Eksploitasi dan Perdagangan Orang Terus Jadi Ancaman
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kondisi kemiskinan dan kesenjangan di kawasan timur Indonesia membuat kalangan perempuan berada dalam kondisi rentan. Selain rawan mengalami kekerasan fisik dan eksploitasi seksual, mereka juga menjadi korban perkawinan anak, putus sekolah, kematian pada persalinan, gizi buruk, serta menjadi korban perdagangan orang karena menjadi pekerja migran.
Gerakan bersama yang melibatkan semua pemangku kebijakan mulai dari pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil termasuk masyarakat menjadi kunci untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak perempuan di kawasan timur.
Untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan di kawasan timur Indonesia, tiga lembaga yang fokus pada upaya penegakan hak asasi manusia khususnya perempuan, yaitu Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Forum Pengada Layanan (FPL), dan Yayasan BaKTI akan menggelar Konferensi Perempuan Timur 2018 (KPT2018) di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 10-11 Desember 2018.
"Konferensi ini akan menjadi ruang untuk saling menguatkan dan berbagi pengalaman, gagasan, prakarsa dari para pelaku pembangunan dan aktor perubahan di berbagai level dalam rangka pemenuhan hak perempuan korban kekerasan,“ ujar Maria Filiana, Ketua Panitia Bersama KPT2018, di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
KPT2018 yang mengangkat tema “Perempuan Timur untuk Pemenuhan Hak Korban Kekerasan” akan melibatkan 500 peserta dari 12 Provinsi di kawasan Indonesia timur, yaitu NTT, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Maria Filiana yang didampingi Rambu Mella dari FPL mengungkapkan hingga kini tingkat kemiskinan di kawasan timur masih tergolong tinggi. Dari data Badan Pusat Statistik 2018, dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 9,82 persen, sebagian besar menduduki wilayah kawasan timur Indonesia, yakni di Maluku dan Papua tercatat 21,20 persen, pulau Bali dan Nusa Tenggara 14 persen, pulau Sulawesi 10,64 persen dan Kalimantan 6,9 persen.
Sementara itu, dalam rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2018, lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil akan menggelar Pawai Akbar "Bunyikan Peluit Tanda Bahaya: Sahkan Rancangan Undang-Undangan Penghapusan Kekerasan Seksual, Sabtu (8/12/2018) dari depan perbelanjaan Sarinah-Taman Aspirasi depan Istana Merdeka Jakarta.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah harapan baru bagi korban, tapi pengesahanannya terancam gagal karena lambatnya pembahasan di DPR," kata Koordinator Pawai Mutiara Ika.
Pawai Akbar akan berlangsung pukul 09.00- 12.00, diakhiri dengan pentas seni di Taman Aspirasi, orasi dari para tokoh, pembunyian peluit tanda bahaya, dan mengembangkan 1.000 payung simbol penyintas kekerasan seksual.