”Ndeprok” di Edinburgh demi Ratu Elizabeth II
Tak tahan menahan pegal, sambil menunggu kedatangan iring-iringan jenazah Ratu Elizabeth II, saya ”ndeprok” lalu membuka kotak makanan. Seorang petugas menghampiri, ”Are you having lunch right now?”
Setiap kali ke Edinburgh, Skotlandia, untuk meliput momen yang berkaitan dengan Ratu Elizabeth II, entah mengapa ndeprok menjadi ritual saya.
Keberangkatan ke Edinburgh kali ini bermula dari obrolan sebelum tidur dengan Mardika Firlina dan Edwina Agustin pada Jumat (9/9/2022) tengah malam. Keduanya mahasiswa asal Indonesia yang sedang mengambil program master di University of Glasgow, Skotlandia. Begitu pun saya.
Kebetulan sejak Jumat pagi kami sedang berada di kota Aberdeen. Hari Sabtu, dari Aberdeen kami hendak ke kota Dundee dan St Andrews. Setelah itu, kami berencana melanjutkan perjalanan ke kota-kota yang bisa dikunjungi pergi pulang dalam sehari pada hari Minggu. Mulanya, kota Oban dan Perth menjadi kandidat.
Namun, rencana itu batal setelah pada Kamis tengah malam, Ratu Elizabeth II dikabarkan wafat. ”Hari Minggu, Ratu bakalan dibawa ke Edinburgh,” kataku dengan percaya diri karena baru saja riset untuk kebutuhan menulis berita pada Jumat itu.
”Apa kita ke Edinburgh saja hari Minggu?” usul Mardika. Mendengarnya, saya bersorak dalam hati. Kalau jadi ke Edinburgh, saya bakal punya kesempatan untuk membuat laporan jurnalistik.
”Ya sudah, gas,” kata Edwina menimpali.
Kami lantas membuka aplikasi Trainline dan memesan tiket kereta dari Glasgow ke Edinburgh untuk Minggu pagi pukul 07.00. Kami telanjur pesan tiket Aberdeen-Dundee dan Dundee-Glasgow sehingga harus kembali ke Glasgow dulu.
Sebenarnya, saya agak pesimistis dengan rencana ke Edinburgh pagi-pagi karena kami baru akan tiba di Glasgow hari Sabtu pukul 19.30. Perjalanan menjelajah Dundee dan St Andrews yang penuh dengan jalan kaki kemungkinan besar akan membuat kami sulit bangun pagi.
Terbukti, di grup Whatsapp ”Trip UK 7 Pagi” yang berisi kami bertiga, laporan bangun pertama Minggu pagi itu datang dari Edwina pada pukul 06.45. Tidak lama, masuk laporan dari Mardika.
Saya sendiri baru lapor bangun pagi pukul 07.12 yang disambut dengan unggahan tangkapan layar dari Mardika yang berisi rute dan durasi perjalanan jenazah Sang Ratu dari Balmoral Castle, Aberdeenshire, ke Aberdeen, Dundee, dan berakhir di Edinburgh, tepatnya di The Royal Palace of Holyroodhouse. Iring-iringan jenazah dijadwalkan berangkat pukul 10.00 dan tiba pukul 16.00.
Dengan demikian, meskipun tidak jadi berangkat pukul 07.00 pagi, kami masih punya kesempatan untuk turut menyambut jenazah Sang Ratu di Edinburgh. Untungnya tiket kami tidak hangus dan masih bisa dipakai untuk jam keberangkatan berikutnya. Kereta meninggalkan stasiun Glasgow Queen Street pukul 09.00 dan tiba di Edinburgh 50 menit kemudian.
Di perjalanan, saya riset informasi dan melapor kepada Mas Samsul Hadi, Kepala Desk Internasional harian Kompas, bahwa saya sedang dalam perjalanan ke Edinburgh.
Berbekal info dari laman resmi Pemerintah Edinburgh dan Skotlandia, kami berencana mengunjungi Edinburgh Central Library, Katedral St Giles’, dan The Royal Palace of Holyroodhouse secara berurutan.
Di Edinburgh Central Library terdapat buku dukacita yang sudah disediakan Pemerintah Edinburgh. Warga dan pengunjung bisa menuliskan ungkapan dukacita di buku tersebut.
Dalam perjalanan menuju perpustakan, kami melewati Katedral St Giles’. Karena masih sepi, saya memutuskan mengambil gambar sebentar dan meminta tolong pada Edwina untuk merekam saya melaporkan suasana.
Tiba di perpustakaan, terdapat meja bertaplak putih yang di atasnya terdapat foto Sang Ratu dan vas berisi rangkaian bunga berwarna senada. Kami hanya perlu menunggu 2-3 orang sebelum bisa menulis di buku dukacita. Saya juga mengambil foto dan video.
Pukul 11.00, kami menyempatkan ke sebuah restoran cepat saji untuk memesan menu makan siang dan kudapan sebagai bekal tenaga menjalani aktivitas seharian itu.
Selagi menunggu makanan siap, saya juga membeli tiga buket bunga di toko dekat restoran sebagai tanda penghormatan pada Sang Ratu.
Baca juga: Jenazah Ratu Elizabeth II di Edinburgh, Warga Sambut dengan Penuh Kehangatan
Setelah itu, kami cepat-cepat berjalan menuju Katedral St Giles’. Makanan tersimpan rapi di tas. Di persimpangan dekat katedral, Mardika bertanya pada polisi untuk memastikan kami tidak salah arah.
Si polisi lalu menginformasikan, akan ada proklamasi di dekat katedral sekitar pukul 12.00. Dia juga merekomendasikan agar kami mengambil tempat berdiri maksimal pukul 14.00 jika ingin menyaksikan iring-iringan jenazah Ratu secara jelas.
Kami sudah di depan katedral ketika proklamasi dibacakan. Sayangnya, kami hanya dapat tempat di barisan kedua sehingga hanya bisa mendengarkan Lord Lyon King of Arms membacakan proklamasi Charles III sebagai raja baru Kerajaan Inggris.
Kami harus jinjit sambil mengangkat tangan yang menggenggam ponsel agar dapat menyaksikan prosesi tersebut. Sesudah menyelip ke barisan depan, barulah kami bisa menyaksikan rombongan pasukan yang berjalan ke arah Edinburgh Castle. Prosesi diiringi suara tembakan 21 kali dari Edinburgh Castle.
Baca juga: Tak Sekadar Bunga untuk Sang Ratu
Nyamannya ndeprok
Sesudah proklamasi, kami berjalan ke The Royal Palace of Holyroodhouse yang berada di jalan yang sama dengan katedral, yakni Jalan Royal Mile.
Harus berjalan ke sana kemari membuat kaki terasa begitu pegal. Apalagi, capek bekas jalan-jalan di Aberdeen, Dundee, dan St Andrews dua hari sebelumnya juga belum hilang. Apa boleh buat.
Kami tiba lebih awal di Holyroodhouse dan berhasil mendapat barisan paling depan, tepat di balik pagar pembatas. Saat menoleh ke belakang, belum terlihat banyak orang. Saya memutuskan langsung ndeprok, duduk sekenanya di atas trotoar dengan bersandarkan ransel. Ah, nyaman sekali.
Khawatir kerumunan semakin padat, saya langsung memanfaatkan kesempatan itu dengan membuka bekal makan siang. Tampaknya, ndeprok bukan pemandangan lumrah di situ. Apalagi, ndeprok untuk makan siang di tengah situasi orang-orang yang menanti jenazah Sang Ratu.
Seorang petugas yang menjaga ketertiban menghampiri dari balik pagar. Dia bertanya, ”Are you having lunch right now?”
”Yes, I need to prepare myself for a situation like this,” jawabku.
“Okay, enjoy your lunch,” ujarnya sambil tersenyum.
Baca juga: Nyaris Terjepit Truk Saat Menuju IKN Nusantara
Setelahnya, saya pergi mencari tempat sampah dan menemui beberapa warga yang hadir membawa bunga. Salah satunya Laura Mcintosh (30).
Hasil wawancara dengan Laura membuat saya cukup percaya diri untuk mulai mengetik artikel. Lagi-lagi saya ndeprok dengan beragam gaya, mulai dari duduk bersila, kaki ditekuk ke belakang, miring, hingga selonjoran.
Jenazah Ratu direncanakan tiba pukul 16.00 waktu setempat atau pukul 22.00 Waktu Indonesia Barat sehingga sulit bagi saya jika baru mengetik di atas jam itu karena terlalu mepet dengan tenggat waktu cetak koran.
Sekitar pukul 15.00, saya memutuskan untuk mengetik sambil berdiri karena di belakang, kerumunan orang semakin padat. Ruang untuk saya ndeprok pun lenyap. Pukul 16.04, saya sudah mengirimkan artikel kepada Mas Samsul Hadi melalui pesan Whatsapp. Sulitnya sinyal membuat saya kesulitan mengirimkan artikel lewat platform internal seperti biasanya.
Iring-iringan jenazah Ratu tiba di The Royal Palace of Holyroodhouse pukul 16.20 diiringi tepuk tangan warga dan pengunjung yang berdiri memadati trotoar Jalan Royal Mile.
Meskipun mobil yang membawa jenazah Sang Ratu hanya lewat tak lebih semenit di hadapan, atmosfer haru dan hormat yang saya rasakan, sepadan dengan pegalnya jalan kaki dan berdiri.
Baca juga: Menyaksikan Nasib Ibu Hamil di Pulau Terluar
Ndeprok pertama
Ndeprok demi Sang Ratu bukan baru pertama kali ini. Pada 5 Juni 2022, saya juga berkunjung ke Edinburgh untuk melihat suasana Jubilee, perayaan takhta 70 tahun Ratu Elizabeth II.
Perayaan itu digelar di Princes Street Gardens yang ditengahnya terdapat panggung Ross Theatre berlatarkan Edinburgh Castle di atas tebing.
Jarak panggung ke kursi penonton terhitung jauh. Kondisi itu membuat saya tidak leluasa mengambil foto dan video.
Akhirnya, saya memutuskan untuk ndeprok di depan kursi penonton agar bebas mengambil gambar tanpa harus mengganggu penonton di belakang. Sesekali saya menurunkan kamera untuk melihat langsung penampilan yang disuguhkan.
Baca juga: Ada Apa di Balik Dua Versi "Kompas"
Salah satunya, paduan suara dari kelompok masyarakat dan orkestra dari The Band of Her Majesty’s Royal Marines Scotland. Salah satu yang dibawakan adalah lagu-lagu dari film Les Miserables.
Saat melihat sekeliling, ternyata saya tidak sendirian. Sejumlah pengunjung yang berada di taman juga tampak ndeprok dengan nyamannya di atas tikar piknik.
Tak hanya meringankan pegal akibat lama berdiri dan berjalan kaki, ndeprok juga membuat saya dapat menyentuh tanah Skotlandia yang akan selalu ada dalam ingatan.