalokasikan 20 persen dari APBD untuk kebutuhan pendidikan. Dia berharap lebih banyak pemerintah daerah punya kesadaran moral untuk memberikan layanan pendidikan layak dengan komitmen alokasi anggaran.